Dalam kitab Maulid Syaraful Anam disebutkan sebuah kisah yang bersumber dari Syaikh Abdul Wahid bin Ismail. Beliau bercerita bahwa di Mesir ada seseorang yang setiap tahun mengadakan peringatan maulid Nabi SAW dengan megah dan meriah. Kebetulan dia memiliki tetangga sepasang suami dan istri yang beragama Yahudi.
Suatu saat, si istri bertanya kepada suaminya, “Mengapa, tetangga kita yang muslim itu, setiap bulan ini (Rabiul Awal) membelanjakan harta yang banyak?.”
“Itu adalah karena dia beranggapan bahwa di bulan inilah nabinya dilahirkan. Dia melakukan hal tersebut karena senang dengan nabinya dan memuliakan hari kelahirannya,” jawab suaminya.
Kedua suami istri tersebut diam dan kemudian keduanya tidur. Dalam tidurnya, istrinya bermimpi melihat seorang laki-laki yang begitu tampan dan agung, berwibawa dan sangat dimuliakan memasuki rumah tetangganya yang Muslim. Dan di kanan kiri laki-laki tersebut ada serombongan sahabatnya. Mereka mengormati dan mengagungkan laki-laki tersebut.
Perempuan itu (istri) kemudian bertanya pada pada salah seorang di antara anggota rombongan tersebut, “Siapa laki-laki yang tampan ini?.”
Orang yang ditanya tersebut menjelaskan bahwa laki-laki itu adalah Rasulullah SAW. Beliau masuk ke rumah ini untuk mengucapkan salam kepada penghuni rumah dan menemui mereka yang telah menunjukkan rasa suka-cita mereka atas kelahirannya.
Perempuan itu kemudian bertanya lagi, “Maukah laki-laki itu berbicara denganku apabila aku mengajaknya bicara?.”
“Sudah tentu beliau mau,” jawab orang yang ditanya.
Perempuan tersebut lantas mendekati Rasulullah SAW dan menyapanya, “Wahai Muhammad.” Rasulullah SAW pun menjawab, “labbaika (aku sambut panggilanmu).”
“Engkau menjawab orang sepertiku dengan talbiyah (labbaika) padahal aku bukan pengikut agamamu dan aku juga termasuk salah satu musuh-musuhmu,” tanya perempuan tersebut pada Rasulullah saw.
Rasulullah SAW kemudian berkata, “Demi Dzat Yang telah mengutusku dengan benar sebagai nabi, aku tidak menjawab panggilanmu sehingga aku mengerti bahwa Allah telah memberi hidayah atasmu.”
Perempuan itu berucap, “Sesungguhnya tuan memang benar seorang nabi yang mulia yang berpribadi agung. Celakalah orang yang menyelisihi perintahmu, dan merugilah orang yang tidak mengerti pangkatmu. Ulurkanlah tanganmu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Engkau adalah Rasulullah SAW.”
Dalam hatinya, perempuan tersebut berjanji kepada Allah dan berniat bahwa nanti besok pagi dia akan bersedekah dengan seluruh harta yang dia miliki dan melaksanakan jamuan untuk memperingati maulid Nabi SAW. Sekaligus sebagai bentuk rasa syukur atas keislamannya dan mimpinya malam itu.
Namun di luar dugaan, di waktu pagi dia melihat suaminya sudah sibuk untuk menyiapkan suatu perjamuan. Suaminya begitu semangat dan serius. Perempuan itu heran dengan apa yang dilakukan suaminya dan kemudian bertanya, “Mengapa kamu begitu semangat pagi ini?.
Suaminya menjawab, “Karena orang tadi malam yang kamu masuk Islam di hadapannya.”
Kemudian istrinya bertanya lagi, “Siapa yang telah membukakan rahasia ini dan memperlihatkannya kepadamu?,”
Suaminya menjawab, “Yaitu Nabi Muhammad, yang mana aku masuk Islam setelah kamu masuk Islam dihadapannya. Beliau adalah nabi yang ditrerima syafaatnya kelak untuk orang yang membaca shalawat dan salam atas beliau.”