Makna hijrah yang telah di bawa oleh Nabi Muhammad adalah membawa dari yang buruk menjadi lebih baik. Dari fanatisme sempit, kepada dialog. Dari perilaku diskriminatif menuju keadilan. Dari kekerasan menuju perdamaian. Dari mudah marah, menuju pengendalian diri dan sabar.
Di dalam al-Qur’an disebutkan tentang salah satu ciri ketakwaan yaitu seseorang yang mampu mengendalikan diri dari marah (lihat, QS. Ali Imran 133-134). Nabi Muhammad Saw menyebut manusia yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan diri dari kemarahan. (لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ)
Pernah ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi, “Apa agamamu?” Beliau menjawab beberapa kali bahwa agama itu adalah akhlak yang baik. Ketika orang itu masih tetap bertanya tentang hal yang sama, maka beliau menjawab bahwa agama itu adalah akhlak yang baik. Lalu beliau berkata,”Apakah engkau belum mengerti? Kendalikanlah dirimu dari marah”.
Perilaku sebagai pemarah itu tercela di dalam agama karena ia akan menimbulkan berbagai keburukan, misalnya kemarahan yang tidak terkendali membuat akal sehat kita tidak berfungsi, sehingga bisa mengeluarkan kata-kata kasar bahkan caci maki (hate speech), bisa juga menyakiti orang lain secara fisik. Sebab dalam keadaan marah seseorang gampang dipermainkan oleh setan.
Bagaimana jika agama disebarkan dengan kemarahan. Bahkan enggan menshalati orang yang memilih calon tertentu di ajang pilkada DKI? Masihkah kita menggunakan dalih agama untuk melukai? Terbiasakah kita berlindung dibalik dalil dan ayat untuk memusuhi?
Nabi di utus membawa segala perubahan yang dilakukan oleh masyarakat Jahiliyyah. Dari kebohongan atau dusta kepada kejujuran, sehingga beliau memiliki sifat al-Amin (orang yang dapat dipercaya), dari permusuhan kepada perdamaian (salam), dari prasangka buruk (prejudice) kepada sangka yang baik (khusnudzan). Dari kelompok yang suka marah, nabi memberi teladan sebagai sosok penyabar. Dari sifat masyarakat Arab yang mudah melakukan kekasaran, nabi membawa kelembutan. Karena kelembutan adalah manifestasi sifat rahmat yang dilimpahkan Allah di dalam diri manusia.
Jika kita bersifat keras dan kasar, maka orang-orang akan menjauhkan diri dari sekeliling kita, sebaliknya kalau bersikap lembut, maka mereka akan mau berada di dekat kita. Sebagaimana janji Allah Swt di dalam QS. Ali Imran 159.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauh diri dari sekelilingmu. (QS. Ali Imran 159).
Kata seorang ahli tafsir asal Kudus-Jawa Tengah, KH. Sya’roni Ahmadi; bahwa janji Allah di dalam al-Qur’an itu pasti, TIDAK “insyaAllah”.Maka, bila kita mengimani ayat-ayat suci al-Qur’an yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw 14 abad silam, sejatinya pribadi lemah lembut, tidak mudah marah, harus tercermin di dalam pribadi seorang muslim.
Jika ada seseorang yang marah dan memaki-maki kamu di media sosial, kemudian ia bertanya; “apa agamamu?” jawablah, bahwa agamaku adalah akhlak yang baik.