Menjelang akhir Bulan Rajab seperti ini, beberapa pesantren punya adat menggelar ‘kajian khusus’ berupa pengajian tentang kisah Isra’ Mi’raj. Biasanya pengajian ini dilakukan beberapa hari menjelang peringatan Isra’ Mi’raj. Dan akan dikhatamkan pada malam Isra’ Mi’rajnya. Diantara Kitab yang sering dikaji dalam pengajian Rajab adalah kitab Dardir Mi’raj. Sebuah Kitab karangan Ulama Azhar Yakni Imam Abu al-Barakat Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ahmad al-Adawiy al-Malikiy al-Khalwatiy (w. 1127 H/1715 M(.
Semua yang pernah mengenyam pendidikan pesantren, tentu tak akan asing dengan nama Syekh Ahmad Dardir dan kitabnya itu.
Kitab Dardir tersebut merupakan kitab Syarah atau penjelas dari Kitab Qisshotul Mi’roj Karya Imam Najmuddin al-Ghoithy (w: 984 H) keduanya merupakan ulama Mesir dan berdedikasi penuh terhadap khazanah keislaman. Keduanya sangat berjasa mengenalkan Peristiwa Isra’ Mi’raj di kalangan warga Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan hampir semua pesantren pasti mengajarkan Kitab Dardir mi’roj Itu.
Selain Kitab Dardir Mi’raj pembahasan mengenai Isra’ Mi’raj banyak sekali ditemukan di Kitab-kitab induk sejarah Islam seperti Sirah Ibnu Hisyam dan lain-lain. Namun, semuanya masih belum secara spesifik dan khusus membahas isra’ mi’raj. Masih bercampur dengan aspek sejarah lainnya.
Baru kemudian, setelah dirasa pembahasan tentang rihlah mulia ini kurang ada pembahasan secara spesifik. Para ulama kemudian menyusun sebuah kitab yang khusus berbicara tentang Isra’ Mi’raj. Hal ini mengingat kedudukan peristiwa Isra’ Mi’raj dalam sejarah dakwah nabi merupakan peristiwa yang sangat penting. Dari peristiwa itu lahirlah sebuah perintah ibadah yang sampai saat ini dijalankan oleh kaum muslimin.
Di antara para ulama yang berinisiatif menyusun kitab tentang isra’ Mi’raj adalah Abi Ishaq Ibrahim bin Ali an-Nu’mani al-Mishry (391 H) yang menyusun kitab berjudul al-Siraj al-Wahhaj fi haqoiqil Mi’roj. Kemudian satu abad setelahnya inisiatif tersebut diteruskan oleh Imam Abul Qosim Abdul Karim al-Qusyairi (465 H) yang sangat terkenal dengan Kitab Risalah Qusyairiyahnya. Beliau menulis sebuah risalah kecil yang berisi tentang Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Ulama di ujung timur Maroko pun seakan tak mau kalah. Seorang sejarawan kondang Abil Hasan Ali al-Lakhmi tampil membawa sebuah risalah Mi’raj.
Namun, dari sekian kitab tersebut semuanya masih sebatas risalah kecil yang berisi kompilasi hadis-hadis isra’ Mi’raj. Belum ada kajian mendalam mengenai hal tersebut. Baru pada abad kesepuluh Hijriyyah Imam Suyuthi melahirkan sebuah karya berjudul Ayatul Kubro fi Syarh Qisshotil Mi’raj. Beliau menghadrikan sebuah kitab Isra’ Mi’raj yang komperherensif. Beliau merangkai kejadian isra’ Mi’raj itu dalam 4 bab berurutan. Karya Imam suyuthi ini menjadi semacam pemantik bagi kitab semacam ini setelahnya. Terbukti setelah kehadiran Ayatul Kubro muncul dua karya induk tentang Isra’ Mi’raj yang menjadi refrensi penting kaum muslimin.
Kedua karya itu merupakan dua karya ulama Mesir yang sangat alim. Pertama adalah seorang pakar hadits Mesir Syamsuddin Muhammad bin Yusuf bin Ali As-Syami dan yang kedua adalah juga seorang pakar hadis mesir Najmuddin Muhammad bin Ahmad al-Ghaity. Mereka berdua mencetuskan kitab yang masing-masing berjudul al-Ayat Al-Adzimah al-Bahirah fi Mi’raji Sayyid Ahli dunya wal-Akhirah dan al-Ibtihaj fil Kalami ala Isra’ wa Mi’raj.
Baca juga: Selain Isra’ Mi’raj, Ini Peristiwa Bersejarah yang Terjadi di Bulan Rajab
Dari kedua kitab ini bisa dilihat perkembangan kajian Isra’ Mi’raj yang semakin Kritis. Al-hafidz As-Syami dalam kitabnya berani memasukkan kritik atas beberapa hadits maudhu’ atau palsu yang disandarkan pada kejadian isra’ Mi’raj ini. Bahkan beliau membuat bab khusus akan hal itu. Tidak hanya itu setiap bagian sepsifik dalam peristiwa-peristiwa Isra’ Mi’raj beliau kelompokkan khusus dalam satu bab. Tercatat dalam Kitabnya tersebut terdapat 17 bab. Bahkan Syekh Yusuf an-nabhani mensifati kitab beliau secara khusus dalam Kitabnya Jawahirul Bihar:
“Saya tidak melihat dalam kitab-kitab yang menerangkan Isra’ Mi’raj yang pembahasanya lebih kompleks dan lebih bermanfaat selain karangan al-hafidz As-Syami. Adapaun Ulama-ulama setelahnya seperti Imam al-Ghoity dan al-Ajhury mereka banyak mengambil dari kitab ini”
Adapun Imam al-Ghaithy lewat kitabnya al-Ibtihaj fil Kalami ala Isra’ wa Mi’raj juga mendapat peran penting, sebab karya beliau ini di kemudian hari diberi komentar oleh Syekh ad-Dardir yang sampai saat ini dikaji di hampir seluruh pesantren di Indonesia.
Setelah memasuki abad 11 H, perkembangan kitab isra’ Mi’raj terus berlanjut. Bahkan bisa dibilang sangat pesat. Karena setelah itu kuantitas karya yang mengkaji tentang isra’ Mi’raj mengalami peningkatan tajam. Sayyid Muhammad bin Alawi al-maliki dalam Muqoddimah Kitab Anwarul Bahiyyah min Isra’ wa Mi’raji Khoiril Bariyyah pernah mengumpulkan dan mengompilasi kitab-kitab yang berbicara tentang Isra’ Mi’raj hingga mencapai jumlah 41 judul, itupun belum menghitung yang tidak terjangkau oleh beliau.
Perkembangan itu tentu diwarnai dengan perkembangan metodologi penyusunan. Para ulama kontemporer menyajikan ulang Kisah Isra’ Mi’raj dengan berbagai cara. Ada yang menyusun Kitab sebagaimana kitab Madaih atau pujian sebagaimana yang dilakukan oleh Sayyid Ja’far bin Abdul Karim al-barzanji dalam kitab beliau yang berjudul Tajul Wahhaj fi Qisshotil Mi’raj. Beliau menyajikan Isra’ mi’raj dengan kemasan pujian yang kaya akan nuansa sastra agar benar-benar bisa diresapi oleh para pembacanya. Pemisah antar babnya pun beliau samakan dengan Maulid atau madaih. Dimana beliau menambahkan
ضوع اللهم معهده الشميم بنشر غوال من صلاة وتسليم اللهم صل وسلم وبارك عليه
Diantara ulama yang menyusun Kitab isra’ Mi’raj dengan metode seperti ini adalah al-habib Abu Bakar al-Adniy al-Masyhur Yaman yang menyusun kitab Al-Muzn At-Tsujaj Fi Sirdi Qishhotil Mi’raj.
Metode lain yang dipakai ulama kontemporer adalah menyaijkannya dalam bentuk tanya jawab. Sebagaimana yang dipraktekkan oleh Syekh Mutawalli as-Sya’rawi dalam kitab beliau Isra’ Mi’raj. Selain yang telah disebut diatas masih banyak sebenarnya yang bisa kita ulas. Dan tentunya tak akan cukup jika diulas disini.
Dengan begitu banyaknya karangan ulama mengenai kisah Isra’ Mi’raj, menunjukkan betapa perhatian umat Islam akan sejarah Nabi Muhammad sangat lah tinggi. Sudah selayaknya bagi kita umat Nabi Muhammad untuk terus mengkaji dan mempelajari teladan-teladan dan nilai yang telah Rasulullah ajarkan lewat peristiwa Isra’ Mi’raj yang agung ini. Mumpung masih Bulan Rajab. (AN)