Alkisah pada zaman Bani Israil terdapat seorang ahli ibadah yang sangat terkenal dengan kesalehannya. Namanya sudah tidak asing lagi di kota ia tinggal. Sampai suatu ketika ada dua orang kakak beradik ingin berangkat berjihad bersama.
Kakak beradik laki-laki itu hidup sebatang kara. Orang tua mereka telah tiada. Mereka pun juga harus menanggung beban salah seorang adik perempuannya. Saat itu panggilan perang datang. Kakak beradik itu akhirnya saling mengajukan diri untuk berperang.
“Kamu dirumah saja, dik, menjaga adik perempuan,” Kata kakak paling tua.
“Enggak kak biar saya saja yang ikut berjihad,” Jawab adik laki-laki.
“Kakak saja,“ tentu kakaknya ingin agar adiknya tetap hidup.
“Aku saja kak,” jawab adik. Ia juga menyayangi kakaknya. Lebih baik ia saja yang mati terbunuh.
Kedua kakak beradik ini saling berebut. Mereka berlomba-lomba ingin mendapatkan keutamaan berjihad. Sampai hasil akhirnya keduanya berangkat berjihad bersama-sama. Mereka memutuskan menitipkan adik perempuannya kepada seorang ahli ibadah yang terkenal di kotanya.
Sang abid (ahli ibadah) begitu berhati-hati dari fitnah nisa’ (perempuan). Ia memberikan kamar yang cukup jauh kepada perempuan yang dititipkan kepadanya. Ia pun tidak pernah menengoknya, takut terjerumus dosa.
Setiap hari ia hanya mengantar makanan dan menaruhnya di depan kamar, satu patah kata pun tidak keluar dari mulutnya. Nah, pada saat ini lah setan mulai membisikinya, “Masak kamu tiap hari cuman diem aja? Dia pasti kasian, sekali-kali coba disapa!“
Pada hari berikutnya setelah mengantarkan makanan si abid selalu menyapa perempuan yang dititipkannya.
Setelah lama berjalan, setan membisiki lagi, “Masak cuma disapa, sekali-kali kamu coba temenin ngobrol,“ sekarang usai mengantarkan makanan, abid selalu menyempatkan waktunya untuk mengobrol dengan perempuan.
Setan membisiki lagi, “Coba kalau ngobrol jangan ditutupi satir (pembatas).“ Awalnya abid selalu mengobrol dibelakang sater. Tapi setelah dibisiki setan, ia sekarang sudah berani berbicara langsung dengan sang perempuan.
Hari berikutnya setan membisiki lagi, “Kamu kan sudah lama bertemu dengan dia, masak belum pernah memasuki kamarnya?“ Sang abid sekarang selalu menemani makan sambil mengobrol di dalam kamar perempuan. Sampai akhirnya terjadilah perzinaan. Dan perempuan tadi hamil.
Tampaknya setan belum mau berhenti, “Apakah kamu lupa dengan kedua kakak laki-laki perempuan itu? kalau mereka tau pasti akan membunuhmu! “ Si abid akhirnya membunuh sang perempuan dan menguburnya agar tidak diketahui kedua kakaknya.
Berbulan-bulan berlalu, kedua saudara laki-laki yang dahulu menitipkan adik perempuannya kepada abid akhirnya datang. Namun mereka harus menelan kekecewaan, kata sang abid adik mereka sudah meninggal karena suatu penyakit.
Sampai di kemudian hari kedua saudara laki-laki tersebut bermimpi yang sama. Dalam mimpinya adik mereka meninggal bukan karena penyakit, namun karena dibunuh.
Pagi harinya mereka bergegas mendatangi kuburan seperti dalam mimpi. Membongkarnya. Alangkah terperanjatnya! Adik perempuan mereka ternyata bunting, dan di lehernya ada bekas tusukan. Itu menandakan adiknya telah dihamili kemudian dibunuh.
Mereka berdua bergegas mendatangi rumah ahli ibadah. Ingin membunuhnya.
Setan belum habis juga idenya, “Hai, kamu ahli ibadah bersujudlah kepadaku, kau akan selamat dari ancaman pembunuhan kedua saudara laki-laki perempuan yang kamu bunuh!“ Sang abid bersujud kepada setan. Saat itu juga, dua saudara laki-laki perempuan datang dengan menghunuskan pedang, membunuh abid. Akhirnya si abid mati dalam keadaan kufur.
Strategi setan sangat halus. Mereka membisiki manusia agar terjerumus kepada kemaksiatan dengan cara bertahap. Mencari celah yang paling mungkin. Setan secara tidak langsung mengajak orang untuk berzian, namun ia membisiki dengan maksiat-maksiat yang kecil dahulu, baru kemudian ia berzina, membunuh dan kufur kepada Allah.
Itu adalah seorang abid yang terkenal dengan kesalihannya. Lalu bagaimana dengan kita yang ilmu dan ibadahnya masih minim?