Di kalangan santri Indonesia, nama Kiai Sahal Mahfudh bukan nama yang asing. Terlebih di kalangan warga Nahdlatul Ulama. Al Maghfurlah sosok bernama lengkap Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh ini adalah pengasuh Pesantren Maslakul Huda di daerah Kajen, Kabupaten Pati.
Kiai Sahal adalah produk orisinil asli pesantren. Secara keilmuan, selain berguru dengan para ulama di daerah Kajen dan sekitarnya, Kiai Sahal juga nyantri di Kediri, kemudian ke Sarang, dan kepada Syaikh Muhammad Yasin Al Fadani yang ketika itu berada di Mekkah.
Kiprah intelektual Kiai Sahal diakui dalam forum-forum Bahtsul Masail, berikut artikel-artikel yang ditulisnya di media massa lokal maupun nasional, memberikan perspektif segar fikih sebagai solusi umat. Dari berbagai kajian dan keterlibatan dengan masyarakat, satu produk pemikiran Kiai Sahal yang hingga kini terus dikaji adalah corak bermazhab yang metodologis, yang dikenal sebagai Fikih Sosial.
Meski Kiai Sahal adalah produk pesantren tulen, beliau tidak menutup diri dan santri-santrinya mempelajari ilmu-ilmu modern. Selain itu, melalui rancangan pemahaman fikih, ia mendorong masyarakat Kajen dan sekitarnya untuk berdaya secara ekonomi.
Sebagaimana disebutkan di awal, Kiai Sahal Mahfudh memiliki sanad keilmuan kepada Syeikh Muhammad Yasin Al Fadani. Ada beberapa kitab yang disebutkan diijazahkan oleh Syeikh Yasin kepada Kiai Sahal. Dengan demikian, keilmuan hadis Kiai Sahal memiliki otoritas secara sanad.
Dalam bidang hadis, Kiai Sahal menulis satu kitab tentang hadis-hadis musalsal yang diterimanya dari Syeikh Yasin Al Fadani. Menurut Ulin Nuha, salah satu santri Kiai Sahal di Pati sebagaimana dicatat dalam riset ilmiahnya, beliau juga mengijazahkan hadis itu kepada para santri.
Satu karya penting untuk menggambarkan kepakaran hadis Kiai Sahal adalah suatu telaah kritis atas hadis-hadis dalam kitab Al Bayan Al Mulamma’ fi Alfazhil Luma’ syarah dari kitab ushul fikih Al Luma’ karya Imam Asy Syairozi. Dalam kitab ushul fikih, selain kitab tersebut, Kiai Sahal juga menyusun syarah Thariqatul Hushul ‘ala Ghayatul Wushul. Di dalam kedua kitab ini tampak bagaimana kepakaran Kiai Sahal dalam bidang hadis.
Dalam riset berjudul Al Iththila’ ‘ala Ahaditsil Bayan Al Mulamma’ fi Alfazhil Luma’, disebutkan bahwa kitab syarah Al Luma’ tersebut merupakan kumpulan pengajian yang didiktekan kepada para murid di Madrasah Mathaliul Falah Kajen. Karya tersebut usai pada kurun tahun 1997.
Al Luma’ sebagai sebuah karya dalam ushul fikih, dikomentari Kiai Sahal terkait keterangan-keterangan yang dirasa sulit. Hal ini baik dengan menyertakan ayat Al Quran dan hadis yang relevan, atau keterangan ilmu-ilmu lainnya.
Sebagaimana dicatat Ulin Nuha, periset hadis kitab Al Bayan Al Mulamma’ fi Alfazhil Luma’, Kiai Sahal kerap tidak menyertakan hadis langsung dari sumber primer. Beliau lebih menggunakan hadis-hadis yang disebutkan dalam kitab-kitab fikih. Kendati begitu, komentar atas hadis-hadis tersebut disarikan dari berbagai kitab fikih, khususnya yang diijazahkan oleh Syeikh Yasin Al Fadani.
Hasil riset hadis-hadis dalam kitab syarah tersebut menyebutkan bahwa Kiai Sahal meski tidak menyebutkan riwayat hadis dari sumber primernya, namun tetap mencatat hadis-hadis sahih yang relevan. Ada yang meskipun tampak dla’if, namun shahih secara makna.
Ada 71 hadis yang dikaji dalam riset hadis di atas. Semisal, disebutkan tentang hadis tidak sahnya nikah seorang perempuan kecuali dengan menyertakan wali. Hadis tersebut tercatat dalam Sunan Abu Dawud, Sunan at Tirmidzi, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Muwaththa’ Imam Malik, serta Sunan Ad Darimi. Begitupun hadis ini juga tercatat dalam Shahih Ibnu Hibban dan Shahih Ibnu Khuzaimah.
Kajian hadis-hadis dalam Al Bayan Al Mulamma’ fi Alfazhil Luma’ ini berkesimpulan bahwa dari 71 hadis yang ditelaah, 66 hadis di antaranya dikomentari shahih oleh para ahli hadis. Selain itu, penisbatan hadis-hadis yang dicatat kepada para ulama dan sahabat banyak yang bersesuaian.
Empat hadis yang dinilai lemah, rupanya diriwayatkan secara makna atau termasuk kaul ulama yang populer, sehingga Kiai Sahal mempertimbangkannya untuk menjadi komentar hadis.
Dari hasil telaah atas kitab Al Bayan Al Mulamma’ fi Alfazhil Luma’ di atas, setidaknya dapat dipahami bahwa keilmuan hadis Kiai Sahal Mahfudh memiliki otoritas kepada Syeikh Yasin Al Fadani. Penggunaan hadis-hadis yang digunakan dalam mengomentari kitab Al Luma’ itu juga sangat diperhatikan kualitasnya, sebagaimana dicatat bahwa mayoritas semua hadis yang disebutkan shahih secara lafal maupun makna.
Kiai Sahal sekalipun sangat kesohor sebagai ahli fikih, namun tak lepas dari keilmuan hadis yang kokoh. Hal ini menjadi suatu catatan tersendiri untuk para pengkaji fikih di pesantren, bahwa dalam pembelajaran fikih, ushul fikih sebagai alat penggalian hukum tetap harus mempertimbangkan kajian-kajian ilmu hadis.
Wallahu a’lam.
Artikel ini sebelumnya dimuat di wikihadis.id