Jagat dunia maya tengah diramaikan dengan pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Pengesahan UU yang dianggap bermasalah ini ramai menuai kritik dari media, tokoh masyarakat, dan aktivis demokrasi. Di Twitter, isu ini diamplifikasi oleh para K-Popers yang menaikkan tagar semacam #TolakOmnibusLaw, #BatalkanOmnibusLaw, dan #JegalSampaiGagal secara massif.
Lucunya, beberapa akun keagamaan garis lucu yang selama ini lebih sering mengetwit humor-humor keagamaan di Twitter ternyata juga ikut bersuara menanggapi Omnibus Law.
Contoh pertama datang dari akun NU Garis Lucu (@NUgarislucu). Akun yang kerap mencuitkan guyonan khas kaum Nahdliyyin ini tidak bersuara secara spesifik atas Omnibus Law. Namun mereka tetap merespon twit Cipta Kerja yang ditanyakan para netizen. Seperti dua twit di bawah ini:
“Gus omnibus law gus kepiye?”
“Iku urusane DPR karo Pengeran”
“Iku urusane DPR karo Pengeran” https://t.co/0fLXg1rwka
— NU Garis Lucu (@NUgarislucu) October 6, 2020
“Gus mau tanya, itukan menakernya orang NU, mekopolhukamnya juga orang NU, bahkan wakil presiden juga orang NU. Tapi sikap NUkan menolak. Tapi kenapa mereka malah setuju,?”
“Semua presiden kita juga NU. Walaupun gak pernah ikut tahlilan di tetangga.”
Semua presiden kita juga NU. Walaupun gak pernah ikut tahlilan di tetangga. https://t.co/309FtetloU
— NU Garis Lucu (@NUgarislucu) October 6, 2020
Kedua cuitan tersebut dapat dibaca sebagai sentilan satire terhadap sikap pemerintah dan DPR terhadap NU. Jamak diketahui, pemerintah mengaku selalu membutuhkan dukungan kaum Nahdliyin untuk menjalankan roda pemerintahan. Sehingga banyak orang-orang NU yang saat ini dilibatkan di pemerintahan. Namun demikian, ternyata semua itu hanyalah gimmick politik belaka. Pemerintah hanya mendekati NU kalau ada maunya saja.
Saat PBNU menyatakan sikapnya menolak Omnibus Law, pemerintah dan DPR kompak memunggungi suara kritis NU. Mereka terus saja menjalankan agenda untuk segera mengesahkan RUU ini menjadi UU seakan tidak ada kritik apapun.
Baca juga: Tolak Cipta Kerja: Tugas Pemuka Agama Mengoreksi Jika Pemerintah Salah
Satire yang lebih lugas datang dari Muhammadiyin Garis Lucu (@MuhammadiyinGL). Akun yang mewakili wajah ormas Muhammadiyah di jagat garis lucu ini mencuit plesetan lagu “Wakil Rakyat” milik Iwan Fals untuk menanggapi kisruh pengesahan Omnibus Law:
Wakil rakyat
Seharusnya merakyat
Bukan malah
Bikin rakyat jadi melarat
Wakil rakyat
Bukan paduan suara
Diam diam
Mengesahkan cipta kerja
Wakil rakyat
Seharusnya merakyat
Bukan malah
Bikin rakyat jadi melaratWakil rakyat
Bukan paduan suara
Diam diam
Mengesahkan cipta kerja— Muhammadiyin (@MuhammadiyinGL) October 5, 2020
Cuitan tersebut telak sedang menyindir proses pengesahan Omnibus Law yang berlangsung secara gaib, tidak transparan, dan minim melibatkan partisipasi publik. Dalam lanjutan cuitannya, Muhammadiyin Garis Lucu juga menyertakan tautan untuk membaca catatan kritis PP Muhammadiyah terhadap draft RUU Cipta Kerja yang kini sudah disahkan menjadi UU.
Kekhawatiran lain diutarakan oleh Katolik Garis Lucu (@KatolikG). Akun ini mencuitkan sudut pandang kekhawatirannya tentang Omnibus Law:
“Apa yang memberatkanmu ttg UU Cipta Kerja?
Kalau katomin:
UU menghapus izin atau cuti khusus untuk membaptiskan anaknya.”
Apa yang memberatkanmu ttg UU cipta kerja?
Kalau katomin:
UU menghapus izin atau cuti khusus untuk membaptiskan anaknya.— Komunitas Katolik Garis Lucu (@KatolikG) October 6, 2020
Kekhawatiran ini beralasan. Sebab dalam pasal 93 UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja berhak tidak masuk kerja dan tetap menerima upah jika memiliki keperluan membaptiskan anak. Pasal yang sama juga membolehkan pekerja absen kerja dan tetap menerima upah dengan alasan menikah, menikahkan anak, mengkhitankan anak, istri melahirkan/keguguran, atau anggota keluarga meninggal.
Sedangkan dalam draft RUU Cipta Kerja terakhir yang diunggah pada laman resmi DPR ketentuan spesifik mengenai hal ini dihapus dari UU Ketenagakerjaan. Artinya tidak ada lagi cuti khusus jika pekerja harus absen kerja karena salah satu alasan di atas. Pekerja mesti merelakan jatah cuti tahunan mereka sekadar untuk menjalankan kewajiban agamanya, seperti membaptiskan atau mengkhitankan anak.
Melihat tiga akun tersebut yang merespon UU Cipta Kerja kok rasanya cukup menggambarkan situasi terkini negara tercinta. Akun-akun garis lucu seperti ini biasanya giat membantu pemerintah untuk menyebarkan pesan perdamaian antar agama dan memerangi intoleransi melalui guyonan. Sudah jelas mereka konsisten menjaga diri untuk tidak terlibat dalam ontran-ontran politik praktis.
Kalau akun-akun guyonan pun sampai jadi serius mengkritisi pemerintah dan DPR karena Omnibus Law, kita bisa merasakan situasi negara ini memang sedang tidak baik-baik saja. (AN)