Alkisah, pada masa dahulu ada sebuah pohon besar yang dikeramatkan dan disembah oleh banyak orang. Di sisi yang lain, ada orang yang terusik dengan hal tersebut. Orang yang terusik tersebut kemudian mempunyai niat untuk menebang pohon yang dikeramatkan. Lantas, dia pun datang dengan perasaan marah karena Allah swt. dan hendak menebang pohon tersebut.
Akan tetapi iblis yang mengetahui hal tidak tinggal diam dan membiarkan orang itu melakukannya. Untuk menghalangi supaya orang itu tidak menebang pohon tersebut, iblis pun menemuinya namun dengan menjelma dalam wujud manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam Uyun al-Hikayat min Qashosh ash-Sholihin wa Nawadir az-Zahidin karya Ibnul Jauzi, iblis yang menjelma menjadi manusia bertanya kepada orang tersebut, “Apa yang ingin engkau lakukan?”
Lantas orang tersebut menjawab, “Saya ingin menebang pohon yang dikeramatkan dan disembah oleh orang-orang.”
Iblis lalu menimpali jawaban orang tersebut, “Jadi engkau tidak ikut-ikutan memuja pohon ini. Lantas, apa ruginya buat engkau jika ada orang yang menyembah dan memuja-muja pohon ini?”
Dengan tegas, orang itu menimpali perkataan iblis, “Sungguh, saya akan tetap menebangnya!”
Iblis kemudian mengeluarkan bujuk rayunya. Kepada orang tersebut, dia berkata, “Begini saja, saya akan memberimu sesuatu yang lebih baik, asalkan engkau tidak menebang pohon ini. Saya akan memberimu uang dua dinar setiap hari. Engkau akan mendapati uang dua dinar itu di bawah bantalmu setiap pagi.”
Karena tertarik, orang itu pun bertanya, “Siapa yang memberi dan menjamin hal itu?”
Mendapat pertanyaan dari orang tersebut, Iblis lalu menjawab, “Saya!”
Mendapat jawaban yang begitu meyakinkan, orang tersebut akhirnya kembali pulang dan membatalkan niatnya untuk menebang pohon yang dikeramatkan.
Ketika datang waktu pagi, ternyata dia mendapati uang dua dinar di dekat bantalnya. Dia pun begitu bahagia. Namun, pada pagi hari berikutnya, dia tidak lagi mendapati uang dinar di dekat bantalnya. Dia pun marah dan segera bergegas pergi untuk menebang pohon yang dikeramatkan tersebut.
Lantas, iblis kembali menemuinya dengan menjelma dalam wujud manusia yang sama seperti yang pertama kali dia temui.
Kepada orang tersebut, iblis kembali bertanya, “Apa yang akan engkau lakukan?”
Orang itu pun menjawab, “Saya ingin menebang pohon yang dikeramatkan dan disembah-sembah ini!”
Mendengar jawaban tersebut, iblis pun berkata, “Tidak bisa! Engkau tidak bisa melakukan hal itu.”
Ternyata orang tersebut tetap bersikeras ingin menebang pohon tersebut. Lalu, iblis pun membanting orang itu dan mencekiknya hingga hampir mati.
Iblis lalu berkata kepadanya, “Tahukah engkau siapa saya? Saya adalah iblis. Pada kali pertama, engkau datang untuk menebang pohon ini, engkau melakukannya karena Allah, sehingga waktu itu saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyakitimu. Lalu, saya mengiming-ngimingimu uang dua dinar dan engkau pun menerimanya dan mengurungkan niatmu menebang pohon ini. Ketika engkau tidak lagi mendapati uang dua dinar tersebut, lantas engkau datang untuk menebang pohon ini, tapi tidak lagi karena Allah, namun karena uang dua dinar, sehingga kali ini saya bisa mengalahkanmu.”
Niat baik bisa berubah menjadi buruk saat manusia mulai tergoda oleh bujuk rayu iblis dan menuruti hawa nafsunya. Termasuk hawa nafsu untuk menebang pohon-pohon besar, kemudian dirubah menjadi pundi-pundi uang untuk menambah kekayaan.
Padahal di balik lestarinya pohon-pohon besar yang ada di bumi, ada makhluk lain yang bergantung dari kelestarian pohon tersebut. Entah itu makhluk yang bisa dilihat mata maupun yang tidak bisa dilihat mata. Jika sebuah pohon dapat menimbulkan sebuah kekufuran berupa menyembah selain Allah swt, bukan berarti harus menebangnya. Tetapi ada cara lain, yaitu dengan memberikan sebuah pengetahuan agama yang benar kepada orang-orang yang menyembah dan mengkeramatkannya.
Namun, jika pohon-pohon besar tersebut membahayakan banyak orang dan memang harus ditebang. Maka, harus ada penggantinya. Bukan menebangnya begitu saja hanya untuk diambil keuntungannya semata. Sebab, hal tersebut bukanlah untuk menjaga agama namun lebih menuruti hawa nafsu belaka. Yaitu ingin menebang pohon supaya mendapatkan keuntungan yang terlihat mata, namun tidak memperhatikan dampak buruknya.