Khutbah Jumat: Para Sahabat Nabi Ternyata Kaya Raya dan Giat Bekerja

Khutbah Jumat: Para Sahabat Nabi Ternyata Kaya Raya dan Giat Bekerja

Khutbah Jumat: Para Sahabat Nabi Ternyata Kaya Raya dan Giat Bekerja

Semangat zuhud bukan berarti tidak mau bekerja dan tidak boleh kaya raya. Para sahabat buktinya ada yang giat bekerja dan kaya raya. Tapi tidak menjadikan dunia dalam hatinya.

Khutbah Jumat I: Para Sahabat Nabi Ternyata Kaya Raya dan Giat Bekerja

الحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ جَعَلَ التّقْوَى خَيْرَ الزَّادِ وَاللِّبَاسِ وَأَمَرَنَا أَنْ نتَزَوَّدَ بِهَ لِيوْم الحِسَابِ وَبِالْعِبَادَةِ لَهُ إِظْهَارًا لِلشُّكْرِ عَلى جَمِيْعِ الْمَصَالِحِ وَالْمَنَافِعِ الّتِي خَلَقَهَا لِجَمِيْعِ عِبَادِهِ. اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ رَبُّ النَّاسِ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المَوْصُوْفُ بِأَكْمَلِ صِفَاتِ النَّاسِ وَالْمُصْطَفَى لِإِرْشَادِ أُمَّتِهِ لِمَا يَرْضَاه رَبُّهُ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وسَلّمْ تَسليمًا كَثِيرًا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

Hadirin sidang Jumat Hafidzakumullah!

Ada informasi menarik yang disampaikan al-Mas’udi dalam kitabnya Muruj al-Dzahab terkait harta kekayaan para sahabat Rasulullah SAW. Zubair bin Al-Awaam paska wafatnya meninggalkan 59. 800.000 dirham. Dan konon katanya, beliau memiliki seribu budak, seribu kuda, sebelas rumah megah, ratusan hektar tanah dan perkebunan yang tersebar di Madinah, Basrah, Kufah, Fustat dan Iskandariyah. Selain itu, beliau juga seorang saudagar.

Abdurrahman bin Auf, awal berhijrah ke Madinah tidak memiliki harta sepeserpun. Namun tak lama kemudian, beliau menjadi orang paling kaya se-Madinah. Menjelang akhir hidupnya, beliau mewasiatkan agar sebagian hartanya dibagikan kepada 100 ahli Badar yang masih hidup. Masing-masing mendapat jatah 400 dinar. Selain itu, beliau juga memiliki seribu budak yang telah dibebaskan, seribu onta, seratus kuda, tiga ribu domba yang digembalakan di Baqi’.

Zaid bin Tsabit meninggalkan 300 ribu dinar serta ratusan ton emas dan perak. Ibnu Mas’ud, selain memiliki 50 budak dan hewan ternak, meninggalkan 9 ribu ton (mitsqal) emas dan beberapa rumah megah di pelosok-pelosok Irak. Al-Khabab bin al-Irts, sahabat Rasul SAW yang terkenal miskin, di akhir hidupnya mewasiatkan untuk membagi-bagi sisa hartanya yang berjumlah 40 ribu dinar.

Hadirin sidang Jumat Hafidzakumullah!

Fakta ini menunjukan bahwa para sahabat adalah orang-orang kaya. Kekayaan tersebut tentu didapatkan bukan dengan bermalas-malasan dalam bekerja. Mereka memiliki etos kerja yang professional dengan hasil yang bermutu tinggi. Ini dapat dilihat dari harta kekayaan mereka yang melimpah. Saking melimpahnya harta kekayaan mereka dan terbiasa dengan kemewahan bahkan sampai-sampai ada sahabat yang gatal-gatal ketika memakai kain biasa. Karena itu Ia meminta izin kepada Rasul untuk memakai kain sutera agar tidak gatal. Lantas rasul pun mengizinkannya. Nama sahabat itu tak lain adalah Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat terkaya di Madinah.

Namun, kekayaan mereka tidak lantas membuat mereka lupa akan akhirat. Mereka hidup zuhud. Ali bin Abi Thalib menjelaskan bahwa “Zuhud tersimpul dalam dua kalimat dalam Alquran, supaya kamu tidak bersedih karena apa yang lepas dari tanganmu dan tidak bangga dengan apa yang diberikan kepadamu (QS 57:23). Orang yang tidak bersedih karena kehilangan sesuatu darinya dan tidak bersuka ria karena apa yang dimilikinya, itulah orang yang zuhud.” Dari tafsir yang dikemukakan Ali bin Abi Thalib tersebut, kita dapat melihat dua ciri orang yang zuhud dalam pandangan Allah.

Pertama, “zahid tidak menggantungkan kebahagiaan hidupnya pada apa yang dimilikinya.” Zuhud adalah pola hidup menjadi. Zahid tidak memperoleh kebahagiaan dari pemilikan. Para sahabat Rasul SAW tidaklah membuang semua yang dimilikinya, tetapi mereka menggunakan semuanya itu untuk mengembangkan dirinya. Kebahagiannya tidak terletak pada benda-benda mati, tetapi pada peningkatan kualitas hidupnya.

Kedua, “Kebahagiaan seorang zahid tidak lagi terletak pada hal-hal yang duniawi, tetapi pada dataran ruhani.” Kedewasaan kepribadian jiwa kita terletak pada sejauh mana kecenderungan kita pada hal-hal yang ruhani. Makin tinggi tingkat kepribadian kita, makin ruhani sifat kesenangannya. Dua prinsip inilah yang dipegang para sahabat, sehingga mereka masih tetap bekerja dan ada yang kaya raya.

Hadirin sidang Jumat Hafidzakumullah!

Al-Ghazali menegaskan zuhud itu menghilangkan keterikatan hati dengan dunia, namun bukan berarti menghilangkannya. As-Syadzili, pendiri tarikat sufi As-Syadziliyah, dalam setiap doanya selalu meminta kepada Allah, “Ya Allah luaskanlah rizkiku di dunia dan janganlah ia mengahalangiku dari akhirat, jadikanlah hartaku pada genggaman tanganku dan jangan sampai ia menguasai hatiku.”

Hadirin sidang Jumat Hafidzakumullah!

Kembali kepada etos kerja dan  semangat untuk hidup zuhud seperti yang kita perbincangkan tadi, poin yang penting untuk saya sampaikan di sini ialah bahwa apapun yang kita lakukan di dunia ini haruslah dilandasi kepada sesuatu yang nilainya sakral, yaitu Allah SWT, Tuhan kita. Dengan semangat ini, amalan duniawi apapun, mencari rizki apapun tentu, semangatnya karena Allah SWT. Dari sinilah, seorang muslim harus beretos kerja berlandaskan kepada semangat karena Allah SWT.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

 

Khutbah Jumat II: Para Sahabat Nabi Ternyata Kaya Raya dan Giat Bekerja

اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحًمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ اْلقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيَ الْحَاجَاتِ. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار. عِبَادَ اللهِ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ  وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Baca juga teks khutbah Jumat yang lain di sini.