Ketika pagi menyingsing dan matahari mulai memperlihatkan sinarnya, beberapa pasukan muslim mempersiapkan diri untuk berangkat ke medan tempur melawan pasukan kafir Quraisy yang selama ini mendhalimi mereka.
Sama sekali tidak ada ketakutan pada raut wajah mereka. Menjadi syahid dalam peperangan pada saat itu adalah hal yang sangat diidamkan oleh setiap muslim.
Pasukan itu dipimpin langsung oleh Rasulullah Saw. bersama para sahabat-sahabat tercintanya. Mulai Abu Bakar, Umar, Ali dan beberapa sahabat yang lainnya. Mereka lah para sahabat yang disebutkan dalam Al-Quran sebagai As-Sabiqunal Awwalun yang sudah mendapatkan jatah khusus oleh Allah ke surga-Nya.
Para pasukan itu sebenarnya dipersiapkan untuk menghentikan laju kafilah dagang kafir Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Namun ternyata kafilah dagang Abu Sufyan lebih memilih jalur memutar agar tidak bertemu dengan pasukan Islam.
Rasul pun mengarahkan pasukannya menuju bukit Badar. Sebuah bukit yang berada di dekat kota Madinah. Namun sayangnya, masih ada beberapa pasukan yang lebih menyarankan Rasul untuk menunggui kafilah dagang Abu Sufyan saja. Hingga muncullah teguran dari Allah:
“Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu,dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir”.
Sehingga mereka pun bersepakat untuk tetap berangkat menuju mata air Badar dan mengabaikan kafilah dagang Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan.
Setibanya di mata air Badar, Rasulullah pun memerintahkan pasukannya untuk mencari posisi yang tepat sebagai pos pertahanan mereka. Rasulullah kemudian menjadikan lembah badar sebagai pos pertahanan mereka. Yakni tepatnya di sumur pertama yang dilalui mereka.
Namun, datanglah seorang pria pejuang pemberani kepada Rasulullah Saw. Nampaknya pria ini telah memiliki rencana lain selain rencana yang telah diputuskan oleh Rasulullah.
Pria itu bernama al-Khabab bin al-Mundzir. Ia dengan hati-hati bertanya kepada Rasul. Ia tidak ingin menajadi sahabat yang membantah titah dan perintah Rasulullah Saw.
“Wahai Rasulullah Saw. ampunilah aku jika terlalu lancang bertanya kepadamu. Wahai Rasul, apakah tempat ini adalah tempat yang diwahyukan oleh Allah Swt. kepadamu sehingga engkau tidak bisa menolaknya atau tempat ini hanyalah pendapat pribadimu yang merupakan bagian dan siasat perang?”
Rasulullah Saw. kemudian menjawab:
“Bukan wahai Khabab, ini hanyalah pendapatku semata. Ini bukan wahyu dari Allah Swt.”
“Jika benar begitu, bolehkah aku berpendapat wahai Rasul?”
Pria ini kemudian melanjutkan pertanyaannya dengan tenang dan hati-hati. Ia takut jika pendapatnya ini menyakiti perasaan Rasul atau mungkin tidak diterimanya.
“Wahai Rasul, menurut pendapatku, tempat ini bukan merupakan tempat yang baik. Kita seharusnya berada di tempat yang lebih dekat dengan sumber air. Mari kita bawa pasukan menuju sumber air. Setelah sumber air kita kuasai, kita tutup sumber air itu. Setelah itu kita harus membuat kolam yang kita isi dengan air dari sumber itu. Posisi ini akan sangat menguntungkan pasukan kita, karena persediaan air kita bisa terjamin sedangkan mereka tidak. Sehingga mereka akan kehausan karena kehabisan persediaan air.”
Usulan Khabab ini sangat diapresiasi oleh Rasulullah. Tanpa fikir panjang, Rasululah kemudian memerintahkan pasukannya sesuai dengan arahan dan pendapat Khabab.
Dan akhirnya taktik Khabab pun berhasil. Pasukan muslim mendapatkan persediaan air yang cukup selama berperang. Sedangkan kafir Quraisy kehausan dan kelaparan karena sumber air itu telah ditutup.
Disarikan dari buku “Great Stories of The Quran” karya Syekh M.A. Jadul Maula