Al-Mubarrid (ahli sastra Arab) berkata: “Khalifah al-Mansyur membangun sebuah panti asuhan untuk menampung orang-orang buta, anak yatim, pengangguran, serta orang-orang tua jompo dan janda. Janda tua yang tidak terurus. Dan diangkatlah seorang direktur untuk mengelola panti itu.
Pada suatu hari datanglah seorang laki-laki pemalas dengan membawa seorang anak laki-lakinya. Dia berkata: “Tuan Direktur, sudilah tuan mencatat namaku sebagai penganggur agar bisa ditampung dalam panti ini.”
Direktur itu menjawab: “Tidakkah Anda tahu bahwa yang dimaksud penganggur di sini adalah janda-janda tua? Mana mungkin aku mencatat nama Anda bersama mereka padahal Anda adalah laki-laki!”
Laki-laki pemalas itu berkata lagi: “Kalau begitu, catatlah namaku dalam golongan orang-orang buta!”
Direktur itu menjawab: “Kalau yang ini memang betul, sekalipun Anda bisa melihat, karena Allah berfirman: Yang sesungguhnya tidaklah mereka itu buta mata, tetapi buta mata hati yang berada di dada.”
Si Pemalas itu berkata lagi: “Dan anakku ini juga catatlah dengan golongan anak-anak yatim.”
Direktur itu menjawab pula: “Ya, ini pun betul, karena siapa pun anak yang berayahkan Anda adalah yatim.””
Sumber: Butir-butir Hikmah, hal47-48, LKis-Jogjakarta