Dalam Islam, orang-orang yang sudah terbukti bersalah pun tidak boleh dicaci maki. Rasulullah SAW melarang mencaci siapapun, meskipun orang yang berdosa.
Khutbah Jumat: Islam Melarang Mencaci, Meski Kesalahannya Sudah Terbukti
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَيَّدَ حَبِيْبَهُ المُصْطَفَى كَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَأَنْزَلَ عَلَيْنَا الْقُرآنَ كَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا، فَمَنْ سَارَ عَلَيْهِمَا سَارَ فِي ضَوْءِ النَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا، وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْهُمَا سَارَ فِي ظُلْمَةِ الَّليْلِ إِذَا يَغْشَاهَا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله خلق النَفْس فسَوَّاهَا، فأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا، قد أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا، وقد خَابَ مَن دَسَّاهَا، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِي أَخْبَرَهُ رَبُّهُ أّنَّهُ أَهْلَكَ ثَمُوْدًا بِطَغْوَاهَا، وَأَنَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعالى لَا يَخَافُ عُقْبَاهَا، صَلَّى الله وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَتْبَاعِهِ مِنْ أُمَّتِهِ أُوْلَاهَا وَأُخْرَاهَا. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاس إتَّقُوا اللهَ جَلَّ وَعَلَى. وَقَالَ اللهُ تَعاَلى عَلَى نَبِيِّهِ قَدِيْمًا. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ يُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Suatu hari Rasul menghukum seorang pezina. Dalam sejarah, hadis jarang sekali menghukum pezina secara langsung, mengingat pembuktian hukum perzinahan yang cukup susah. Pezina itu dengan kesadarannya sendiri mengakui perbuatannya kepada Nabi. Rasul beberapa kali menanyakan, karena siapa tahu dia salah. Namun laki-laki itu tetap bersikukuh telah melakukan dosa.
Apa daya, mengingat keyakinannya yang sangat kuat bahwa ia telah melakukan zina, Rasul pun kemudian memberi hukuman kepadanya, yaitu rajam, mengingat ia adalah pelaku zina muhson, yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang pernah menikah. Dalam riwayat lain diketahui bahwa laki-laki tersebut adalah Maiz bin Malik.
Saat ia dirajam, orang-orang yang ada di sekitarnya pun mencacinya. Nabi kemudian memperingatkan orang-orang yang mencaci Maiz dan melarang perbuatan para pencela tersebut.
عنْ أبِي الفِيلِ قالَ: قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ «لا تَسُبُّوهُ» يَعْنِي ماعِزَ بْنَ مالِكٍ حِينَ رُجِمَ
“Dari Abu al-Fil berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Jangan mencelanya”, yakni Maiz bin Malik saat dia dirajam.” (lihat: al-Kunā wal Asmā li al-Daulabi)
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Maiz bin Malik ini mungkin bagi kita adalah seperti orang-orang bersalah di media sosial pada umumnya, yaitu berhak kita cela, caci maki, dan buli, namun bagi nabi ia tetap manusia yang terlarang untuk dicaci, meskipun ia telah melakukan dosa. Apalagi jika mereka telah mengakui kesalahan dan bertaubat.
Dalam hadis lain disebutkan, bahwa Maiz bin Malik pun bertaubat, lalu nabi mengampuninya.
ماعِزُ بْنُ مالِكٍ الأسْلَمِيُّ أسْلَمَ، وصَحِبَ النَّبِيَّ ﷺ، وهُوَ الَّذِي أصابَ الذَّنْبَ، ثُمَّ نَدِمَ، فَأتى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ، فاعْتَرَفَ عِنْدَهُ، وكانَ مُحْصَنًا، فَأمَرَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، فَرُجِمَ، وقالَ: «لَقَدْ تابَ تَوْبَةً لَوْ تابَها طائِفَةٌ مِن أُمَّتِي لَأجْزَتْ عَنْهُمْ»
“Maiz bin Malik al-Aslami masuk Islam dan menjadi sahabat nabi. Namun ia berbuat dosa lalu menyesal. Ia kemudian mendatangi Rasul dan mengakui kesalahannya. Ia mengakui telah berzina (muhsan). Nabi pun memutuskan hukuman rajam untuknya. Nabi lalu berkata, “(Maiz) sungguh telah bertaubat. Jika ada umatku yang bertaubat, maka aku akan mengampuninya.”
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Kisah di atas adalah salah satu contoh bahwa Islam melarang perbuatan buruk, termasuk mencaci. Bahkan kepada para pendosa pun kita masih dilarang untuk mencaci.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abu Darda’ menegur orang yang mencela pencuri. Ia malah menganjurkan sang pencela itu bersyukur karena ia telah diselamatkan dari musibah pencurian.
Bayangkan, kepada orang yang berdosa saja, nabi dan para sahabat saha melarang untuk mencelanya, apalagi kepada orang yang tidak salah. Tentu, larangannya akan semakin berat dari pada mencela pendosa.
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Bagi warganet, mencela kesalahan orang sepertinya sudah menjadi hal yang sangat lumrah. Khatib sendiri hampir setiap hari melihat cacian dan bullyian netizen terhadap orang-orang yang dianggap bersalah. Bahkan bukan hanya sekedar mencela, terkadang netizen malah kelewat batas, seperti membagikan alamat, profil Instagram dan media sosialnya ke Twitter.
Disetujui atau tidak, netizen kita, mungkin juga termasuk kita memang sering kali terlewat batas. Sebagian kita menganggap bahwa para pendosa layak untuk mendapat celaan dan makian. Kita juga sering kali melihat, orang-orang yang dianggap bersalah, bahkan yang belum dibuktikan secara hukum, sudah dicela dan dibully rame-rame di media sosial. Seakan kita menganggap hal tersebut biasa saja. Tapi ternyata, bagi nabi, itu dilarang.
Jangankan orang yang belum dibuktikan kesalahannya, orang-orang yang jelas melakukan kesalahan saja tetap dilarang untuk mencelanya.
Ma’asyiral Muslimin.
Lalu, apa yang perlu kita lakukan saat melihat atau mendapati orang-orang yang melakukan kesalahan?
Kita dianjurkan untuk belajar banyak, menjadikan kesalahan orang lain tersebut sebagai peringatan agar kita tidak melakukannya. Itu lah cara terbaik, bukan malah ikut-ikutan mencaci maki.
Orang-orang bersalah yang dibuka aibnya di media sosial itu mungkin sudah bertaubat, dan Allah mengampuni taubatnya, tapi kita yang mencelanya, karena merasa kita lebih baik dari mereka, akhirnya tidak pernah sekalipun bertaubat dan minta ampun kepada Allah. Pada ujungnya, orang-orang yang kita caci sudah terbebas dari dosa karena sudah bertaubat, sedang kita masih berlumur dosa karena lupa bertaubat. Naudzubillah min dzalik.
Sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Itulah khutbah singkat pada Jumat kali ini. Semoga bermanfaat, khususnya kepada khatib pribadi, dan umumnya kepada segenap jamaah sekalian. Amin ya Rabbal Alamin.
فَستَغْفِرُوا فَيَا فَوْزَ المُسْتَغْفِرٍيْنَ فَيَا نَجَاتَ التَّائِبِيْنَ
Teks Khutbah Jumat Kedua
اَلْحَمْدُ لِلّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَر، وَأَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه، إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَر، وَاَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اْلإِنْسِ وَالْبَشَرِ.اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ مَا اتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَر.أَمَّا بَعْدُ:فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ، وَذَرُو الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ وَمَا بَطَن، وَحَافِظُوْا عَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِه، وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْــمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِه، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: ((إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ، يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا))
أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَات، بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّات،
اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَن، وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَن، عَنْ بَلَدِنَا هَذَاخَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بَلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ الله، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمِ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَر
Baca juga teks khutbah Jumat yang lain di sini.
Download teks khutbah Jumat yang lain di sini.