Hukum Memakan Daging Babi

Hukum Memakan Daging Babi

Beberapa hari lalu media daring dihebohkan dengan unggahan sebuah video wanita berhijab yang mengaku sedang menikmati daging babi.

Hukum Memakan Daging Babi
foto: pixabay

Beberapa hari lalu media daring dihebohkan dengan unggahan sebuah video wanita berhijab yang mengaku sedang menikmati daging babi. Akun bernama Arsy Hallawi juga menuding bahwa TKW yang bekerja di Hongkong, Taiwan, dan Singapura berbohong kalau mengaku tidak pernah makan daging babi.

Namun, karena sejumlah warganet menunjukkan amarah dan kecamannya. Arsy Hallawi mengunggah klarifikasi bahwa yang dimakannya adalah daging ayam. Dia meminta maaf atas segala kekhilafannya, utamanya telah menuduh para TKW di Singapura, Hongkong, dan Taiwan terbiasa makan babi.

Kebebasan berekspresi di dunia maya memang sering disalahgunakan. Melalui medsos orang-orang begitu mudah membuat status, unggahan video, dan lainnya tanpa berpikir panjang apa dampaknya kemudian. Sehingga bijak bermedsos merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi, demi terwujudnya kestabilan masyarakat.

Lalu, dalam konteks agama Islam bagaimana sebenarnya hukum memakan babi itu? Dalam masalah babi ini, Al-Qur’an secara qath’i telah memberikan penjelasan sebagai berikut:

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

 “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah, tetapi Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah: 173).

Ayat tersebut secara tegas menjelaskan tentang keharaman mengkonsumsi bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang tidak disembelih dengan menyebut nama Allah. Al-Qur’an menggunakan redaksi lahm al-khinzir (daging babi), sehingga menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Golongan pertama, merupakan pendapat jumhur fuqaha (mayoritas ahli fikih), bahwa kata lahm mencakup semua bagian tubuh babi. Baik berupa daging, tulang, darah, lemak, dan sebagainya. Kata lahm digunakan semata-mata untuk menunjukkan bahwa bagian yang paling banyak dikonsumsi adalah dagingnya. Dalam kaidah ushul fikih disebut ithlaq al-juz wa iradat al-kull (menyebut sebagian untuk menuju kesemuanya).

Pendapat kedua, dari Imam Daud Al-Dhahiri, bahwa yang diharamkan hanya daging babi. Sementara lemak yang dikandungnya tidak haram. Pendapat ini ditentang oleh mayoritas ulama, salah satunya Al-Zamakhsyari, bahwa yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah meliputi seluruh anggota tubuh babi.

Selanjutnya Allah Swt. menjelaskan alasan keharaman babi dalam ayat berikut:

    قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepada-Ku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi- karena Sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-An’am: 145)

Imam Fakhruddin Al-Razi mengatakan bahwa Allah mengharamkan makan daging babi karena najis. Ini menunjukkan bahwa najis merupakan ‘illat keharamannya. Maka dipahami semua najis haram dimakan. Hal ini dikarenakan barang najis adalah kotor dan jelek (khabaits).

Dalam ayat lain Allah menjelaskan:

يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A’raf: 157)

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa hakikatnya semua anggota babi itu najis, sehingga haram dimakan. Adapun secara ilmiah daging babi dianggap menghasilkan banyak cacing pita yang rawan menimbulkan berbagai penyakit. Seperti dilansir republika.co.id mengkonsumsi daging babi dapat meningkatkan resiko kanker pankreas.

Kiranya penjelasan tersebut jelas bahwa hukum memakan babi adalah haram, secara qath’i Al-Qur’an telah menerangkan. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya menjadi promotor untuk senantiasa menyebarkan informasi yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Mulai dari diri sendiri berusaha untuk selalu bijak bermedsos, menggunakannya untuk mendamaikan dan mencerahkan umat, bukan menimbulkan kegamangan dan kebingungan. Semoga. Wallahu a’lam.