Tidak diragukan lagi bahwa patuh kepada orang tua adalah suatu kewajiban. Bahkan dalam Islam kedudukan orang tua sangat tinggi sekali dan sangat dimuliakan. Seringkali dikatakan “Surga di bawah telapak kaki ibu” atau “Ridha Allah terletak pada ridha orang tua”.
Namun permasalahannya, hubungan antara anak dan kedua orang tua tidak selalu membaik. Terkadang seorang anak berada dalam posisi dilematis antara mematuhi orang tua dan mengikuti kemauannya sendiri. Apalagi bila hal ini berkaitan dengan keyakinan. Misalkan, kedua orang tuanya masih non-muslim, sementara anaknya baru masuk Islam. Dalam beberapa kasus, orang tua meminta dan memaksa anaknya untuk keluar dari Islam. Sementara anaknya tetap teguh dengan keyakinanya.
Permasalahan ini pernah menimpa Sa’ad bin Abu Waqash, seorang sahabat Nabi. Dia termasuk orang yang sangat baik dengan ibunya. Namun hubungan keduanya retak setelah Sa’ad masuk Islam.
Ibunya berkata, “Wahai Sa’ad tinggalkanlah agama barumu itu. Kalau kamu tidak mau, aku tidak akan makan dan minum sampai aku mati. Sehingga nanti kamu akan dituduh pembunuh ibumu dan orang-orang akan memanggilmu, ‘Hai pembunuh ibunya’”.
Sa’ad meminta kepada ibunya untuk tidak berkata demikian dan melakukan hal itu karena dia tidak bisa meninggalkan agama barunya, apapun tantangannya.
Ternyata benar, ibu Sa’ad tidak makan dan minum beberapa hari. Sa’ad pun tetap teguh dengan keyakinan. Tiap hari dia selalu menjaga dan membujuk ibunya agar mau makan. Tapi ibunya tetap tidak mau sebelum Sa’ad meninggalkan agama barunya.
Akhirnya Sa’ad mengatakan, “Ketahuilah ibuku, andaikan kamu memiliki seribu nyawa dan hilang satu per satu, maka aku tidak akan meninggalkan agamaku selamanya. Kalau kamu mau makan silahkan, kalau tidak ya sudah”.
Karena melihat keteguhan Sa’ad dengan agama Islam, hati ibunya pun luluh dan dia mau makan. Setelah kejadian itu, turunlah ayat:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu mempersekutukan sesuatu dengan Aku yang tidak ada pengetahuanmu tentang Aku maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang baik…” [Luqman : 15]
Ayat ini menegaskan andaikan kedua orang tua memaksa anaknya untuk menyekutukan Allah, janganlah dipatuhi. Akan tetapi, anak harus tetap berbuat baik kepada kedua orang tua, meskipun mereka memaksa anaknya melanggar syariat. Perintah orang tua tidak boleh ditaati, tapi berbuat baik kepada keduanya harus tetap dilaksanakan.
Kisah ini disarikan dari Rawai’ul Bayan karya Syeikh Ali al-Shabuni