Meninjau kultur masyarakat Indonesia, bahkan dalam konteks global civilization ini, merantau dan bepergian menjadi hal yang jamak terjadi belakangan ini. Perpindahan antar daerah, dinamisnya arus transportasi masyarakat, menjadi tanda bahwa bepergian, safar, adalah satu pola hidup yang niscaya.
Tentu banyak tujuan seseorang bepergian, entah bekerja, melanjutkan pendidikan, atau hanya sekedar pelesir menikmati keindahan alam yang Tuhan berikan. Sejak dulu, merantau rupanya menjadi salah satu cara lelaku para ulama, kaum sufi, juga cendekiawan muslim untuk mendapatkan ilmu dan hikmah. Kita bisa ketahui, semisal pada laku para muhaddits, yaitu para ahli ilmu hadis, mereka menjelajah dari satu negeri ke negeri lain demi mencari hadis, melakukan kajian dan klarifikasi, serta mencari berkah dari para guru.
Begitu juga para ulama lainnya, tak terkecuali ulama fikih. Seorang yang bisa kita simak adalah imam mazhab fikih yang ajarannya diterapkan secara luas di Indonesia, yakni Imam Asy Syafii rahimahullah. Beliau lahir di Gaza pada 150 H, melakukan rihlah keilmuan ke banyak penjuru, mulai dari Makkah, Madinah, Baghdad, serta banyak negeri lainnya, dan akhirnya wafat di Mesir.
Karyanya banyak dijadikan rujukan dalam ilmu fikih, dan mazhabnya menjadi satu di antara empat mazhab fikih yang diakui secara luas oleh kalangan Ahlussunnah wal Jamaah. Di luar karya-karya fikih yang monumental, ternyata ulama bernama asli Muhammad bin Idris ini juga mengarang kitab berisi kumpulan syair-syair renungan dan hikmah, yang dinamakan Diwan asy Syafi’i.
Banyak sekali hal yang beliau ulas dalam kitab itu, mulai refleksi keagamaan, kehidupan sosial, perjalanan mencari ilmu, juga tata krama bersama orang lain. Nah, salah satu syair yang diabadikan oleh beliau adalah tentang hikmah safar, yaitu merantau dan bepergian. Imam Asy Syafi’i menyebutkan:
تَغَرَّبْ عَنِ اْلَاوْطَانِ فِي طَلَبِ الْعُلَى # وَ سَافِرْ فَفِي الْاَسْفَارِ خَمْسُ فَوَائِدَ
تَفَرُّجُ هَمٍّ، وَ اكْتِسَابُ مَعِيْشَةٍ # وَ عِلْمٌ وَ آدَابٌ وَ صُحْبَةُ مَاجِدٍ
Mengasinglah (berpindahlah) ke banyak negeri untuk mencari kemuliaan
Dan bepergianlah, dalam bepergian itu ada lima faedah (yang bisa didapat)
Hilangnya kesusahan, mendapatkan penghidupan
Serta (mendapatkan) ilmu, tata krama, serta teman-teman yang mulia
Imam Asy Syafi’i menyebutkan bahwa ada lima hal yang bisa didapat seseorang jika merantau dengan niat yang mulia dan mengharap ridha-Nya, yaitu:
1. Hilangnya kesusahan
Seseorang bisa saja datang ke suatu daerah, dengan beban yang dibawa dari asal daerahnya. Segala resah di negeri sendiri, agaknya bisa sirna dengan keadaan di negeri orang yang bisa jadi lebih indah, lebih dinamis, atau adanya kelebihan-kelebihan yang tidak bisa didapat di kampung halaman. Maka keceriaan dalam lelahnya bepergian, bisa terbayar dengan rasa terhibur di negeri orang.
2. Mendapatkan penghidupan
Kadang kala kampung halaman tidak menyediakan lebih banyak hal untuk mencari nafkah, penghidupan untuk keluarga, atau tempat pendidikan yang lebih layak, karena berbagai faktor. Maka merantau pun menjadi pilihan, sebagaimana kita lihat saat ini masyarakat banyak pergi ke kota yang konon menjanjikan lapangan kerja lebih luas. Meski tak harus ke kota, namun ketika seseorang merantau, ia akan berusaha untuk menjalani keadaan secara mandiri, dan muncullah kemampuan untuk mempertahankan hidupnya.
3. Bertambah ilmu
Setiap ladang punya kumbangnya sendiri. Setiap daerah punya kelebihan dan keistimewaan ilmu dan hikmah yang tak bisa didapat di kampung. Maka merantau adalah satu sarana mencari ilmu, mendapatkan sebanyak mungkin ibrah dan teladan, agar batin bisa menjadi semakin terisi dengan kebijaksanaan, baik dalam wawasan maupun bersikap.
4. Mendapatkan pelajaran tata krama
Setiap daerah punya kulturnya masing-masing. Hal ini akan menyadarkan seseorang yang merantau bahwa hidup bersama dalam keragaman memerlukan proses belajar hidup yang terus menerus. Belajar toleransi, menghargai orang lain, saling membantu, adalah tata krama yang bisa didapat jika seseorang sudah merantau dan mengenali realitas daerah perantauannya.
5. Bertambahnya kawan yang mulia
Di tanah rantau, menjalin relasi-relasi baru yang baik akan sangat menguntungkan, baik dalam perjalanan karir maupun proses mencari ilmu. Dari relasi dan pertemanan bisa didapat kebaikan-kebaikan yang tak terduga. Ketika pulang, hal itu bisa dimanfaatkan untuk kembali turut membangun kampung halaman, memberdayakan masyarakat bersama.
Demikianlah kurang lebih bagaimana Imam Asy Syafii menunjukkan keistimewaan dalam sebuah perjalanan dan perantauan. Merantau akan menguatkan perasaan Anda sebagai bagian dari masyarakat dunia. Wahai para perantau, Anda sudah dapat apa? Dan yang belum merantau, siapkah Anda mengarungi dunia yang lebih luas?
Wallahu a’lam.