Salah satu kitab yang membahas sejarah kehidupan Rasulullah SAW adalah kitab Iqdul Jawahir fi Mawlid an-Nabiy al Azhar atau lebih dikenal dengan Maulid al-Barzanji. Al-Barzanji adalah kitab sastra yang berisi sejarah Nabi dimulai dari nasab beliau,kelahiran sampai wafatnya. Kitab ini ditulis oleh Jafar bin Hasan bin Muhammad al Barzanji yang berasal dari Kurdi. Ia lahir awal abad ke-17, tepatnya bulan Zulhijjah 1126 H/Desember 1714.
Di Indonesia kitab ini sangat populer hingga ke pelosok desa. Ada beberapa daerah tertentu yang menganggap sebuah acara kurang afdhal jika tidak disertai pembacaan al-Barzanji. Di wilayah Sulawesi Selatan, kitab Barzanji begitu dikenal luas seiring masuknya Islam. Apalagi kegiatan Abbarazanji didukung penuh oleh tokoh agama setempat.
Salah satu bentuk dukungannya adalah penerjemahan Kitab Barazanji ke dalam bahasa Makassar. Terjemahan ini berbentuk buku dengan judul Albarzanji Tarjamat Billughatil Makassariyah ( CV Mitra Sahabat Makassar, 2001 ) yang disusun oleh Ahmad Mahfud Arsyad, S.Ag dan diberi pengantar oleh Anregurutta KH. Sanusi Baco, Lc. ( Ketua MUI Sul-Sel 2006-2021). Di dalam buku terjemahan bahasa Makassar ini juga dituliskan keutamaan membaca Kitab Barazanji salah satunya mendapatkan pahala dengan mengamalkan QS Al Ahzab ayat 56:
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا
Artinya :
“Sesungguhnya Malaikai-malaikat Allah bersalawat kepada Nabi (Muhammad SAW). Hai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Keutamaan kedua menurut Ahmad Mahfud Arsyad adalah orang yang sering bersalawat salah satunya melalui Kitab Barazanji akan mendapat syafaat Nabi di hari kiamat sebagaimana sabda beliau :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً”.
Artinya : “Dari Abdullah ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: Orang yang paling berhak mendapat syafaatku kelak di hari kiamat adalah orang yang paling banyak membaca shalawat untukku”.
Terkhusus di wilayah dataran tinggi Gowa tepatnya di Kecamatan Bontolempangan,Desa Bontolempangan, Dusun Lemoa terdapat sebuah majelis ilmu yang dinamakan Mabaji (Majelis Barazanji). Majelis ini dirintis pada 8 Juni 2019 dan sudah berjalan kurang lebih 3 tahun.
Majelis Barazanji (Mabaji) dibina oleh seorang Guru Bahasa Arab, Muh.Anwar, S.Pd.I Dg Jarre. Beliau adalah alumni IAIN ALAUDDIN Makassar dan Ponpes DDI Mangkoso.
Akronim Majelis Barazanji menjadi Mabaji juga memiliki kesamaan dengan kata baji’ dalam bahasa Makassar yang berarti baik. Keberadaan majelis ini apalagi sebagai majelis ilmu diharapkan menaburkan hal-hal baik bukan hanya untuk diri sendiri tetapi untuk masyarakat.
Majelis Barazanji didirikan karena kebutuhan masyarakat akan kegiatan barzanji sangat dianggap penting. Apalagi beberapa tahun belakangan pabarazanji ( orang yang membacara Barzanji ) hanya dihitung jari. Biasanya yang sering dipanggil hanya Imam Desa,Imam Dusun, Imam Sara’ dan beberapa orang yang dianggap biasa membaca Barzanji. Terutama mereka yang alumni Madrasah atau alumni Ponpes As’adiyah Wajo dan DDI Mangkoso Barru.
Atas inisiatif beberapa tokoh masyarakat akhirnya dibentuklah Majelis Barazanji. Melihat keadaan masyarakat yang sudah minim membaca kitab al Barzanji maka beberapa orang berinisiatif untuk belajar membaca Barazanji. Usia tidak menjadi alasan untuk belajar. Apalagi pembacaan Barzanji ini merupakan tradisi yang sudah melekat di tengah masyarakat. Hampir setiap moment penting seperti pernikahan, sunatan, manasik haji, masuk rumah baru, lulus kuliah, mendapatkan pekerjaan baru di dalamnya dilakukan proses abbarazanji. Bahkan jika ada sanak keluarga yang tengah haji biasanya didoakan melalui Kitab Barzanji selama 4-5 kali malam jumat.
Pada awalnya anggota majelis ini hanya ada 5 orang laki-laki. Mereka berlatar belakang petani, tukang kayu dan ada juga tukang las karbit. Rata-rata berpendidikan tingkat SMA. Bahkan ada juga yang hanya tamatan SD. Akan tetapi karena mereka punya niat untuk belajar maka mendalami bacaan Barazanji dianggap sebagai pilihan yang tepat. Tidak mudah bagi sohib-sohib (panggilan untuk anggota majelis) waktu itu untuk menguasai bacaan Barzanji karena kebanyakan masih terbata-bata dalam membaca.
Kenapa memilih Kitab Barazanji? Ini karena kebutuhan masyarakat di desa-desa yang umumnya setelah hajatan selesai maka al-Barzanji jadi pelengkap. Bahkan dianggap kurang berfaedah jika setelah hajatan tidak ada al-Barzanji. Kegiatan membaca Kitab Barzanji dianggap sebagai bagian songka bala tolak bala).
Proses Pembelajaran dalam Mabaji (Majelis Barazanji)
Karena Mabaji adalah majelis ilmu maka kegiatan yang dilakukan adalah memperbaiki bacaan tajwid. Adapun metode pembelajaran yang dilakukan dalam majelis ini adalah setiap anggota bergantian membacakan Aththtir. Aththir sendiri adalah permulaan bacaan setiap kisah. Jadi kitab Barzanji ini memuat 18 Kisah Kehidupan Rasulullah SAW sejak kakek buyut sampai tersambung kepada Nabi Ismail bin Ibrahim AS, proses kelahiran, masa kanak-kanak, hingga wafatnya Sang Nabi Agung. Kemudian ada satu Aththir lagi yang berisi doa.
Perlu diketahui bahwa hampir setiap kisah dari 18 kisah mencantumkan gela Nabi yaitu Shallallahu Alaihi wa Sallam. Jika anggota yang mendapat giliran membaca dan sampai pada Shallallahu Alaihi wa Sallam maka anggota lain pun ikut bersalawat. Ada sekitar 51 shalawat dari Aththir 1-18 dan juga doa.
Selama berjalan kurang lebih 3 tahun ada 54 anggota yang terdaftar tapi hanya sekitar 36 orang yang aktif di majelis. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap malam jumat dari jam 20:30-23:30. Yah kurang lebih 3 jam pertemuan. Dan dalam waktu 3 jam itu shalawat yang dilantunkan ada kurang lebih 1540 shalawat.
Tujuan utama terbentuknya Majelis Barazanji (Mabaji) adalah kegiatan belajar mengajar terutama hukum bacaan tajwid seperti bacaan panjang dan pendek. Jadi sekalipun yang dibaca bukan Al-Qur’an akan tetapi hukum bacaan tajwid sama dengan bacaan Barzanji. Hal itu disebabkan karena keduanya masing-masing berbahasa Arab. Sekalipun tentu isinya berbeda. Al-Qur’an kalam Tuhan sedangkan Barazanji tulisan sastra. Tujuannya adalah membumikan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Jadi pada awal pembelajaran ditekankan pentingnya membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Pembina juga menguraikan beberapa manfaat yang didapatkan ketika seseorang membiasakan dirinya bersalawat serta pahala bagi para penuntut ilmu sebagaimana sabda Nabi:
تَعَلَّمُوْاوَعَلِّمُوْاوَتَوَاضَعُوْالِمُعَلِّمِيْكُمْ وَلَيَلَوْا لِمُعَلِّمِيْكُمْ ( رَواهُ الطَّبْرَانِيْ)
Artinya: “Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah guru-gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkanmu.” (HR Thabrani).
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim, no. 2699).
Metode yang dilakukan selama proses pembelajaran adalah setiap anggota membaca Barzanji secara bergantian yang dimulai Aththir 5 yaitu Wa Baraza. Pada saat membaca dan ditemukan kesalahan bacaan maka langsung diperbaiki oleh pembina dan diulangi oleh anggota. Setelah semua anggota membaca maka pembina membacakan kembali kata perkata yang salah dalam penyebutan dan pengucapan. Setelah itu bacaan yang salah lalu dituliskan dalam secarik kertas kemudian dibagikan ke masing-masing anggota majelis.
Jumlah kesalahan bacaan bervariasi tergantung kemampuan dalam mengingat hukum bacaan. Maklum karena anggota rata-rata sudah berkepala 4, bahkan ada yang sudah usia lanjut. Kesalahan bacaan dalam setiap aththir ada yang 5 kata, 10 kata ada juga hanya 1 kata.
Di samping fokus untuk bacaan, pembina juga menekankan adab dalam majelis. Jadi selama pembacaan berlangsung tidak boleh nisu’la’ carita maraeng (ada perkataan yang lain). Semua harus khidmat menyimak Barazanji masing-masing, hingga pelajaran ditutup sampai tengah malam. Setelah pertemuan pertama biasanya disepakati untuk pertemuan-pertemuan selanjutnya akan diadakan di rumah anggota secara bergiliran.
Apa yang dilakukan dalam majelis ini semata-mata karena keikhlasan untuk belajar dan harapan untuk mendapatkan syafaat Nabi Muhammad SAW dengan melantunkan shalawat di samping tentunya mengembangkan bacaan sesuai tajwid.
Salah satu dampak sosial dari terbentuknya majelis ini adalah meningkatnya passamaturukang (gotong royong). Hal tersebut terlihat ketika ada kerja bakti pembuatan atau pemeliharaan jalan tani, pabbaungang landang (teras samping yang dibuat dari bambu ketika ada hajatan) dan hal-hal lain yang membutuhkan tenaga, maka yang terdepan dalam gotong royong tersebut adalah anggota Mabaji.
Eksistensi Majelis Barazanji saat ini menarik perhatian berbagai kalangan. Selama berjalan kurang lebih tiga tahun beberapa perangkat desa seperti Kepala Dusun, Ketua RT dan RW serta BPD ikut belajar. Hal lain yang menarik karena untuk ukuran daerah pedesaan atau mungkin diperkotaan sangat jarang ditemui majelis yang brandingnya adalah Kitab Barazanji. Anggota tetapnya berjumlah kurang lebih 36 orang laki-laki. Dan dengan ciri khas memakai baju ala Pakistan 2 pasang dengan warna coklat krem dan abu-abu muda.
Dan karena mayoritas anggota majelis ini adalah bapak-bapak maka lahir ungkapan ‘Menabung Syafaat Di Usia Senja’. (AN)
Alfaatihah Ma’as Shalawat alan Nabiy