Kisah Ulama Menolak Lamaran Perempuan Karena Ingin Fokus Mencari Ilmu

Kisah Ulama Menolak Lamaran Perempuan Karena Ingin Fokus Mencari Ilmu

Kesungguhan mencari ilmu memang butuh pengorbanan. Termasuk menolak lamaran seorang perempuan.

Kisah Ulama Menolak Lamaran Perempuan Karena Ingin Fokus Mencari Ilmu
Ilustrasi (foto: kobiecyhumor.pl)

Dalam Islam tidak ada larangan bagi seorang perempuan untuk melangsungkan lamaran kepada laki-laki. Apalagi jika laki-laki yang dilamar merupakan seorang yang saleh dan alim. Hanya saja hal tersebut tidak lepas dari konsekuensi yang ada, ketika terlebih dahulu mengungkapkan keinginannya yaitu antara di tolak dan diterima. Bisa jadi hal tersebut terlihat tabu, jika ada seorang perempuan mengungkapkan isi hatinya apalagi sampai mengajak untuk menikah. Namun dalam sejarah peradaban Islam, banyak kisah yang terjadi seperti itu.

Sebagaimana dalam sebuah kisah kehidupan dari seorang ulama yang bernama Abu Nashr as-Sijzi. Beliau merupakan salah seorang ulama besar hadis, yang mempunyai nama lengkap Ubaidullah bin Sa’id bin Hatim bin Ahmad al-Wa’ili as-Sijzi Abu Nashr al-Hanafi. Yang lahir di desa Wa’il Sijistan. Yang mendapat gelar Syaikh as-Sunnah, hafizh, imam dan ulama besar hadis sebagaimana dijelaskan oleh al-Dzahabi dalam kitabnya Tadzkiratul Huffadz.

Gelar Syaikh as-Sunnah sendiri didapatnya karena beliau adalah orang yang banyak menghafal hadis pada zamannya. Dan kehidupannya sering digunakan untuk mengelilingi dunia dengan tujuan untuk mencari hadis.

Dalam kitab Shafhah min Shabril Ulama karya Abdul Fattah Abu Guddah, dijelaskan bahwasanya suatu hari al-Hafizh Abu Ishaq al-Jabbal sedang bersama Abu Nashr as-Sijzi, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Al-Hafizh Abu Ishaq al-Jabbal kemudian membukakan pintu tersebut, yang ternyata adalah seorang perempuan yang ingin bertamu.

Perempuan tersebut kemudian mengeluarkan kantong yang berisi uang seribu dinar. Dia meletakkannya di depan Abu Nashr as-Sijzi, perempuan tersebut kemudian berkata, “belanjakanlah uang ini sebagaimana yang engkau inginkan.” Abu Nashr as-Sijzi yang melihat tingkah sang perempuan lalu bertanya, “apa maksudnya?” Sang perempuan dengan cepat menjawab, “Engkau nikahi aku. Aku sebenarnya tidak butuh menikah, namun aku ingin melayanimu.” Mendengar maksud perempuan tersebut, Abu Nashr as-Sijzi menolak dan meminta kepada sang perempuan untuk mengambil hartanya dan segera pergi dari hadapannya.

Dan ketika sang perempuan tersebut sudah pergi, Abu Nashr as-Sijzi berkata; “aku pergi dari Sijistan dengan niat mencari ilmu. Jika aku menikah, maka sebutan ini akan lepas dariku. Dan aku tidak akan mendapatkan pahala mencari ilmu sedikitpun.

Demi belajar dan fokus mencari ilmu, Abu Nashr as-Sijzi rela menolak lamaran seorang perempuan yang ingin menikah dengannya. Padahal biaya untuk pernikahan tersebut disediakan oleh sang perempuan, namun Abu Nashr as-Sijzi lebih memilih untuk menolaknya karena ingin fokus untuk thalabul ilmi.

Apa yang dilakukan oleh Abu Nashr as-Sijzi tentu saja mempunyai alasan, kenapa lebih memilih menolak ajakan menikah dari seorang perempuan yang melamar dirinya. Padahal perempuan itu kaya dan mempunyai tujuan mulia yaitu untuk mengabdi dan melayaninya. Karena seorang pencari ilmu jika ingin benar-benar fokus, memang harus memiliki pilihan dan prioritas serta pengorbanan. Salah satunya adalah mengorbankan perasaan dan cinta dari seseorang  untuk pergi dari kehidupan seorang pencari ilmu.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Khatib al-Baghdadi dalam kitabnya al-Jami’ Akhlaqir Rawi wa Adabus Sami’ bahwasanya, “dianjurkan bagi seorang penuntut ilmu untuk membujang sebisa mungkin (tidak menikah sementara waktu selama masa studi), agar dalam mencari ilmu ia tidak disibukkan dengan hak-hak keluarga yang ia penuhi, dan disibukkan dengan mencari penghidupan.

Memang keputusan untuk menikah dan membina rumah tangga dikhawatirkan bisa mengganggu proses mencari ilmu. Akan tetapi, jika bisa saling mendukung satu sama lain untuk fokus mencari ilmu dan saling melengkapi dalam belajar, serta berkontribusi untuk tenangnya hati dan pikiran. Kenapa tidak?

Baca juga Ini Buku Biografi Dua Puluh Ulama yang Jomblo dan kisah menarik lainnya di Islami.co melalui tautan ini