Ini ceritanya pada zaman dahulu, pada zaman kerajaaan-kerjaan islam. Tidak ada ceritanya iri dan dengki bisa membuahkan maslahat. Sebaliknya, perilaku tersebut justru menyulut kemadlaratan.
Sebuah kerajaan besar dipimpin seorang Raja yang sangat adil dan bijaksana. Rakyat hidup makmur dan sejahtera gemah ripah loh jinawi. Baginda Raja mempunyai Penasihat senior yang sudah banyak makan garam ihwal mengelola negara, sampai-sampai beberapa menteri lainnya jarang dimintai pendapat menyoal keberlangsungan pemerintahan.
“Alhamdulillah, negara kita aman, makmur dan sejahtera,” ujar Menteri Pembangunan kepada raja.
“Betul, tidak ada tempat paling nyaman kecuali tanah air yang kita tempati memberikan keberkahan” tambah Menteri Perdagangan.
Semua menteri bersyukur dan bangga atas kinerja Baginda Raja beserta segenap elemen pemerintahan kecuali satu orang, Menteri Pendidikan.
“Agar bisa jadi orang yang berpengaruh dan mengakar kuat di mata maasyarakat, saya harus menjadi raja, rencana itu dapat berjalan mulus ketika jabatan Penasehat kerajaan saya emban terlebih dahulu”, kata Menteri Pendidikan dalam hati.
Untuk menggapai keinginannya, rencana licik dijalankan. Ia memfitnah Penasehat dengan berita hoax, Penasehat raja diisukan menyimpan dendam pribadi. Hal tersebut ia sampaikan langsung kepada Baginda Raja.
“Baginda, diam-diam Penasehat ingin mengkudeta tahta yang engkau duduki, besok Baginda akan lihat sendiri betapa sombongnya dia. Hamba yakin dia tidak mau bertatap muka dan berbicara dengan Baginda,” kata Menteri Pendidikan.
“Kok bisa begitu?”Jawab Baginda Raja.
Diam-diam, Penasehat mengumbar berita bahwa tubuh Baginda mengeluarkan bau busuk , penyakit aneh ini bisa menular lewat mulut ketika si penderita ngobrol tatap muka dengan lawan bicaranya.
Baginda Raja manggut-manggut mengiyakan. “Kalau begitu, akan kubuktikan sendiri benar-tidaknya laporan tersebut, jika memang terbukti , maka algojo akan mengeksekusinya dengan hukuman pancung,” ucap Raja dalam hati.
“Prajurit! panggil Penasehat, ada tugas yang ingin aku sampaikan kepadanya!” perintah raja.
“Siap Baginda,” jawab prajurit dengan tegas.
Prajurit utusan telah sampai di kediaman Penasehat dan menyampaikan perintah dari Baginda. Setelah utusan raja kembali, Penasehat bersiap-siap menuju istana.
Di tengah perjalanan, ia dicegat oleh Menteri Pendidikan sambil berkata: “Ayo mampir ke rumah, lagi ada hajatan, istriku masak banyak makanan”. Tak mungkin menolak, ia mampir lalu menyantap hidangan dengan lahap.
Begitu selesai, Penasehat sadar bahwa aneka macam hidangan disajikan dengan bumbu yang menimbulkan bau tak sedap di mulut. Ia berpikir keras jangan sampai tercium oleh Baginda ketika sampai di istana.
Apa yang dikatakan oleh Menteri Pendidikan terbukti valid. Begitu berdekatan dengan Baginda ia berusaha agar tidak terlalu berdekatan juga menghindar untuk bertatapan langsung.
Pembahasan yang sebenarnya harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan detail harus terkendala sebab tingkah si Penasehat.
Baginda raja muntab, tapi ia pandai menyembunyikan amarahnya sambil menulis selembar surat yang berisi hukuman pancung bagi yang membawanya lalu menyerahkan kepada Penasehat.
“Bawa dan antarkan surat ini ke alamat yang dituju”, perintah Baginda kepada Penasehat dengan menyodorkan map.
“Siap Baginda,” ucap Penasehat. Bergegas ia pergi ke alamat yang sesuai dengan kop surat.
Sesampainya di tengah jalan ia berpapasan lagi dengan Menteri Pendidikan. “Mampus kau, tak lama lagi pesaing terberatku akan lenyap,” ucapnya dalam hati.
“Kelihatannya buru-buru, memangnya apa perintah Baginda Raja?” tanya Menteri Pendidikan.
“Baginda menyuruhku mengantarkan ini,” jawab penasihat sambil tersenyum riang.
Sebenarnya Menteri Pendidikan bingung, namun ia pandai menyembunyikan ekspresi mimik mukanya.
“Gimana Baginda ini, bukannya dihukum, pesaingku malah diberi hadiah, aku tidak bisa tinggal diam, tugas ini akan kuambil” ucap Menteri Pendidikan dalam hati.
Tanpa pikir panjang, Ia merebut map dari tangan Penasehat. “Biar saya antar, nampaknya engkau keletihan, izinkan aku membantu meringankan tugasmu”, ucap Menteri Pendidikan.
Merasa capek dan letih. Penasehat tidak menolak, malah berterima kasih banyak. Ia bergegas pulang lalu istirahat.
Setelah sampai di alamat yang dituju, terjadilah apa yang harus terjadi. Segera algojo memancung si pembawa surat setelah membaca isinya.
Menteri Pendidikan mati konyol dalam pancungan. Esok harinya berita eksekusi menyebar luas. Raja sangat kaget. Bertepatan dengan itu, Penasehat masuk ke istana untuk melaporkan apa yang terjadi.
“Loh, kau masih hidup,” tanya Raja
“Ada apa Raja, apa kesalahan yang hamba lakukan sehingga Baginda ingin menghukum hamba?”
Kemudian Raja menceritakan kronologi dari awal sampai ia menulis surat perintah eksekusi. Penasehat terperanjat kaget, kemudian ia menambahkan, alasan kenapa tempo hari ketika bertatap muka dengan Baginda raja, ia bertingkah aneh.
“Mungkin ini ganjaran kepada orang yang punya sifat iri dan dengki sampai tega memfitnah teman sendiri, “Nauudzubillahi min dzalik“, lanjut Baginda Raja.
Kisah ini diceritakan oleh Kiai Patkur Rahman saat ngaji rutin kitab Nashoihul Ibad di Masjid Jami’ Baiturrahman DS.Tulungagung – Kec.Baureno – Kab.Bojonegoro.