Khutbah Jumat: Tidak Semua yang Kita Ketahui Harus Dibagikan dan Disebarkan

Khutbah Jumat: Tidak Semua yang Kita Ketahui Harus Dibagikan dan Disebarkan

Ternyata gak semua ilmu bisa disebarkan. Tidak semua yang kita ketahui harus dibagikan.

Khutbah Jumat: Tidak Semua yang Kita Ketahui Harus Dibagikan dan Disebarkan

Ternyata tidak semua pengetahuan yang kita dapatkan, ilmu yang kita baca, bisa disebarkan kepada semua orang. Pahami dari khutbah Jumat berikut:

Khutbah Jumat Pertama: Tidak Semua yang Kita Ketahui Harus Dibagikan dan Disebarkan

إٍنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَشْكُرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَبْدُهُ وَرَسُولُه الصَّادِقُ الْوَعْدُ الْأَمِيْنُ مَنْ أَرْسَلَهُ اللهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ الله. فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الَّذِي أَرْسَلَ مُحَمَّدًا بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا. أُوْصِيْكُم وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ الَّذِي رَحِمْنَا بِبِعْثَةِ مُحَمَّدٍ وَأَنْزَلَ عَلَى قَلْبِ حَبِيْبِهِ مُحَمَّدٍ: أَعُوذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، وَاِذَا جَاۤءَهُمْ اَمْرٌ مِّنَ الْاَمْنِ اَوِ الْخَوْفِ اَذَاعُوْا بِهٖۗ وَلَوْ رَدُّوْهُ اِلَى الرَّسُوْلِ وَاِلٰٓى اُولِى الْاَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْۢبِطُوْنَهٗ مِنْهُمْۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطٰنَ اِلَّا قَلِيْلًا. (النساء: ٨٣) اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah

Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takwa, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Pada kesempatan yang mulia ini, khatib ingin menyampaikan suatu topik yang sangat penting dalam kehidupan kita sebagai umat Islam, yaitu tentang pentingnya memilah dan memilih pengetahuan atau ilmu yang akan kita sebarkan kepada orang lain.

Khatib ingin mengawali khutbah pada siang hari ini dengan sebuah kisah. Ketika Umar bin Khattab RA sedang berada di musim haji, beberapa orang membicarakan hal-hal khusus yang berkaitan dengan baiat (janji setia). Umar pun berniat untuk menyampaikan hal tersebut kepada semua orang yang ada di sekitarnya. Namun, Abdurrahman bin Auf R.A segera mencegahnya.

Ibn Auf memberikan nasihat yang bijaksana kepada Sayyidina Umar.

يا أمِيرَ المُؤْمِنِينَ، لا تَفْعَلْ؛ فإنَّ المَوْسِمَ يَجْمَعُ رَعَاعَ النَّاسِ وغَوْغَاءَهُمْ؛ فإنَّهُمْ هُمُ الَّذِينَ يَغْلِبُونَ علَى قُرْبِكَ حِينَ تَقُومُ في النَّاسِ، وأَنَا أخْشَى أنْ تَقُومَ فَتَقُولَ مَقَالَةً يُطَيِّرُهَا عَنْكَ كُلُّ مُطَيِّرٍ، وأَنْ لا يَعُوهَا، وأَنْ لا يَضَعُوهَا علَى مَوَاضِعِهَا، فأمْهِلْ حتَّى تَقْدَمَ المَدِينَةَ؛ فإنَّهَا دَارُ الهِجْرَةِ والسُّنَّةِ، فَتَخْلُصَ بأَهْلِ الفِقْهِ وأَشْرَافِ النَّاسِ، فَتَقُولَ ما قُلْتَ مُتَمَكِّنًا، فَيَعِي أهْلُ العِلْمِ مَقَالَتَكَ، ويَضَعُونَهَا علَى مَوَاضِعِهَا.فَقَالَ عُمَرُ: أَمَا واللَّهِ -إنْ شَاءَ اللَّهُ- لَأَقُومَنَّ بذلكَ أوَّلَ مَقَامٍ أقُومُهُ بالمَدِينَةِ.

“Wahai Amirul Mukminin, jangan lakukan itu, karena di musim haji ini berkumpul orang-orang awam dan yang tidak mengerti. Merekalah yang akan berada di sekelilingmu saat engkau berbicara. Aku khawatir jika engkau menyampaikan hal itu, kata-katamu akan disebarkan oleh setiap orang tanpa memahaminya dan meletakkannya pada tempat yang tidak semestinya. Tunggulah hingga engkau tiba di Madinah, kota hijrah dan sunnah, di mana engkau bisa berbicara dengan orang-orang yang berilmu dan para pemuka masyarakat sehingga mereka memahami perkataanmu dan menyampaikannya dengan benar. Umar R.A pun berkata, “Demi Allah, Insya Allah aku akan melakukannya saat aku pertama kali berdiri di Madinah.” (H.R al-Bukhari)

Hadirin sekalian yang dimuliakan Allah

Kisah tersebut memberi pesan kepada kita bahwa tidak semua yang kita pahami bisa disampaikan kepada semua orang. Abdurrahman bin Auf cukup cerdas memberi saran kepada Umar agar menyampaikan masalah itu kepada orang-orang yang berilmu, karena bisa jadi, jika hal itu diterima oleh orang awam, akan disalahfahami lalu kemudian tersebar dengan cepat dan menimbulkan keresahan.

Imam as-Syathibi rahimahullah pernah berkata,

ليس كل علمٍ يُبَث ويُنْشَر ، وإن كان حقاً

Artinya, “Tidak semua ilmu harus disebarkan dan dipublikasikan, meskipun itu sebuah kebenaran.”

Pernyataan ini mengandung makna yang sangat mendalam dan relevan dengan kehidupan kita sehari-hari, apalagi di era digital saat ini, ketika informasi sangat mudah diakses dan disebarkan.

Di era digital yang tanpa batasan, semua orang bisa mengakses menginformasi. Namun tak semua bisa menyaringnya. Oleh karena itu, kita perlu pilah-pilih dalam membagikan ilmu pengetahuan, mana yang layak dibagikan dan mana yang sebaiknya disimpan terlebih dahulu, bahkan, mana yang sebaiknya tidak perlu disampaikan.

Sebagaimana disebutkan oleh Abdurrahman bin Auf, ketika kita berada di area yang tidak bisa kita kontrol, maka sebaiknya simpan dulu sebuah pengetahuan atau berita yang kita miliki. Sebarkan jika tepat waktunya dan tepat audiensnya. Dalam kasus Umar, Abdurrahman bin Auf menyarankan agar disampaikan kepada forum cendekiawan di Madinah.

Sidang Jumat,

Khatib ingin mencontohkan dengan sesuatu yang lebih mudah dimengerti. Seorang yang ahli investasi saham tentu sudah memiliki prediksi saham apa saja yang akan naik dan mana yang akan turun. Namun hal itu biasanya akan jadi pembicaraan di tengah mereka saja, karena mereka bisa menghitung, kapan harus investasi dan kapan harus menjual. Sebanyak apa dia harus investasi dan sebanyak apa yang harus dijual. Prediksi mereka bisa jadi sebuah kebenaran, namun hanya di tengah komunitas mereka.

Ketika prediksi mereka itu sampai di telinga orang biasa. Mereka tidak mengerti bagaimana investasi yang aman, dan lain sebagainya, bisa jadi mereka akan menginvestasikan semua harta mereka. Saat sahamnya turun mereka tak faham, dan akhirnya bangkrut.

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Mengapa tidak semua ilmu harus disebarkan? Bukankah kebenaran harus disampaikan kepada orang lain? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita melihat beberapa pandangan ulama besar lainnya.

Ada sebuah pepatah Arab yang menyebutkan,

“ليس كل ما يعلم يُقال، وليس كل ما يُقال جاء أوانه، وليس كل ما جاء أوانه حضر أهله”

Artinya, “Tidak setiap yang diketahui harus dikatakan, tidak setiap yang dikatakan tepat waktunya, dan tidak setiap yang tepat waktunya hadir orang yang layak mendengarnya.”

Dari pernyataan ini, kita bisa memahami bahwa ada tiga pertimbangan utama dalam menyebarkan ilmu: apakah ilmu itu pantas untuk disebarkan, apakah waktu penyebaran itu tepat, dan apakah orang yang menerima ilmu itu layak untuk menerimanya.

Dalam hadis riwayat Al-Bukhari, Rasulullah bahkan pernah memperingatkan Muadz bin Jabal agar tidak membagikan apa yang ia dapatkan dari Nabi kepada kaumnya. Nabi merasa saat itu kaumnya belum bisa menerima hal itu sehingga akan menyusahkan Muadz sendiri.

عَنْ مُعَاذٍ قَالَ: «كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ ﷺ عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ فَقَالَ: يَا مُعَاذُ هَلْ تَدْرِي حَقَّ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ. قُلْتُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ: فَإِنَّ حَقَّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا. فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَفَلَا أُبَشِّرُ بِهِ النَّاسَ قَالَ: لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا.»

Dari Muadz bin Jabal berkata: Aku pernah dibonceng di belakang Nabi SAW saat naik keledai yang diberi nama ‘Uqoir. Beliau bertanya: “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah?” Aku jawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Rasul pun bersabda: “Sesungguhnya hak Allah atas para hamba-Nya adalah beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sedangkan hak hamba atas Allah adalah dia tidak akan disiksa selama dia tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” Lalu aku berkata: “Wahai Rasulullah, apakah boleh aku menyampaikan kabar gembira ini kepada manusia?” Beliau menjawab: “Jangan kamu beritahukan mereka sebab nanti mereka akan berpasrah saja”. (H. R al-Bukhari)

Ada beberapa hal yang bisa difahami dari hadis ini. Pertama, hal ini hanya disampaikan kepada Muadz, karena Muadz sudah memiliki dasar pengetahuan bahwa seorang hamba tidak cukup hanya dengan tidak menyekutukan Allah. Kedua, Nabi juga meminta agar hal tersebut disampaikan kepada orang-orang yang sudah memiliki bekal cukup, bukan kepada semua orang. Bisa jadi memiliki kapasitas keilmuan yang berbeda dan bisa jadi mereka akan salah faham, bahkan nabi berkata, “Nanti mereka tidak melakukan apa-apa.”

Abu Hurairah bahkan menyimpan beberapa pengetahuannya rapat-rapat, karena hal itu dapat membahayakan dirinya. Pernyataan ini bisa dilihat dalam Sahih al-Bukhari,

حفظت من رسول الله صلى الله عليه وسلم وعاءين: فأما أحدهما فبثثتُه، وأما الآخر فلو بثثته قطع هذا البلعوم

“Aku menjaga dari Rasulullah dalam dua wadah. Satu wadah aku sebarkan, dan satu wadah lagi jika aku sebarkan tenggorokanku putus.”

Hadirin Rahimakumullah,

Pengetahuan dan ilmu adalah amanah yang harus dijaga dengan baik. Namun sebagaimana beberapa penjelasan khatib sebelumnya, tidak semua ilmu, kebenaran bisa disebarkan. Ada beberapa alasan mengapa tidak semua ilmu itu harus disebarkan:

  1. Bahaya Misinterpretasi: Tidak semua orang memiliki kapasitas untuk memahami suatu ilmu dengan benar. Hal ini bisa mengakibatkan kesalahpahaman yang berujung pada tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
  2. Konteks Sosial dan Budaya: Beberapa ilmu mungkin cocok untuk satu masyarakat atau waktu tertentu, tetapi tidak untuk masyarakat atau waktu yang lain. Menyebarkan ilmu tanpa mempertimbangkan konteks ini bisa menimbulkan fitnah dan masalah sosial.
  3. Kesiapan Penerima: Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Malik, tidak setiap ilmu bisa disebarkan kapan saja dan kepada siapa saja. Ada ilmu yang hanya boleh disampaikan kepada orang yang sudah siap secara mental dan spiritual untuk menerimanya.

Bahkan, terkadang, jamaah sekalian, dalam pembahasan agama ada beberapa pendapat, yang semestinya tidak bisa asal disampaikan, harus ditimbang-timbang dengan baik dan disampaikan secara komprehensif. Jika tidak, umat bisa salah paham dan salah amal. Apalagi jika disampaikan di tengah masyarakat awam yang tidak semuanya memiliki bekal dalam menyikapi perbedaan pendapat.

Sidang Jumat,

Kita juga bisa belajar dari kisah Nabi Musa AS dan Khidir AS yang termaktub dalam Al-Qur’an. Dalam surah Al-Kahfi, Allah SWT menceritakan bagaimana Nabi Musa AS tidak mampu bersabar dengan ilmu dan tindakan Khidir AS, meskipun semua yang dilakukan oleh Khidir AS adalah benar dan berdasarkan petunjuk dari Allah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua ilmu bisa dipahami atau diterima oleh setiap orang, bahkan oleh seorang Nabi sekalipun.

Marilah kita renungkan bersama pesan-pesan dari para ulama kita. Tanggung jawab kita sebagai umat Islam adalah menjaga amanah ilmu dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai kita menjadi penyebab fitnah atau kerusakan dengan menyebarkan ilmu yang tidak pada tempatnya atau tidak pada waktu yang tepat.

Sebagai penutup, mari kita selalu berdoa kepada Allah SWT agar diberikan hikmah dan kebijaksanaan dalam menyampaikan ilmu, serta diberikan kemampuan untuk memilah mana yang layak untuk disebarkan dan mana yang harus disimpan. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dalam setiap langkah dan tindakan kita. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Demikianlah khutbah singkat yang dapat khatib sampaikan. Semoga dapat bermanfaat, khususnya bagi khatib pribadi.

هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهُ لِي وَلَكُم

Khutbah Jumat Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَر، وَأَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه، إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَر، وَاَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اْلإِنْسِ وَالْبَشَرِ.اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ مَا اتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَر.أَمَّا بَعْدُ:فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ، وَذَرُو الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ وَمَا بَطَن، وَحَافِظُوْا عَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.

وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِه، وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْــمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِه، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: ((إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ، يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا))

أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَات، بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّات،

اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَن، وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَن، عَنْ بَلَدِنَا هَذَاخَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بَلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ الله، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمِ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَر

Baca juga teks khutbah Jumat yang lain di sini.