Membincang Prof. Dr. Ahmed at-Tayyeb, pimpinan puncak intitusi keagamaan Al-Azhar Mesir yang kini sedang berkunjung ke Indonesia adalah membincang sosok yang boleh dikata komplit. Bahkan beliau satu-satunya Syekhul Azhar (Grand Syekh) yang pernah menjabat rektor Al-Azhar dan mufti agung Mesir, sebelum melambung tinggi ke puncak pimpinan tertinggi Al-Azhar, dengan gelar “Grand Syekh”.
Beliau lahir di Karnak, di sebuah kampung di kota Luxor perbatasan Sudan pada tahun 6 Januari 1946 dari sebuah keluarga harmoni yang begitu kental keilmuan lahir (syariat) maupun batin (tasawuf). Ayah beliau seorang mursyid tarekat al-Khalwatiyah dan tokoh masyarakat yang disegani.
Sosok keturunan Rasulullah dari jalur Sayyidina Hasan ini hafal Alquran sejak umur kuku belajar agamanya. Ahmed at-Tayyeb anak-anak hingga remaja mempelajari dasar-dasar ilmu khazanah keislaman di madrasah Al-Azhar di kampung halamannya sampai selesai. Setelah itu lalu ke Kairo meneruskan jenjang perkuliahan di almamater yang sama.
Di jenjang universitas beliau mengambil jurusan akidah dan filsafat, menjadi sarjana muda tahun 1969 M, lalu meneruskan ke jenjang master pada konsentrasi yang sama lulus tahun 1971 M. Beliau menyelesaikan pendidikan doktoralnya (S3) pada tahun 1977 M.
Dalam lingkungan Al-Azhar, ada tradisi mengirimkan putra atau kader terbaiknya untuk melakukan studi atau riset ke Barat, khususnya Prancis. Dan Ahmed at-Tayyeb pun terpilih untuk dikirim ke Perancis untuk penelitian.
Enam bulan pada tahun 1978 M yang ia habiskan di Perancis membuahkan banyak dampak positif secara akademik dan sosial.
Di sana Perancis pulalah ia bergaul secara intens dengan non muslim. Karena ia tinggal di rumah milik non-muslim. Lingkungannya yang non muslim itu kagum dengan budi pekerti pemuda bernama Ahmed at-Tayyeb itu, juga kagum dengan pengetahuannya yang luas.
Karir akademiknya sangat cemerlang. Beluai merangkak dari bawah, dimulai dari asisten dosen hingga menjadi guru besar. Dua kali menjabat sebagai dekan di Fak. Dirasat Islamiyah Universitas Al-Azhar cabang kota Aswan dan Qena, juga pernah dipercaya menjadi dekan Fak. Ushuluddin Universitas Islam Internasional Pakistan pada tahun 1999.
Tidak hanya di Mesir, nama juga masyhur di belahan Timur Tengah yang lainnya. Beliau tercatat juga menjadi dosen terbang di beberapa negara seperti Saudi, Emirat, dan Qatar. Kemudian pada tahun 2003 M beliau ditunjuk sebagai rektor Al-Azhar.
Lalu pasca mangkatnya Grand Syekh Al-Azhar Prof. Dr. Mohamed Sayed Tantawi rahimahullah beliau dipercaya sebagai pimpinan tertinggi Al-Azhar yaitu menjadi Syekhul Azhar atau kita kenal dengan Grand Syekh Al-Azhar, puncak pemimpin di Al-Azhar.
Penguasaan yang matang tentang wacana pemikiran dan filsafat tidak berarti beliau tidak menguasai hukum fikih. Sebagaimana karakter Azhari yang harus mutafanin atau menguasai berbagai macam keilmuan, beliau didapuk menjadi mufti agung Mesir pada tahun 2002.
Meski sudah menjadi orang nomor satu di Al-Azhar dan di protokoler negara setara dengan perdana menteri itu, beliau tiap minggu harus balik kampung untuk membantu kakaknya, Mursyid Tarekat Khalwatiyah Syekh Mohamed at-Tayyeb, menerima tamu dan menyambut pengaduan masyarakat.
Di kota Luxor, sudah turun menurun keluarganya dipercaya masyarakat menjadi hakim tradisional ketika ada permasalahan keluarga, kampung bahkan polemik antar kabilah. Saat di kampung sana, pakaian beliau tidak beda dengan masyarakat umumnya; gamis kasar dan sorban khas kampung Mesir. Duduknya pun tidak lebih tinggi dari yang lain.
Baca Selanjutnya di Alif.id