Pasukan Israel melakukan terus mencaplok wilayah Palestina. Kali ini dalam laporannya, PBB mencatat angka kenaikan penggusuran bagi warga Palestina mencapai 65 persen. Namun Israel berdalih apa yang dilakukan adalah hal yang benar karena warga Palestina membangun rumah secara ilegal.
Pada bulan Maret 2020 lalu, pasukan Israel menghancurkan atau menyita total 153 bangunan milik warga Palestina di seluruh Tepi Barat yang diduduki. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan di Wilayah Palestina (OCHA) merilis data bahwa penghancuran tersebut menyebabkan terusirnya 305 warga Palestina, 172 di antaranya anak-anak. Ada 435 orang juga terkena dampaknya yaitu tertutupnya akses bekerja dan layanan.
Namun pemerintah Israel menyanggah adanya pembongkaran paksa. Mereka bersalah bahwa bangunan yang ditempati warga Palestina itu adalah bangunan ilegal dan tidak berizin. Tentu saja alasan Israel ini dibantah oleh Palestina dan kelompok hak asasi, termasuk PBB. Mereka mengatakan bahwa izin semacam itu hampir tidak mungkin diperoleh dari negara pendudukan.
Laporan yang dirilis hari Selasa (16/03/2021) menunjukkan bahwa hampir 90 persen dari semua bangunan yang menjadi sasaran pada Februari disita di Area C tanpa peringatan sebelumnya. Otoritas Israel secara drastis telah meningkatkan penghancuran dan penyitaan bangunan yang disumbangkan oleh organisasi kemanusiaan tahun.
Laporan itu juga memberikan data tentang penghancuran desa Humsa al-Bqaia. Di desa Humsa al-Bqaia sudah lima kali dihancurkan kali di bulan Februari lalu. Ada 82 bangunan yang sebagian besar adalah sumbangan masyarakat internasional senilai lebih dari $ 51.000.
Awal bulan ini, pakar hak asasi manusia PBB meminta Israel untuk segera mengakhiri upayanya untuk menghancurkan Humsa al-Bqaia. Namun Israel tetap kukuh pada pendiriannya. Pemerintah Israel menganggap desa tersebut tersebut diduga berada di dalam zona tembak militernya, bukan masuk wilayah Palestina.
“Pembenaran oleh Israel ini tidak memenuhi kewajibannya di bawah hukum internasional,” kata para ahli PBB seperti dilansir laman middleeasteye.com. Menurutnya sebuah kekuatan pendudukan tidak dapat menggunakan wilayah di bawah pendudukannya untuk melakukan operasi pelatihan militer tanpa pembenaran yang cukup.
”Kami mencatat bahwa Israel memiliki banyak alasan untuk pelatihan militer di dalam perbatasannya sendiri,” lanjutnya.