Raden Asnawi adalah seorang ulama besar yang lahir di Desa Damaran, Kudus, Jawa Tengah. Beliau adalah seorang pejuang Nahdhatul Ulama bersama para masyayikh yang lain seperti KH. Hasyim Asy`ari, KH. Wahab Hasbullah dan para kiai lainnya. Beliau juga termasuk pejuang kemerdekaan Indonesia yang gigih melawan penjajah. Berulang kali beliau keluar-masuk penjara demi membela agama dan negara. Beliau juga seorang pendiri madrasah tertua di Kudus, yaitu Madrasah Qudsiyyah, yang sampai saat ini masih berdiri kokoh dan terus berkembang.
Sebagai seorang ulama besar, tentu ada orang yang tidak senang dengan tindak laku beliau. Pernah suatu ketika, Raden Asnawi dan para santri diajak makan-makan oleh seorang non-muslim. Orang non-muslim ini berniat menjebak Raden Asnawi untuk memakan daging babi. Ia berniat mempermalukan Raden Asnawi dihadapan para santrinya bahwa beliau telah memakan daging haram tersebut.
Semua makanan telah dihidangkan. Raden Asnawi dan para santri memakan hidangan tersebut dengan lahap. Setelah semua habis dimakan, non-muslim tersebut berkata:
“Pak Kiai, apakah engkau tahu, daging yang telah engkau makan itu adalah daging babi, daging yang diharamkan oleh agamamu,” Ucap orang tersebut dengan lantang untuk mempermalukan Raden Asnawi di depan para santri-santrinya.
Bukannya kaget atau pun terkejut, Raden Asnawi malah kegirangan dan berkata:
“Alhamdulillah!” syukur Raden Asnawi dengan lantang.
“Terimakasih, Pak. Terimakasih banyak,” Lanjut Raden Asnawi yang membuat orang non-muslim tersebut kebingungan.
“Pak Yai, bukankan daging babi itu haram dalam agamamu? mengapa engkau tidak menyesal telah memakannya?” Tanya orang tersebut heran.
“Ya memang daging babi haram, Pak. Tapi itu kalau saya tau dan saya sengaja memakannya. Kalau saya tidak sengaja, tuhan saya maha pengampun kok,” jawab Raden Asnawi dengan santai.
“Terimakasih banyak, Pak. Berkat Bapak, saya bisa mencicipi makanan yang tidak bisa saya cicipi sebelumnya. Kapan lagi saya bisa makan daging ini kalau tanpa bantuan bapak. Hehe..” canda Raden Asnawi yang membuat orang tersebut malu.
Raden Asnawi yang awalnya ingin dipermalukan, akhirnya dapat memutar balik keadaan dan dapat menjaga harga dirinya di hadapan para santri. Sikap Raden Asnawi ini bukan berarti beliau menikmati lezatnya daging babi, tapi demi menjaga harga diri dan memberi pelajaran bagi para santri bahwa sesuatu yang dilakukan tanpa sengaja maka tidak ada hukum baginya.
Dari kisah tersebut dapat diambil pelajaran bahwa tidak ada hukum bagi orang yang tidak tahu. Seperti halnya orang yang minum di tengah hari bulan puasa karena lupa, maka orang tersebut tidak dihukumi batal puasanya, namun masih tetap wajib untuk meneruskan puasanya. Contoh lainnya ketika ada orang yang tertidur dari sebelum masuk waktu sholat hingga waktu sholat berakhir, maka tidak ada dosa baginya, namun ia tetap wajib untuk mengqadha` shalatnya. Hukum ini serupa dengan kasus memakan daging babi yang tidak sengaja. Namun, alangkah baiknya jika kita dapat mengantisipasi dengan jalan wira`i, yaitu dengan tidak memakan makanan yang belum jelas kehalalan dan keharamannya.