Alkisah, ada satu orang Arab Badui yang memiliki kemuliaan dan memiliki keutamaan dari suatu daerah. Dia bercerita, “Selama tiga tahun, aku selalu berdoa kepada Allah memohon supaya dikaruniai anugerah bisa pergi menunaikan ibadah haji.” Sebagaimana diceritakan oleh Al-Qasim bin Muhammad yang terdapat dalam ‘Uyun al-Hikayat min Qashash ash-Shalihin wa Nawadir az-Zahidin karya Ibnul Jauzi.
Pada suatu malam, orang Arab Badui tersebut bermimpi didatatangi oleh Rasulullah Saw dan berkata, “Berangkatlah engkau untuk menunaikan ibadah haji tahun ini”. Lalu, sang badui terbangun dan teringat bahwa dirinya tidak punya bekal apapun untuk pergi menunaikan ibadah haji.
Pada mimpi di malam ketiga tersebut, sang badui pun menyampaikan hal itu kepada Rasulullah SAW. Lalu, beliau berkata; “Kamu punya bekal. Lihatlah tempat ini dan itu dari rumahmu, lalu galilah. Di dalamnya terdapat sebuah baju zirah milik kakek atau ayahmu.”
Setelah shalat subuh, orang Badui itu lantas menggali lokasi yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW dalam mimpi. Setelah beberapa saat menggali, dia menemukan sebuah baju zirah.
Baju zirah itu lantas dijual, dan laku dengan harga empat ratus dirham. Kemudian, ia pergi ke mirbad (pasar hewan) untuk membeli unta. Setelah itu, ia pun mempersiapkan berbagai hal seperti yang biasa dipersiapkan oleh orang yang ingin pergi haji pada umumnya. Tidak lupa, ia membuat janji dengan berbagai kawan untuk pergi bersama.
Singkat cerita, ia pun pergi untuk menunaikan haji. Setelah menyelasaikan semua manasik haji, ia lantas bersiap untuk pulang. Lalu, ia membawa untanya ke Abthah dan menembatkannya di sana. Kemudian, ia kembali ke Mekkah untuk melaksanakan Thawaf Wada’.
Selesai menunaikan Thawaf Wada’, sang badui lantas shalat di Hijr Ismail. Usai shalat, ia tidak kuasa menahan kantuk, hingga ia pun tertidur dan kembali bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW. Dalam mimpi itu, beliau Rasulullah berkata; “Wahai engkau, sesungguhnya Allah Swt telah menerima ibadah hajimu setelah ini, datang dan temui Umar bin Abdul Aziz, lalu sampaikan pesanku kepadanya; “Hai Umar, sesungguhnya engkau memiliki tiga nama di sisi kami, yaitu Umar bin Abdul Aziz, Amirul Mukminin, dan Abul Yatama. Perketatlah kontrol, dan pengawasanmu terhadap para pengelola urusan publik dan petugas penarik pajak.”
Ketika terbangun, sang badui bergegas menemui kawan-kawannya. ”Kalian pulanglah lebih dulu’‘ kata badui pada mereka. Ia pun mencari rombongan yang akan berangkat ke Syam.
Setelah itu, sang badui berangkat bersama mereka ke Syam. Setelah sampai di Damaskus, orang badui tersebut menanyakan di mana rumah Umar bin Abdul Aziz. Setelah tahu rumah Umar, ia lantas pergi ke rumahnya. Sesampainya di rumah Umar, ia menambatkan untanya dan menitipkannya kepada seseorang. Waktu itu, hari masih pagi menjelang siang. Di rumah itu, ia mendapati seseorang sedang duduk di pintu rumah dan berkata, ”Wahai Hamba Allah, tolong mintakan ijin kepada amirul mukminin bahwa saya ingin menghadap kepadanya.”
”Saya bukannya menghalangi engkau, tapi saya ingin beritahu engkau bahwa biasanya Amirul Mukminin sibuk dengan urusan rakyat hingga jam sekian dan sekian. Jadi, jika engkau mau sabar menunggu, maka itu bagus. Tapi jika tidak, maka silahkan saja masuk.” jawab orang itu.
Lalu sang badui pun akhirnya masuk. “Siapa engkau?” tanya Umar bin Abdul Aziz mendapati seorang Arab Badui di rumahnya. “Saya adalah orang yang diutus Rasulullah SAW untuk menemuimu,” jawab si Arab Badui.
Sang badui melihat waktu itu Umar memegang kedua sandalnya, dan sedang mengambil air. Ketika melihatnya, dia lantas berjalan ke salah satu sudut rumah meletakkan kedua sandalnya, kemudian duduk. Lalu, orang badui tersebut mengucapkan salam dan duduk. “Dari mana engkau”, tanya Umar. ”Saya dari Bashrah” jawab badui. ”Maksudku dari bani siapa” tanya Umar. ”Saya dari bani Fulan”, jawab Badui.
Lalu, Umar mulai menanyakan tentang keadaan berbagai barang komoditas di negeri orang Arab Badui itu, seperti gandum, selai, kismis, kurma, minyak samin, biji-bijian, benih, bumbu, dan rempah rempah serta yang lainnya.
Setelah puas menanyakan hal-hal tersebut, Umar lantas kembali ke pokok persoalan yang pertama, ”Apakah benar engkau datang dengan membawa sesuatu besar dan serius seperti yang engkau sampaikan di awal tadi?” tanya Umar. ”wahai Amirul Mukminin, saya tidak datang menemuimu melainkan dengan membawa apa yang saya lihat” jawab Badui
Lalu, badui mulai menceritakan kejadiannya mulai dari mimpinya bertemu Rasulullah SAW hingga kedatangannya ke Damaskus untuk menemuinya.
Mendengar cerita itu, terlihat bahwa Umar bin Abdul Azizz memahami dan meyakini betul hal itu. Dan berkata, ”Singgahlah dulu di sini, aku akan memberimu sesuatu.” Namun sang badui menolak dan berkata, “Tidak perlu, terima kasih.”
Lalu, Umar masuk ke dalam rumah. Tidak lama kemudian, dia keluar lagi sambil membawa kantong berisikan uang sebanyak empat puluh dinar.
”Hanya ini uang subsidi untuk rakyat yang tersisa padaku. Sebagiannya akan saya berikan kepadamu sebagai penghibur” kata Umar.
”Tidak, sungguh demi Allah, saya tidak akan mengambil imbalan apapun atas peyampaian pesan Rasul.” jawab badui.
Tampaknya, Umar bisa menerima alasan badui tersebut dan mempercayainya. Kemudian, sang badui pamit untuk pulang. Ketika badui ingin pulang, Umar menghampirinya, memeluknya dan mengantarnya sampai pintu rumah, sementara kedua matanya tampak basah oleh air mata.
Sang Arab Badui akhirnya kembali pulang ke Bashrah. Akan tetapi, setelah satu tahun berlalu, ia mendapatkan berita bahwa khalifah Umar bin Abdul Aziz meninggal dunia.
Hingga pada suatu hari, orang badui tersebut ikut bergabung dengan barisan pasukan perjuangan. Ketika di tanah Romawi, ia di sapa oleh penjaga pintu rumah khalifah Umar bin Abdil Aziz yang dulu pernah bertemu dengannya ketika akan menghadap kepada Umar. Ternyata orang tersebut masih mengenal dan ingat kepada orang badui yang menghampirina, sementara sang Arab Badui sendiri sudah lupa kepadanya.
Dia menghampiri orang Arab Badui itu dan menyapanya dengan mengucapkan salam. Dan bercerita; “tahukah engkau, bahwa sesungguhnya Allah membuat mimpimu itu benar-benar menjadi kenyataan. Waktu itu, Abdul Malik, putra khalifah Umar bin Abdul Aziz, jatuh sakit. Tiap malam, saya dan khalifah Umar bergantian menunggui dan menjaganya. Ketika tiba giliran saya untuk menunggui dan menjaga Abdul Malik, maka Umar bin Abdul Aziz memanfaatkan waktu yang ada untuk shalat. Dia masuk ke dalam ruangannya, lalu menutup dan menunaikan shalat. Sedangkan ketika tiba giliran Umar menunggui Abdul Malik, maka saya memanfaatkannya untuk tidur.”
Pada suatu malam, saya mendengar suara tangisan yang cukup keras. ”wahai Amirul Mukminin, apakah telah terjadi sesuatu pada Abdul Malik?” Tanya pengawal kepada khalifah Umar.
Akan tetapi, sepertinya dia tidak mempedulikan perkataanku tersebut. Beberapa lama setelah itu, kondisi khalifah Umar sudah mulai stabil, lalu membuka pintu, kemudian berkata kepadaku; ”Tahukah engkau, sesungguhnya Allah SWT membuat mimpi laki-laki dari Bashrah itu benar-benar menjadi kenyataan. Rasulullah SAW mendatangiku dan menyampaikan kata-kata seperti yang pernah disampaikan olehnya.”