Lelaki itu bernama Tsumamah bin Itsal dan berasal dari Kabilah Al Yamamah. Ia pergi ke Madinah dengan tujuan hendak membunuh Rasulullah. Ia merasa bahwa Rasulullah telah mengacaukan dunia Arab dengan agama baru yang ia bawa. Ia pun mempersiapkan segala sesuatu, termasuk persenjataan yang akan digunakan membunuh.
Berita itu sampai ke telinga Umar bin Khattab. Ketika Tsumamah sampai ke gerbang kota, ia dijumpai oleh Umar bin Khattab. Ditanya baik-baik, tapi Tsumamah yang memang sudah diselimuti amarah mengajak Umar berkelahi. Perkelahian pun terjadi. Dan akhirnya, ia kalah. Tsumamah akhirnya diringkus oleh Umar.
Tsumamah kewalahan melawan Umar yang perkasa. Senjatanya dirampas dan tangannya diikat, lalu ia dibawa ke tempat Rasulullah.
Rasulullah pun segera keluar menemui orang yang bermaksud membunuhnya itu. Setibanya di tempat itu, beliau mengamati wajah Tsumamah baik-baik.
“Apakah ada di antara kalian yang sudah memberinya makan?” tanya Rasulullah berpaling kepada sahabat-sahabat yang berada di sekitarnya.
Sontak, hal itu membuat para sahabat kaget. Mereka saling pandang, termasuk Umar yang memandang Rasulullah, menyiratkan sebuah tanya.
Lalu, Umar pun memberanikan diri bertanya,”Ya Rasulullah, orang ini datang untuk membunuhmu, bukan ingin masuk ke agama kita. Makanan apa yang kaumaksud tersebut?”
Namun Rasulullah seakan tidak menghiraukan sanggahan Umar dan pandangan para sahabat lain yang keheranan. Bahkan, beliau berkata, “Segera ambilkan susu dari rumahku.”
Beliau pun menyuruh sahabat untuk melepas ikatan Tsumamah yang terkulai, lemah tidak berdaya itu. Umar pun bergegas mengambil minum. Tak lama, ia datang. Lalu diambillah gelas tersebut dan diberikan kepada Tsumamah.
“Ucapkanlah Laa ilaha illa-Llah (Tiada ilah selain Allah),” pinta Rasulullah dengan sopan.
Tsumaha memandangi Rasul. “Aku tidak akan mengucapkannya!” Ia pun menggeleng terus.
Para sahabat Rasul yang turut menyaksikan tentu saja menjadi geram. Tetapi Rasulullah malah menyuruh Tsumaha pergi. Tsumamah pun bangkit, lalu membelakangi Rasul. Berjalan. Setapak, dua tapak, tiga tapak. Lalu ia memalingkan muka kembali kepada Rasul.
Ia pun duduk, menghadapkan wajahnya ke tanah. Tak lama, ia kembali mendongakkan muka dan memandang wajah Rasulullah.
“Ya Rasulullah, aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muahammad Rasul Allah,” katanya.
Para Sahabat pun keheranan. Rasulullah hanya tersenyum dan menyuruhnya berdiri.
“Mengapa engkau tidak mengucapkan ketika aku memintamu?” Tanya Rasulullah.
“Maafkan hamba, Tuanku. Aku tidak mengucapkannya ketika masih belum kaubebaskan, hamba khawatir ada yang menganggapku masuk agamamu sebab aku takut. Aku tidak takut, tapi hatiku luluh. Setelah engkau bebaskan aku, aku ingin masuk Islam semata-mata karena Allah.”
Suara Takbir pun bersahutan.