Imam as-Suyuthi pernah merasakan pengalaman melipat bumi bersama gurunya. Jarak yang ditempuh dari Mesir ke Mekkah pun hanya tujuh langkah.
Dalam khazanah keilmuan Islam, sesuatu yang bentuknya khoriq al’-aadah (diluar nalar keumuman manusia) adalah diperbolehkan dalam konteks keistimewaan yang diberikan Allah kepada seseorang. Karena sifatnya adalah pemberian, keanehan bisa saja terjadi kepada siapapun. Keanehan yang terjadi pada Nabi dinamakan mukjizat, pada wali karamah, pada musuh Islam istidraj dan pada orang awam dinamakan ma’unah.
Banyak sekali kisah karamah para wali yang sudah ditulis khususnya ulama yang bergelut dengan masalah tasawuf. Pada dasarnya karamah adalah keistimewaan yang diberikan oleh Allah dan sifatnya adalah fadl atau keutamaan yang tidak diberikan kepada kebanyakan manusia.
Bentuk karamah wali bermacam-macam, biasanya menyesuaikan dengan kejadian yang menyertainya untuk menunjukkan kebenaran ajaran yang dianut. Sesuatu yang terjadi pada nabi juga bisa terjadi pada wali, dan karomah wali bisa saja terjadi dan disaksikan oleh nabi, seperti yang terjadi pada Sayyidah Maryam yang diabadikan dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 37 tentang hidangan yang diberikan kepada sayyidah Maryam dari langit yang ditanyakan Nabi Zakariya.
Baca juga: Berkunjung ke Masjid Lautze yang Bercorak Tionghoa, Simbol Toleransi di Kota Bandung
Bentuk keanehan yang diluar nalar logika awam dalam konteks kejadiannya, adakalanya berkaitan dengan pengakuan seperti kenabian, kewalian atau bahkan sihir dan adakalanya tidak berkaitan dengan pengakuan. Salah satu bentuk karamah adalah thayyul ardli, ahlul khutwah, atau ashabul khutwah, dalam istilah nusantara lebih dikenal melipat bumi yaitu kemampuan untuk memangkas jarak yang jauh dan ditempuh dalam dalam beberapa langkah atau cuma dalam kedipan mata.
Imam as-Suyuthi yang bernama asli Abdurrahman ibn Kamaluddin Abu Bakar ibn Muhammad Sabiq Khidr merupakan ulama yang hidup pada abad ke-9 hijriah. Kehidupan beliau banyak dihabiskan di Kairo mesir. Pencarian ilmu beliau lakukan sampai ke Hijaz, Syam, Yaman, India dan Maroko, dan ini juga yang menempa beliau sampai menjadi ulama yang masyhur. Karangan beliau disebutkan dalam Tarikh Misr mencapai 600 buku dan buku beliau yang sangat fenomenal adalah tafsir jalalain yang merupakan kolaborasi dengan Imam Jalaluddin al-Mahalli. Beliau dimakamkan di Kairo di komplek pemakaman yang diberi nama maqobir sayyidi jalal sebagai penghormatan kepada beliau.
Perjalanan Imam Suyuthi dimulai ketika beliau berkunjung ke Syeikh Abdullah Al-Juyushi pada waktu qoilulah. Secara mengejutkan, Syeikh Abdullah Al-Juyushi menawarkan kepada Imam Suyuthi untuk shalat ashar di masjidil haram, tetapi dengan syarat peristiwa harus disimpan sampai beliau meninggal.
Syeikh Abdullah al-Juyushi meminta Imam Suyuthi untuk memejamkan mata, lalu Syeikh Abdullah al-Juyushi memegang tangan Imam suyuthi sambil berjalan sebanyak 27 langkah. Seketika itu kedua orang ini sudah berada di pintu makam Ma’la. Syeikh Abdullah Al-Juyushi mengajak Imam Suyuthi untuk berziarah ke makam Sayyidah Khadijah dan beberapa sahabat yang dimakamkan di Ma’la.
Baca juga: Kepada Sayyidina Umar, Rindu Berat Ini Kami Alamatkan
Setelah berziarah, Syeikh Abdullah Al-Juyushi dan Imam Suyuthi tawaf qudum, minum air zam-zam dan berdzikir di belakang maqom Ibrahim sambil menunggu shalat ashar. Keanehan terjadi ketika banyak orang-orang Mesir yang melakukan umroh tidak mengenali kedua ulama ini, padahal kedua ulama ini sangat masyhur di Mesir. Setelah shalat Ashar, Syeikh Abdullah al-Juyushi menawarkan kepada Imam Suyuthi untuk tinggal di Mekkah sampai musim haji datang atau ikut pulang. Tetapi Imam Suyuthi lebih memilih untuk pulang.
Perjalanan pulang dengan melipat bumi pun dimulai dari pintu kuburan Ma’la, dengan meminta Imam Suyuthi untuk memejamkan mata dan ditarik sambil berjalan 7 langkah. Ketika mata Imam Suyuthi terbuka, keduanya sudah berada di dekat desanya Syeikh Abdullah Al-Juyushi. (AN)
Wallahu a’lam.
Kisah ini disarikan dari kitab Al-Gadhier fi al-Kitab was Sunnah wal Adab