Sebelum saya nulis tentang perjalanan saya di Negeri Gingseng ini, saya sudah googling dan tak menemukan tulisan yang representatif, sejauh kemudian saya temukan dalam klayaban selama dua minggu ini. Ada beberapa tulisan yang saya temukan ternyata sama sekali tidak menggambarkan kenyataan yang sesungguhnya.
Misalnya tulisan saperti ini, di Korea satu-satunya Masjid adalah Seoul Central Mosque, ini sama sekali salah, bahkan di Seoul pun ada banyak Masjid. Ya, banyak. Bahkan Masjid-masjid ini juga diakui secara resmi oleh konstitusi di negeri gingseng ini.
Untuk Seoul Central Mosque atau biasa disebut Masjid Raya Seoul ini sendiri dibangun di atas lahan seluas 4.870 meter persegi. Masjid sekaligus islamic center ini seumuran dengan sejarah Islam di Korea.
Masjid inilah sejauh ini menandai masuknya Islam ke Korea, dalam hal ini Korea Selatan. Tapi itu nanti akan saya ceritakan lain kali, pertama-tama (berarti akan ada yang kedua dan seterusnya), pengennya seh.
Oke, sekarang marilah kita bahas tentang Masjid-masjidnya orang Indonesia di negerinya para boyband ini. Menurut cerita, saat ini Masjid-masjid Indonesia di seluruh Korea berjumlah 50-an Masjid. Tak percaya? Saya sudah minta teman-teman saya yang mengisahkan hal ini menghitung, ternyata berhasil mencapai angka 48 Masjid-Musholla. Fantastis dunk.
Mereka para pemuda usia produktif yang sedang giat-giatnya cari uang, iya lah mereka ke luar negeri cari uang. Beberapa cari jodoh, meski tak kunjung dapat. Maka doakanlah mereka semoga segera dapat jodoh.
Sudah pun situasi mereka sulit (suka duka mereka akan saya beberkan si tulisan selanjutnya), mereka tetap tak lupa membangun rumah Allah. Meski sebenarnya mereka bisa saja numpang beribadah di Masjid-masjid milik orang asing lainnya di sana. Ya ada banyak orang asing di sini. Orang Indonesia saja jumlahnya lebih dari 40 ribu jiwa. Jumlah DPS sementara pertanggal 23 September 2018 sudah mencapai 22 ribu lebih. Ada Masjid-masjid milik Muslim India-Pakistan (dan Bangladesh juga), ada Masjid Uzbekistan dan lain-lain.
Oke, sekarang kita tanya, mengapa dan bagaimana mereka membuat Masjid-masjid sendiri? Kata mereka, awalnya tentu mereka bergabung di masjid-masjid yang sudah ada, tetapi seperti masih merasa asing, maka mereka pun berembug untuk membuat masjid sendiri.
Tapi itu baru satu sebab. Penyebab lainnya adalah kebiasaan khas Indonesia, ngumpul, ngobrol ngopi dan keinginan untuk bisa menjaga tradisi keruhanian seperti tahlilan dan yasinan, maka mereka pun berembuk membikin Masjid-masjidnya sendiri.
Ada yang cerita, saat mereka mengutarakan niatnya kepada senior mereka dalam permasjidan di Korea, maksudnya para pengurus dan jamaah masjid asal India-Pakistan dkk tadi, justru mereka mendapat ajakan untuk bersatu. Artinya mereka tidak direstui memekarkan diri.
Ya memekarkan diri, jangan memisahkan diri, ingat mereka banyak yang jomblo. Hehehe. Maka jadilah mereka tetap bergabung dengan seniornya, tetapi punya otonomi. Maksudnya dalam negosiasinya disepakati bahwa Madjid diperluas, artinya ditambah lokal di lantai atasnya untuk dikelola sendiri oleh jamaah Indonesia.
Jadi gini, masjid-masjid di sini adalah berupa bangunan flat-flat berjejer, mirip ruko-ruko di Indonesia. Jamaah menyewa satu lantai untuk dijadikan tempat ibadah. Perluasan artinya menyewa lantai atasnya lagi untuk dijadikan tempat ibadah juga.
Tapi dasar orang Indonesia demen banget sedekah, uang yang terkumpul justru cukup buat membeli flat/ruko tersebut. Maka jadilah ruko itu Masjid seluruhnya, artinya bangunan itu kini menjadi Masjid permanen dengan satu lantai dikelola secara otonomi oleh warga Indonesia. Mereka bisa menggunakannya secara bebas untuk acara-acara kerohanian Muslim Indonesia. (bersambung)