Dalam hadis riwayat al-Tirmidzi dikisahkan bahwa dahulu di masa Nabi SAW ada seorang calo budak bernama Martsad bin Abi Martsad. Kesehariannya adalah membawa budak dari Mekah ke Madinah. Ia memiliki teman, seorang wanita bernama ‘Anaq. ‘Anaq adalah wanita nakal di Mekah. Mereka berdua adalah teman dekat.
Suatu ketika, Martsad sudah berjanji kepada seorang budak di Mekah untuk membawanya. Martsad kemudian datang ke Mekah. Ketika ia sampai di salah satu tembok perbatasan kota Mekah di malam terang bulan, ‘Anaq datang dan mengetahui datangnya Martsad karena ada bayangan di tembok perbatasan.
Ia kemudian tahu kalau yang datang adalah Martsad. Ia pun memanggil: “Hai, Martsad!”, Martsad melihatnya lalu berkata, “Eh, Iya !”. ‘Anaq lalu berkata (sambil agak menggoda): “selamat datang, ayo”. Singkat cerita ‘Anaq bermalam di rumah Martsad. Martsad menolak godaan ‘Anaq lalu berkata, “Wahai ‘Anaq, Allah telah mengharamkan perzinahan.”
Esoknya, Martsad menemui Rasulullah SAW. Ia tidak ingin terus-terusan berhubungan gelap dengan wanita malam ini. Ia lalu berkata, “Nabi, saya mau menikah dengan ‘Anaq !” Rasulullah SAW terdiam dan belum menjawab pernyataan Martsad ini. Kemudian, turunlah kepada beliau ayat ini,
الزَّانِي لا يَنْكِحُ إِلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Pezina tidak menikah kecuali dengan pezina juga atau wanita musyrik. Dan wanita pezina tidak menikah kecuali dengan laki-laki perzina atau orang yang musyrik, dan wanita pezina diharamkan bagi orang-orang yang beriman (yang tidak pernah berzina).”
Setelah turun ayat ini, Rasulullah SAW berkata kepada kepada Martsad, “Martsad, pria pezina tidak menikah kecuali dengan perempuan pezina atau orang musyrik. Dan wanita pezina hanya untuk pria pezina atau orang musyrik. Sudah, jangan menikah dengan dia!”
Sebagai sebuah penyakit masyarakat, pelacuran pada waktu juga terjadi di masyarakat di zaman Nabi SAW. Nabi SAW secara bertahap melarangnya lewat aduan perseorangan hingga terciptalah sebuah nilai masyarakat (atau disebut syariat) bahwa perzinahan atau tidur dengan wanita tanpa lewat ikatan pernikahan haram hukumnya.
Riwayat lain yang menegaskan ini adalah ketika Rasulullah SAW memperingati Abdullah bin Mughaffal ketika mau “menawar” perempuan yang sebelum masuk Islam adalah perempuan nakal. Kisahnya terdapat dalam riwayat al-Hakim
Bahwa ada seorang perempuan yang di masa sebelum masuk Islam adalah pelacur. Abdullah bin Mughaffal lewat di hadapan perempuan itu, begitu juga wanita itu. Kemudian Abdullah bin Mughaffal mengulurkan tangannya ke perempuan itu (untuk menawarnya). Perempuan itu berkata tidak, sesungguhnya Allah telah menghapus kemusyrikan dan datang dengan agama Islam, Ibn Mughaffal pun meninggalkannya, tapi masih terus memandangnya sambil jalannya.
Sampai ia akhirnya menabrak tembok dan melukai wajahnya. Ia lalu bertemu Nabi SAW dan menceritakan kisahnya. Nabi lalu berkata, “Kamu itu hamba Allah yang dikehendaki jadi orang benar. Kalau Tuhan ingin hambanya jadi benar, ia akan mempercepat “azab” atas dosanya di dunia, sehingga dia bisa sempurna benarnya saat dibangkitkan di hari kiamat.”