Utang merupakan kewajiban yang harus dibayarkan kepada pemilik haknya. Saking pentingnya, apabila meninggal, ruh seorang mukmin akan tertahan hingga utangnya dilunasi. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak masyarakat yang terpaksa berutang kepada orang yang memiliki harta lebih agar dapat memenuhi kebutuhannya.
Namun tahukah kalian bahwa Rasulullah SAW pun pernah berutang? Dalam hadis riwayat Ibnu Majah, Abu Said al-Khudri menceritakan kisah Rasulullah Saw dengan seorang Arab Badui.
Suatu ketika, Rasulullah SAW pernah berutang kepada seorang Arab badui. Maka datanglah orang badui tersebut di kemudian hari, ia meminta Rasulullah SAW melunasi utangnya. Namun Rasulullah Saw belum memiliki apapun untuk melunasinya.
Meski demikian, Arab badui itu terus saja memaksa hingga Rasulullah SAW merasa sulit, Arab badui itu bahkan berkata “Aku akan menekanmu hingga engkau membayar utangmu kepadaku”. Para sahabat yang berada di dekat Rasulullah SAW terkejut dengan sikap sang Arab Badui.
Mereka pun menegurnya seraya berkata “Celaka kamu, tidak tahukah siapa yang kamu ajak bicara?”
Arab badui itu tak mempedulikan teguran para sahabat. “Aku hanya menuntut hakku”, jawabnya.
Lalu bagaimanakah dengan Rasulullah SAW?
Siapa sangka, tak ada raut marah sedikit pun, beliau justru berkata kepada para sahabatnya “Hendaklah kalian membantu pemilik hak ini hingga ia mendapatkan haknya”. Akhirnya Rasulullah SAW mengutus seseorang untuk mendatangi Khaulah binti Qais, istri pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib. Beliau memberi pesan “Jika engkau mempunyai kurma, maka pinjamilah kami. Kami akan menggantinya apabila kurma kami telah datang”.
Maka, berangkatlah utusan menuju kediaman Khaulah. Khaulah berkata “Ya, demi bapakku, untukmu wahai Rasulullah”. Khaulah pun meminjami Rasulullah SAW kurma, hingga beliau Saw mampu melunasi utangnya pada Arab badui tersebut dan memberinya makan.
Sang badui menerima kurma itu seraya berkata “Engkau telah menepati pembayarannya, semoga Allah SWT akan mencukupkanmu”, ucapnya.
Melihat perlakuan sang badui, Rasulullah SAW sama sekali tidak marah karena telah direndahkan. Padahal beliau memiliki kuasa dan kedudukan tinggi. Beliau justru memuji Arab badui tersebut seraya bersabda “Mereka itulah sebaik-baiknya umat, tidaklah suatu kaum akan dibersihkan dari dosa hingga orang yang lemah dari mereka dapat mengambil haknya tanpa ada rasa takut”.
Kisah di atas menunjukkan kesederhanaan Rasulullah SAW. Padahal jika beliau mau, Allah SWT akan melimpahkan begitu banyak harta kepadanya. Bahkan Malaikat Jibril pun pernah menawarkan agar bukit Shafa dijadikan emas untuknya. Namun, Rasulullah SAW menolaknya dan memilih hidup dalam kesederhanaan, beliau lebih mencintai akhirat daripada dunia yang fana.
Padahal apabila beliau mau, para sahabat pun pasti akan bersedia memberikan harta mereka untuk Rasulullah SAW. Namun beliau tak meminta-minta, beliau justru meminjam dan akan menggantinya.
Begitulah potret kerendahan hati dan kesabaran Rasulullah SAW. Meskipun beliau adalah pemimpin umat Islam sekaligus pemimpin negara, beliau tak berlaku semena-mena kepada orang lain. Rasulullah Saw mengajarkan bahwa siapapun berhak mendapatkan haknya, tanpa melihat apakah dia orang yang berkedudukan atau tidak.
Di masa kini, banyak sekali orang yang berkuasa dan berharta yang berlaku tak adil kepada orang yang lemah dan miskin. Padahal suatu kaum akan dibersihkan dari dosa-dosa apabila orang yang lemah dapat mengambil haknya tanpa ada rasa takut.
Semoga kita senantiasa dapat meniru sosok luar biasa Rasulullah SAW. Sang panutan hingga akhir zaman.