Kekhilafahan Islam pada masa sahabat maupun tabi’in senantiasa mengalami pasang surut. Ada kejayaan namun tak jarang pula ada masa terjadi perselisihan di antara mereka, bahkan peperangan.
Umar bin Abdul Aziz (682-720 M) salah satu khalifah yang mengalami sejarah kejayaan dan kemakmuran. Meski hanya memimpin umat Islam dalam waktu yang singkat – sekitar 2 sampai 3 tahun – tapi kepemimpinannya begitu moncer.
Khalifah yang memiliki trah jalur ke Umar bin Khatab ini bahkan namanya layak disejajarkan dengan 4 khalifah sahabat Rasulullah saw – hingga layak disebut sebagai Khulafaur Rasyidin ke-5. Hampir seluruh sirah tentang kekhalifahan menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah sosok pemimpin yang shaleh dan teladan andalan umat.
Bukan hanya seorang ulama nan alim, Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga dikenal sosok yang amat sederhana hidupnya sebagai seorang pemimpin. Begitu ketat memakai fasilitas milik negara/umat jika-jika khawatir fasilitas tersebut dipakai justru untuk kepentingan pribadi atau keluarganya.
Saking mahir dan gemilangnya dalam memimpin bahkan pada saat itu konon sampai kesulitan menemukan orang miskin yang berhak menerima zakat. Tak terkecuali kisahnya perihal perhatiannya kepada para kaum jomlo (jomblo) pada masa itu.
Memikirkan nasib para jomblo nampaknya menjadi salah satu program perhatian sang khalifah. Mungkin karena hubungannya dengan dampak produktiftas pemuda dan peranannya pemuda dalam membangun masyarakat.
Adalah Abdul Hamid yang merupakan salah satu gubernurnya yang sekaligus merangkap menjadi amil. Suatu ketika terjadi dialog antara sang khalifah Umar dan Abdul Hamid.
“Wahai Gubernur, mohon segera bagikan dana zakat dan sedekah yang masih ada di kas negara kepada mereka yang berhak menerimanya!” ucap Umar pada sang gubernur.
Abdul Hamid pun merespon, “Wahai Amirul Mu’minin sungguh telah aku bagikan semuanya pada mereka yang berhak menerima”.
Seakan masih ragu, Umar pun masih terus mengejar dengan pertanyaan, “Masih adakah uang kas di Baitul Mal? perhatikanlah orang-orang yang masih punya hutang-piutang yang bukan karena kebodohan dan keborosannya. Maka bayarkanlah hutang-hutang mereka”.
“Alhamdulillah telah kami lunasi semua hutang-hutang mereka itu wahai Amirul Mu’minin,” jawab gubernur dengan yakin.
Nampaknya obrolan tak sampai di situ. Sang khalifah masih merasa belum tentram dan khawatir jika ada rakyatnya yang masih sengsara ataupun terdzalimi. Umar pun melanjutkan dialognya dengan Abdul Hamid.
“Baiklah, masih adakah uang yang tersisa di Baitul Mal?” tanya sang khalifah masih dengan pertanyaan yang sama.
“Coba carilah seandainya masih adakah para gadis dan perjaka (para jomblo) yang belum menikah semata-mata dikarenakan ketiadaannya harta. Maka seandainya kamu mampu (dana mencukupi) maka segeralah nikahkan mereka semua dan berilah (bayarkanlah) uang maharnya,” perintah sang khalifah pada gubernurnya, Abdul Hamid.
Maka semakin sejahteralah rakyat pada masa kepemimpinannya. Jangan heran pula jika Umar bin Abdul Aziz juga merupakan pemimpin kesukaan para kaum jomblo pada saat itu, terutama perhatiannya pada laki-laki dan perempuan yang jomblo dan belum menikah karena kendala biaya dan lain sebagainya.
Dari kisah tersebut kita juga belajar bahwa dana zakat dan sedekah (Baitul Mal) sejatinya diperkenankan pula untuk membantu para muda-mudi tentang perihal hajat mereka untuk menikah. Tentu dengan syarat dan ketentuan yang sesuai dengan syariat.
Wallahu’alam Bishshawab