Alkisah, suatu ketika Dzun Nun al-Mishri sedang berjalan di atas pegunungan Antiokhia, tanpa diduga Dzun Nun bertemu dengan seorang perempuan yang terlihat gila. Perempuan tersebut memakai jubah dari kain wol, seperti yang dijelaskan dalam kitab Hilyatul Auliya’ wa Thabaqat al-Asfiya’ karya Abu Nu’aim al-Asfahani. Dzun Nun al-Mishri kemudian memberikan salam kepada wanita tersebut. Sang wanitapun menjawab salamnya, lalu berkata kepada Dzun Nun, “Bukankah engkau Dzun Nun al-Mishri?”
Mendengar perkataan tersebut, Dzun Nun pun kaget dan berkata, “Semoga Allah mensejahterakanmu. Bagaimana engkau bisa mengenaliku?” perempuan itu lalu menjawab, “Allah Swt telah membuka tirai antara diriku dan hatimu, sehingga aku mengenalmu melalui jalinan komunikasi ma’rifah cinta kepada sang Kekasih (Allah).”
Setelah wanita tersebut menjelaskan kepada Dzun Nun al-Mishri, ia berkata, “Aku ingin bertanya kepadamu tentang satu masalah.”
“Tanyakanlah.”, kata Dzun Nun al-Mishri kepada si perempuan.
Perempuan tersebut kemudian bertanya, “Apa itu dermawan?” Dzun Nun lalu menjawab, “Mengeluarkan harta dan memberi.” Mendengar jawaban Dzun Nun, wanita tersebut langsung berkata, “Ini kan kedermawanan di dunia , lantas apa itu kedermawanan dalam agama?” Dzun Nun lalu menjawab, “Bersegera menuju ketaatan kepada Allah.”
Perempuan tersebut pun kembali berkata, “Kalau begitu, jika engkau sudah bersegera menjalankan ketaatan kepada Allah Swt, apakah engkau mengharapkan kebaikan balasan dari-Nya?” Dzun Nun pun menjawab, “Iya. (Aku berharap) Satu dibalas sepuluh.”
Perempuan tersebut lalu menasihati Dzun Nun, “Mintalah agar ketentuan ini (minta balasan) dihapus dalam agama. Ini ketentuan yang buruk dalam agama. Bersegera menuju ketaatan kepada Allah itu adalah bahwa Allah mengetahui isi hatimu, sedangkan engkau tidak mengharapkan sesuatu pahala sebagai balasan atas sesuatu ketaatan.
Wahai Dzun Nun! Aku ingin bersumpah atas nama-Nya untuk meraih syahwat kesenangan sejak dua puluh tahun silam, tapi aku malu kepada-Nya. Karena aku takut menjadi seperti pekerja bayaran yang tak tahu diri, yang jika bekerja sedikit sudah menuntut upah. Akan tetapi, aku hanya ingin beramal karena keWibawaan dan keAgungan-Nya,” Setelah berkata seperti itu, perempuan tersebut lalu pergi meninggalkan Dzun Nun.
Manusia beribadah kepada Allah Swt selalu mengharap imbalan, bahkan tak jarang beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah Swt saat ada butuhnya saja. Sehingga manusia sering mengharapkan imbalan atas ibadah yang dilakukannya. Padahal Allah Swt adalah pemberi rahmat kepada seluruh alam yang tidak terhitung jumlahnya. Namun, manusia sering tidak sadar diri dan tidak bersyukur dengan pemberian dari Allah Swt, sehingga seringkali merasa kurang. Kealpaan manusia ini mengakibatkan di setiap ibadah yang dilakukan, selalu mengharap-harap balasan.
Oleh karena itu, hendaknya manusia menjauhi sikap bergantung pada amal yang kita lakukan seperti sedekah, puasa dan lain sebagainya. Hendaklah, sedikit demi sedikit, kita menggantungkan keyakinan kita hanya kepada cinta, anugerah, dan ridha Allah Swt. Sebab amalan yang kita lakukan, belum tentu menjamin kita terlepas dari siksa neraka.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim;
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ »قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لاَ ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Artinya: “Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat . Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.”
Hadis di atas menunjukkan sesungguhnya amal bukanlah sesuatu yang akan memberikan garansi kepada kita semua untuk masuk ke dalam surga. Karena surga akan diberikan kepada meraka yang diridhai dan dikehendaki oleh Allah Swt. Itulah kenapa di setiap selesai melakukan shalat, kita biasa dianjurkan untuk membaca doa:
اَلَّلهُمَّ إِنَّا نَسْئَلُكَ رِضَاكَ وَ اْلجَنَّةَ
Artinya: “Ya Allah ! Aku meminta ridho dan surgamu.
Jika kita selalu berharap dan bergantung pada rahmat Allah Swt, maka kita tidak akan mudah terjebak menggantungkan harapan kita kepada amal, entah itu yang besar maupun kecil. Sebaliknya, jangan sampai gara-gara amal kita tidak memberi garansi mendapatkan surga-Nya nanti, kita menjadi tidak mau beramal.
Peringatan agar tidak selalu bergantung pada amal adalah supaya kita tidak menjadi sombong atas amal perbuatan, juga agar selalu berharap kepada Allah Swt semara. Karena di dunia ini hati seorang hamba selalu diuji, sejauh mana ia menggantungkan diri kepada rahmat Allah Swt.