Alkisah, suatu sore Abu Hazim sedang berada di sebuah lembah. Dari kejauhan, dia melihat ada dua tenda yang terbuat dari bahan bulu. Lantas, dia mendekati dua tenda tersebut. Kemudian, dia menghentikan hewan tunggangannya di halaman tenda tersebut. Lalu mengucapkan salam. Lantas, ada dua perempuan yang keluar untuk menemuinya, satu masih muda dan satu sudah tua.
Kepada mereka berdua, Abu Hazim bertanya, “Apakah saya bisa mendapatkan makan malam atau tempat singgah untuk bermalam?”
Salah satu dari perempuan tersebut lalu menjawab, “Tidak, Demi Allah, kami tidak punya apa-apa untuk makan malam. Di lembah ini, kami tidak memiliki harta apa-apa, tidak pula kambing, unta, dan tidak pula keledai.”
Abu Hazim lalu kembali bertanya, “lantas, dengan apa kalian berdua bisa hidup?”
Kedua perempuan itu pun menjawab, “Dengan Allah, orang-orang saleh dan jalan.”
Malam pun tiba dan suasana berubah semakin sunyi. Tiba-tiba, Abu Hazim mendengar suara ringkikan keledai. Dia terus mendengar suara ringkikan keledai tersebut sepanjag malam hingga Subuh tiba. Dia pun tidak bisa tidur sepanjang malam. Lalu dia pergi keluar mencari arah sumber suara ringkikan keledai tersebut. Ternyata, suara ringkikan keledai tersebut berasal dari sebuah kuburan. Di kuburan itu, dia melihat seekor keledai terkubur tanah hingga bagian atas kedua matanya, sementara telinga dan bagian atas punggungnya masih terlihat dan tidak tertutupi oleh tanah.
Melihat hal tersebut, Abu Hazim pun merinding dan ketakutan. Dia kemudian pergi menemui kedua perempuan yang ditemui sebelumnya. Kepada mereka berdua, Abu Hazim berkata, “Tolong beritahu saya tentang keledai yang terkubur di kuburan itu.”
Salah seorang perempuan itu pun menimpali perkataan Abu Hazim, “Kamu tidak akan rugi jika tidak menanyakan hal itu kepada kami.”
Seraya memohon sebab penasaran, Abu Hazim berkata kepada mereka, “Saya mohon, kalian berdua bersedia bercerita kepadaku tentang keledai itu.”
Perempuan yang masih muda lantas berkata, “Keledai itu, sungguh demi Allah, aslinya adalah suamiku dan putra dari ibu ini. Demi Allah, dia lah yang suara ringkikannya engkau dengar sepanjang malam tadi. Selama ini, saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih durhaka kepada ibunya kecuali suamiku itu. Setiap kali ibunya ini menegurnya, dia selalu berkata, ‘Pergi sana, meringkiklah seperti keledai.”
Saat diperlakukan seperti itu, ibu suamiku lalu berkata, “Semoga Allah mengubahmu menjadi keledai. Kemudian, suamiku itu meninggal dunia. Lalu, kami menguburkannya di tempat yang engkau lihat itu. Demi Allah, sungguh dia lah yang telah membawa kami ke lembah ini dan menjadikan kami tinggal di sini.”
Jika seorang hamba dihadapkan dengan pilihan antara surga dan neraka, tentu akan memilih surga. Dan salah satu pintu untuk menuju ke surga adalah dengan berbakti kepada orang tua. Sebab, orang tua adalah pintu surga yang paling baik. Akan tetapi, masih ada yang menyia-nyiakannya sebagaimana kisah di atas, yaitu seorang anak yang durhaka kepada ibunya. Oleh sebab itulah berbaktilah kepada orang tua, terutama kepada ibu kita yang telah mengandung kita dan merawat kita dengan penuh kasih sayang. Berbaktilah kepada mereka dan buatlah mereka bahagia.
Jangan pernah menjadi anak yang lupa kepada orang tua dan durhaka kepada orang tua. Sering-seringlah mendoakan, dan memberi kabar jika kita jauh darinya. Dan selalu kirim doa kepada mereka dan ziarahi makamnya, jika mereka telah meninggal dunia. Sebab, kebahagiaan orang tua adalah saat melihat anak-anaknya bahagia. Dan jalan menuju hidup yang bahagia adalah dengan berbakti kepada orang tua, bukan dengan menumpuk harta tetapi durhaka kepada orang tua.