Ahmad bin Hanbal adalah salah satu ulama besar Islam sekaligus pendiri Mazhab Hanbali yang eksistensinya ada sampai saat ini. Beliau sendiri mempunyai banyak kisah dalam perjalanan hidupnya dan salah satu kisahnya adalah kisah ketika sedang mencari ilmu.
Sebagaimana dijelaskan oleh Abu al-Yummi al-Ulaimi al-Hanbali lewat karyanya yaitu al-Minhajul Ahmad. Suatu ketika pada tahun 197 H dengan ditemani Yahya bin Ma’in Imam Ahmad pergi ke Shan’a Yaman untuk menemui Abdurrazaq.
Dalam perjalanan tersebut, Yahya dan Ahmad bin Hanbal yang ingin menemui Abdurrazzaq di Yaman menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah haji. Ketika dia sedang thawaf, dia melihat Abdurrazzaq sedang thawaf. Yahya kemudian mengucapkan salam kepada Abdurrazzaq sambil berkata, “ini adalah Ahmad bin Hanbal, saudaramu.”
Mendengar ucapan tersebut, Abdurrazzaq kemudian berkata, “Semoga Allah menjaganya dan meneguhkannya. Semua kebaikannya telah sampai kepada kami.”
Dan Yahya bin Ma’in kemudian berkata kepada Ahmad bin Hanbal, “Allah telah menyingkat perjalanan kita, menghemat biaya kita, dan mengistirahatkan dari perjalanan satu bulan.”
Mendengar ucapan Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hanbal lalu berkata, “Saat di Baghdad, aku berniat untuk mendengar hadis dari Abdurrazzaq di Shan’a. Demi Allah, aku tidak akan mengubah niatku.”
Mereka akhirnya berangkat ke Shan’a untuk menemui kembali Abdurrazzaq. Namun di tengah jalan, bekal yang dibawa beliau habis. Abdurrazzaq yang melihat hal tersebut kemudian menawarkan uang dirham dalam jumlah besar, namun beliau tidak mau menerimanya.
Ketika beliau menolak pemberian dirham dari Abdurrazzaq, Abdurrazzaq pun menyuruh supaya pemberiannya dianggap sebagai hutang. Namun, beliau tetap menolak.
Hingga pada akhirnya teman-teman seperjalanan Ahmad bin Hanbal menawarkan bekal yang dipunyainya, tetapi tawaran tersebut tetap ditolak. Mereka pun penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Ahmad bin Hanbal ketika bekalnya habis.
Akhirnya, Yahya bin Ma’in dan teman-temannya mengintip Ahmad bin Hanbal. Dan ternyata, beliau membuat tali kolor kemudian menjualnya untuk digunakan berbuka puasa.
Sesampainya di Yaman, beliau juga pernah menggadaikan bejana tembaga kepada penjual kelontong dengan sepengetahuan Sulaiman bin Dawud asy-Syaidzakuni. Dan menggunakan hasil penggadaian tersebut untuk keperluan sehari-hari ketika di Yaman.
Dan ketika Ahmad bin Hanbal datang ke penjual kelontong untuk menebusnya, penjual kelontong tersebut ternyata mengeluarkan dua bejana dan berkata kepadanya, “yang mana punyamu. Ambillah.”
Mendengar perkataan penjual kelontong seperti itu, Ahmad bin Hanbal lalu berkata, “Aku tidak bisa membedakannya. Ambillah bejanaku berikut tebusannya.”
Sulaiman bin Dawud asy-Syaidzakuni yang mengetahui kejadian tersebut kemudian berkata kepada penjual kelontong, “kamu telah mengeluarkan dua bejana kepada seorang ahli wara’, sementara kedua bejana tersebut sangat mirip”
Mendengar ucapan Sulaiman, penjual kelontong pun berkata, “Demi Allah, inilah bejananya. Aku hanya ingin mengujinya.”
Imam Ahmad bin Hanbal adalah sosok yang wara’ dan selalu menghindari perkara-perkara yang menimbulkan syubhat. Termasuk ketika beliau sedang mencari ilmu. Sehingga beliau pernah jualan tali kolor, menggadaikan sandalnya dan barang-barang dipunyainya hanya untuk bertahan hidup ketika sedang mencari ilmu.
Apa yang dilakukan oleh Ahmad bin Hanbal adalah sebuah bukti bahwa usaha tidak akan menghianati hasil yang didapat, termasuk dalam berlelah-lelah untuk terus belajar dan mencari ilmu.