
Pada suatu hari, beberapa Pendeta Hindu protes pada Sunan Kudus (Syaikh Ja’far Shodiq). Para Pendeta Hindu itu protes karena setiap hari raya Kurban atau Idul Adha, umat Islam selalu menyembelih Sapi.
Padahal, bagi umat Hindu, Sapi adalah binatang suci yang tidak boleh disembelih dan dimakan karena mempunyai keterkaitan dengan Dewa Krisna.
Mendengar protes dari para pendeta Hindu itu, Sunan Kudus tidak marah-marah atau mengkafir-kafirkan.
Sunan Kudus memilih untuk meluluskan permintaan para pendeta itu.
Sunan Kudus mengakomodasi permintaan para pendeta Hindu dengan cara menambatkan Sapi di depan Masjid Menara Kudus . Kemudian, berbondong-bondonglah orang melihat apa yang dilakukan oleh Sunan Kudus. Di depan orang banyak, Sunan Kudus bertutur :
“Suatu ketika, saat masih kecil, aku pernah sangat kehausan sampai hampir mati. Tiba-tiba ada seekor Sapi yang menolong dengan memberi air susu kepadaku. Oleh karena itu, sejak hari ini aku melarang penyembelihan Sapi”
Sejak saat itu, setiap acara keagamaan seperti aqiqah atau Idul Adha yang disembelih adalah Kambing dan Kerbau, bukan Sapi.
Bahkan, ritual tidak menyembelih Sapi ini masih tetap terjaga sampai sekarang di Kota Kudus, meskipun sebagian besar masyarakat Kudus sudah beragama Islam.
Dari Sunan Kudus kita belajar – sekali lagi – bahwa harmoni dalam beragama telah hadir di Indonesia cukup lama. Relasi antar agama tidak saling menegasikan tetapi saling menghormati dan empati.