Merasa diri lebih benar dan lebih baik dibanding makhluk lain merupakan perasaan tercela di hadapan Allah dan manusia. Perasaan seperti ini adalah embrio dari sifat sombong, bahkan sudah disebut sombong itu sendiri. Tidak ada yang mengetahui siapa yang lebih baik di hadapan Allah kecuali Allah itu sendiri. Allah berfirman;
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“Maka janganlah kalian menyucikan diri kalian sendiri karena hanya Dialah yang paling tahu siapa yang bertakwa.”
Senada dengan ayat ini, Nabi Saw pernah mengingatkan para sahabatnya untuk tidak saling merasa diri paling benar dan baik. Peringatan ini penting agar para sahabat tersebut tidak merasa lebih baik karena sudah lebih dulu masuk Islam, lebih dekat dengan Nabi SAW, sering berinteraksi dengan Nabi SAW, dan lainnya. Semua itu tidak menjamin kemuliaan kecuali didasari ketakwaan kepada Allah. Nabi SAW bersabda;
لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ
“Janganlah kalian menyucikan diri kalian. Sesungguhnya Allah yang lebih tahu siapa yang lebih baik di antara kalian.”
Bahkan terhadap makluk lain pun tidak boleh merasa lebih baik. Nabi Daud harus menyesal dan bertobat kepada Allah karena sudah merendahkan dan merasa lebih berharga dibanding cacing tanah. Kisah penyesalan Nabi Daud ini ditulis oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Mukasyafatul Qulub berikut;
Suatu ketika Nabi Dawud duduk di tempat peribadahannya sambil membaca kitab Zabur, kemudian beliau kaget (heran) karena melihat seekor cacing berwarna merah di tanah. Maka Nabi Dawud pun berbisik dalam hatinya, “Apa maksudnya Allah menciptakan cacing tanah ini?.”
Dengan izin Allah, cacing ini pun bisa berbicara.
“Wahai Nabi Allah, ketahuilah bahwa pada siang hari Allah memberikan ilham kepadaku untuk berdzikir dalam sehari dengan membaca “Subhanallah walhamdulillahi wala ilaha illahu wallahu akbar’ sebanyak seribu kali”, tukas cacing tanah.
Ia melanjutkan, “Sedangkan pada malam hari Allah memberikan ilham kepadaku untuk bershalawat dengan membaca ‘Allahumma sholli ‘ala sayyidina muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallim’ sebanyak seribu kali.”
“Lalu apa yang kamu baca hingga aku bisa mengambil manfaat darimu?”, tanya kucing tanah pada Nabi Daud.
Sadar atas kesalahannya, Nabi Daud tidak menjawab pertanyaan cacing tanah. Dia hanya menyadari kekhilafannya dan menyesal telah menganggap rendah kepada seekor cacing tanah. Beliau kemudian merasa takut kepada Allah, bertaubat dan berserah diri kepada-Nya.