Siapa tau memindahkan batu menjadi alasan Allah SWT memberi rahmat kepadanya. Ia masuk surga bukan karena ibadah dan bersedekah bertahun-tahun.
Di dalam kitab Hikaya al-Shufiyah karya Syeikh Muhammad Abu al-Yusri Abidin, ada sebuah kisah ulama besar yang bernama Abu Manshur bin Dzukair. Beliau adalah sosok sufi yang sangat zuhud selama hidupnya, selain itu beliau juga adalah sosok hamba yang rajin beribadah serta saleh.
Diceritakan dalam kitab tersebut, saat ajal mulai menjemput Abu Manshur, beliau merasa sangat sedih. Kemudian ada yang bertanya kenapa beliau bersedih. Beliau menjawab, “Aku bersedih karena aku merasa masih banyak hal yang belum aku lakukan.” Padahal semasa hidupnya, beliau ini sosok yang sangat rajin beribadah, serta sosok sufi yang begitu zuhud. Selain rajin beribadah, beliau juga dikenal sebagai sosok yang gemar bersedekah, namun di akhir masa hidupnya beliau bersedih karena masih merasa kurang amalnya.
Setelah beliau wafat, pada hari keduanya beliau hadir ke dalam mimpi anaknya. Anaknya pun bertanya kepada beliau, bagaimana keadannya di akhirat dan bagaimana Allah memperlakukannya di sana. Ia menjawab, “Wahai anakku, sungguh berat rasanya jika dirasakan, di sana aku menemui sosok penguasa yang paling adil yaitu Allah, aku juga banyak melihat perseteruan para perdebatan yang terjadi.”
Abu Manshur melanjutkan ceritanya mengenai perbincangannya dengan Allah di sana, di saat beliau ditanya oleh Allah dengan pertanyaan. “Wahai Abu Manshur, aku telah memberimu hidup selama 70 tahun lamanya, apa saja yang sudah kamu lakukan selama itu?” Beliau pun menjawab, “Aku telah berhaji sebanyak 30 tahun wahai Tuhanku.” Allah pun menjawab, “Tidak, aku tidak menerima semua itu!”
Abu Manshur pun menjawab pertanyan tadi dengan jawaban yang lain, beliau berkata, “Wahai Tuhanku, aku telah bersedekah sebanyak 40.000 dirham dengan hartaku sendiri, dan selama 60 tahun lamanya aku berpuasa serta shalat malam.”
Allah pun masih menjawab dengan jawaban yang sama, “Tidak, aku tidak menerima amalmu itu.” Abu Manshur menjawab lagi, “Wahai Tuhanku, aku telah berperang sebanyak 40 kali.” Jawaban Allah masih sama, “Tidak, aku tidak menerima itu.”
Merasa pesimis dan takut disiksa sebab semua amal kebaikannya yang telah ia sebutkan tidak ada satupun yang diterima oleh Allah sebagai penyelamatnya, dia pun berkata, “Jadi, celakah aku.” Namun di sana Allah berkata kepadanya, “Tidak wahai Abu Manshur, aku tidak akan menyiksa hambaku yang seperti dirimu, apa kamu ingat pada suatu hari kamu pernah menyingkirkan batu dari jalan, supaya tidak ada orang yang tersandung dan terluka karenanya, karena hal itulah aku memberikan rahmat kepadamu.” Betapa kaget dan tidak menyangkanya Abu Manshur mendengar jawaban itu. Betapa tidak, amal yang mungkin dianggapnya sepele justru hal itulah yang menjadi sebab diberikannya rahmat dari Allah.
Dari sini kita mendapat pelajaran yang sangat berharga. Kita tidak bisa mengetahui amal mana yang menjadi sebab diberikannya rahmat dari Allah. Boleh jadi bukan karena rajinnya shalat, sedekah ataupun puasa, tapi hal-hal kecillah seperti pada kisah tadi contohnya. Mungkin saja shalat kita, sedekah kita, dan puasa kita belum sepenuhnya baik dan benar niatnya. Namanya manusia terkadang kita lalai, beribadah namun dengan niat agar dipuji bukan dengan niat semata-mata karena Allah dan semata-mata demi meraih ridha serta rahmatNya.
Kita semua juga tahu, bahwa rahmat Allah sangat luas. Selain itu, hanya dengan rahmat-Nya lah seseorang bisa masuk surga. Sebab, tanpa memperolah rahmat dari-Nya, sebanyak apapun amal kita, serajin apapun ibadah kita, semuanya akan sia-sia. Dari sinilah kita harus berhati-hati dalam berniat kala beribadah atau berbuat baik, niatkanlah semua yang kita lakukan semata-mata karena Allah, semata-mata untuk meraih rahmatNya, bukan niat yang lain. (AN)