Selama ini berkembang anggapan seolah-olah kita di Indonesia khususnya dan Asia Tenggara umumnya mempunyai budaya damai yang lebih kuat daripada Timur Tengah. Seakan-akan masyarakat kita lebih beradab, sedangkan masyarakat sana lebih biadab. Benarkah demikian?
Dengan membaca lembaran sejarah abad ke-20 saja kita akan segera meralat anggapan tersebut. Asia Tenggara adalah tempat tinggal bagi bangsa-bangsa yang terkadang bisa sangat jahat terhadap sesamanya. Lihat saja genosida di Indonesia tahun 1960-an dan di Kamboja tahun 1970-an, lalu lihat apa yang sedang terjadi sekarang di Myanmar.
Oleh karena itu, saya termasuk orang yang meragukan keyakinan bahwa Islam yang sesungguhnya, yang rahmatan lil ‘alamin, akan muncul di sini, bukan di Timur Tengah. Memang di permukaan bangsa-bangsa Asia Tenggara terlihat santun, tetapi jangan lupa tengok sejarahnya, tengok cara mereka mengatasi perbedaan di antara sesamanya. Dari situ sebuah pertanyaan rasanya pantas diajukan: lalu apa bedanya kita dengan fenomena fasisme Jerman pada abad lalu di Eropa sana?
Pada akhirnya kita harus membuang jauh-jauh anggapan bahwa budaya damai atau perang adalah milik satu atau dua bangsa. Perilaku jahanam bisa dilakukan oleh semua bangsa, tergantung situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya. Hal ini berlaku juga dengan Islam. Islam di sini tidak selalu lebih baik daripada Islam di sana, demikian juga sebaliknya.
Dari sejarah kita bisa mengetahui bahwa semua manusia, semua bangsa, bisa salah.
Jakarta, 10 September 2017