Sebuah kisah datang dari kitab Anisul Mu’minin karya Syaikh Shafwak Sa’dallah al-Mukhtar, kisah ini bercerita tentang seorang pemuda yang begitu teguh menjaga wasiat dari sang ibu, hingga membuat tobat perampok. Dalam kitab itu kisah ini berjudul “al-Shidqu thariq al-Najah“, jujur pangkal selamat.
Alkisah, seorang pemuda berusia kira-kira dua belas tahun menempuh perjalanan dari kota asalnya Mekah menuju kota Baghdad. Tujuan dari pemuda ini tak lain untuk menuntut ilmu. Sebelum ia berangkat menuju Baghdad, ia meminta sang ibu untuk memberi wasiat kepadanya.
“Wahai ibu, berilah aku wasiat,” pinta si pemuda.
“Wahai anakku, aku tak akan memberi wasiat kepadamu, namun ada satu permintaanku. Berjanjialah kepadaku kau tak akan berbohong kepada siapapun” pesan sang ibu.
Si pemuda itu lantas mengiyakan permintaan sang ibu. Sang ibu memberikan 400 dirham kepada anaknya sebagai bekal perjalanan menuju tempat ia belajar, Baghdad. Berangkatlah pemuda itu menuju arah Baghdad, namun di tengah perjalanan menuju Bahgdad pemuda itu dihadang oleh sekawanan perampok. Diberhentikanlah pemuda itu.
“Wahai pemuda, apakah kau memiliki uang” todong sekawanan perampok itu.
Si pemuda yang ingat akan pesan ibunya lantas menjawab pertanyaan perampok itu dengan jujur tentang uang yang ada pada dirinya.
“Iya, aku memiliki uang sebanyak 400 dirham,” jawab si pemuda dengan polosnya.
Sekawanan perampok itupun lalu menertawakan si pemuda itu seraya berkata,
“Mana mungkin anak muda sepertimu punya uang sebanyak itu, sudah sudah pergilah kau anak muda,” ucap para perampok itu sambil menertawakan.
Berlalu lah si pemuda itu. Tak seberapa jauh ia berjalan, pemuda itu lantas dihadang kembali oleh seseorang. Seseorang itu tak lain adalah pemimpin para perampok yang menghadangnya tadi.
“Wahai pemuda, apakah kau memiliki uang,” todong pemimpin perampok itu.
Pemuda itu kembali terngiang oleh wasiat ibunya untuk tidak berbohong kepada siapapun.
“Iya, aku memiliki uang sebanyak 400 dirham,” jawab si pemuda dengan polosnya.
Namun berbeda dengan anak buahnya yang tak percaya kepada pemuda itu, pemimpin rampok itu justru percaya dan merampas uang 400 dirham dari si pemuda itu. Namun, pemimpin rampok itu terheran-heran kenapa pemuda itu jujur kalau memiliki uang 400 dirham. Si pemimpin rampok itu pun lantas memberanikan untuk bertanya.
“Kenapa kamu berkata jujur dengan uang yang kau punya, sedang kau tahu resiko akan kehilangan uang yang kau punya itu,” tanya si pemimpin rampok.
“Aku diberi wasiat oleh ibuku agar tidak berbohong kepada siapapun, dan kini aku sedang menjaga amanah wasiat itu,” jelas si pemuda.
Si pemimpin rampok itu terkejut dengan jawaban si pemuda. Kini hatinya mulai tak karuan melihat si pemuda yang begitu teguh memegang amanah dari ibunya. Kini pemimpin rampok itu ingat pada dirinya sendiri yang begitu mudah melanggar apa yang diamanahkan oleh Allah. Pemimpin rampok itu lalu mengembalikan uang si pemuda.
“Ambillah uangmu, kini aku berjanji untuk tobat kepada Allah. Aku tak akan bermaksiat lagi setelah ini,” ujar si pemimpin rampok sambil mengembalikan uang pemuda itu.
Singkat cerita, sore harinya, anak buah dari pemimpin rampok itu menemuinya untuk menyetorkan hasil rampokannya. Anak buahnya terheran mendapati pemimpinnya tersedu-sedu menangis dan menyesali segala perbuatannya selama ini.
“Wahai anak buahku, kini aku bertaubat. Aku akan menjalankan amanah perintah Allah sebagai hamba”, ucap pemimpin rampok itu sambil terus tersedu.
Mendengar ucapan sang pemimpin, anak buahnya lantas menimpali.
“Wahai tuanku, kalau engkau sudah bertaubat sedang kau adalah pemimpinku, maka kami akan ikut bertaubat kembali ke jalan Allah,” timpal kawanan perampok yang akhirnya tobat itu.
Akhirnya pemimpin dan kawanan perampok itu pun tobat, lantaran kepolosan, kejujuran, dan keteguhan pemuda tadi dalam memegang amanah dan wasiat. (AN)
Wallahu a’lam.