Alkisah, pada masa kehidupan Nabi Musa Alaihissalam. Terdapat seseorang yang menjadi pelayan sekaligus murid Nabi Musa AS, dan belajar kepadanya. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya ‘Uyun al-Hikayat min Qashash ash-Shalihin wa Nawadir az-Zahidin.
Murid Nabi Musa As tersebut memintaa izin untuk pulang ke kampung halamannya selama beberapa waktu. Ia bilang akan kembali lagi pada suatu hari nanti. Nabi Musa AS pun mengizinkan orang tersebut untuk pulang ke kampung halamannya.
Sesampainya di kampung halaman, murid Nabi Musa tersebut mulai berceramah dan menyampaikan pelajaran-pelajaran yang pernah diterimanya ketika belajar kepada Nabi Musa AS. Dan setiap kali selesai berceramah, orang itu mendapatkan imbalan uang hingga ia pun akhirnya berhasil mengumpulkan banyak harta dari ceramahnya.
Karena lama tidak ada kabar tentang murid tersebut dan tak kunjung kembali, Nabi Musa pun mulai menanyakan kabar sang murid. Akan tetapi, tidak ada satu orang pun yang bisa memberikan jawaban terkait keadaan muridnya yang izin untuk pulang itu.
Hingga pada suatu hari, Nabi Musa AS sedang duduk-duduk di sebuah tempat. Tiba-tiba ada orang yang lewat di depannya sambil menggandeng seekor kelinci dengan seutas tali yang terikat di leher kelinci tersebut. Nabi Musa yang melihat orang tersebut lalu bertanya, “Wahai Hamba Allah, dari mana engkau?” “Saya datang dari kampung ini, wahai Nabi, dari kampung si Fulan.” Jawab orang tersebut.
Mendengar jawaban sang laki-laki, Nabi Musa kembali bertanya, “Jadi engkau kenal dengan si fulan itu?” tanya Nabi Musa. Si fulan yang dimaksud adalah murid Nabi Musa AS tadi.
Laki-laki tersebut kembali menjawab, “Betul. Dan kelinci yang saya gandeng ini adalah si fulan itu.”
Mendengar jawaban tersebut, Nabi Musa terkejut lalu berdoa kepada Allah Swt, “Ya Tuhanku. Kembalikanlah dia pada wujud aslinya, supaya saya bisa bertanya kepadanya tentang apa yang telah dia perbuat hingga menjadi seperti itu.”
Karena kejadian tersebut, Allah SWT lalu berkata kepada Nabi Musa AS, “Seandainya semua Nabi mulai dari Adam sampai Muhammad juga meminta kepadaKu hal yang sama seperti yang engkau minta supaya aku kembali mengubah orang itu ke wujud aslinya seperti semula, tentu Aku tidak akan melakukannya. Aku melakukan hal itu kepadanya karena dia menggunakan agama untuk mencari dunia.”
Allah SWT sangat membenci orang-orang yang menggunakan agama hanya untuk mencari kesuksesan di dunia semata. Karena tujuan agama bukan mencari kesuksesan dunia semata, tetapi juga akhirat. Namun di era sekarang, justru banyak sekali orang yang menggunakan agama untuk mencari kesuksesan dan memperkaya dunia. Mulai dari dakwah yang ditarif sekian juta, menjadi imam shalat pun pasang tarif. Padahal memperjuangkan agama Allah Swt adalah sebuah kewajiban, dan jaminannya jelas kemuliaan di sisi Allah Swt.
Akan tetapi, banyak manusia sekarang menjadikan agama sebagai sumber penghasilan untuk memperkaya urusan dunia. Bukan menjadikan agama untuk bekal hidup di dunia dan akhirat kelak. Sudah selayaknya kita segera bertaubat dari hal-hal yang menjadikan agama untuk kepentingan dunia semata, baik itu untuk kepentingan politik ataupun yang lainnya.
Agama adalah sesuatu yang sangat sakral, tidak selayaknya dijadikan alat untuk kepentingan dunia yang sifatnya sesaat dan tidak kekal. Apalagi menjadikan agama sebagai alat untuk meligitimasi kelompok sendiri dengan tujuan mencari keuntungan di dunia.
Sungguh, orang-orang yang mencari dunia dengan agama akan mendapat balasan dari Allah SWT. Sebagaimana yang terjadi pada murid Nabi Musa AS yang diazab menjadi kelinci, karena mencari dunia dengan menggunakan agama.