Malam yang dingin tak menyurutkan semangat seorang pemuda Quraisy mengayunkan kakinya. Ia tak ingin berhenti berjalan. Amanah yang ia bawa cukup besar. Amanah dari sang utusan, Rasulullah SAW.
Pemuda itu adalah Ali bin Abi Thalib RA, sahabat sekaligus sepupu Rasulullah SAW. Amanah yang ia bawa adalah menyampaikan pesan dari Rasulullah SAW kepada para sahabat. Ia telah berjalan selama tiga hari tiga malam. Di akhir perjalanannya ia tertatih-tatih sambil mengusung tongkat.
Di sisi lain, Rasulullah SAW telah menantinya kembali. Rasul berharap, ia kembali dengan selamat. Selamatnya Ali adalah menjadi bukti bahwa pesan dan amanah Rasul tersebut telah disampaikan dengan baik kepada para sahabat.
Maklum saja, perjalanan yang dilakukan Ali adalah perjalanan yang sangat beresiko. Ali harus mengendap-endap, bersembunyi di siang hari, dan melanjutkan perjalanannya saat malam tiba.
Tiba-tiba, ada salah satu sahabat yang menyampaikan kabar bahwa Ali telah kembali dengan selamat. Mendengar kabar baik itu, Rasul tak sabar untuk memeluk dan melihat kondisi Ali secara langsung.
“Mana Ali, suruh ia menghadapku,” ujar Rasulullah kepada seorang sahabat.
“Wahai Rasul, ia sedang sakit. Kakinya bengkak karena ia terlalu sering berjalan,” jawab seorang sahabat.
Rasul pun langsung mendatangi Ali. Seketika Rasul melihat kondisi Ali yang cukup memprihatinkan, ia terbaring di lantai, kakinya bengkak dan pecah-pecah. Rasul pun menangis menyaksikan sahabat dan sepupu tercintanya itu terbaring sakit.
Rasul pun memeluknya erat. Rasul kemudian meludah di telapak tangannya, dan mengusapkannya ke telapak kaki Ali yang bengkak dan pecah-pecah. Seketika Ali tak merasakan sakit. Sakitnya sembuh setelah Rasulullah mengusapkan telapak tangannya yang telah diludahinya.
Itulah berkah Rasul. Hal ini menjadi salah satu argumen kebolehan mengais berkah dari orang yang saleh.
Wallahu A’lam.
Disarikan dari kitab al-Kamil karya Ibnu Katsir