Allah mewajibkan suatu amal karena itu tidak disukai oleh naluri manusia. Demikian yang pernah disampaikan oleh MH Ainun Nadjib saat mengisi pengajian di Pascasarjana Unesa.
Lama saya mencoba merenungi ucapan budayawan yang akrab dipanggil Cak Nun itu. Saya mencoba memikirkan beberapa perintah wajib yang diberikan Allah kepada manusia. Ambil saja rukun Islam sebagai contoh.
Allah mewajibkan salat, puasa, zakat, dan haji bagi yang mampu. Empat hal itu, secara naluri sulit dilakukan oleh manusia. Setidaknya, perintah wajib itu adalah sesuatu yang sulit untuk dicintai.
Setiap manusia selalu menuntut kesejahteraan. Setiap kesejahteraan tidak jauh dari rasa kenyang dan harta yang melimpah. Ditambah lagi dengan wanita. Akan tetapi, kenapa Allah kemudian mewajibkan puasa?
Di dalam puasa seseorang dilarang makan dan minum serta segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa. Padahal, sekali lagi, makan dan minum adalah sebagian dari tanda kesejahteraan yang selalu dituntut dan dicari oleh manusia.
Mengapa Allah tidak mewajibkan main game atau apalah yang memang selalu disenangi oleh hawa nafsu manusia? Dalam benak saya, dua hal yang berlawanan ini—Allah mewajibkan beberapa hal yang tidak disenangi manusia dan melarang beberapa hal yang disenangi manusia—terus saya renungi.
Namun, dalam perenungan, saya tidak berangkat dari keraguan kemudian saat bingung tidak punya tempat kembali sebagaimana yang dilakukan para filsuf. Saya berangkat dari positive thinking keyakinan terhadap Allah dan saat bingung kembali kepada Allah sebagaimana yang dilakukan ahli ilmu kalam.
Saya ingat sebuah cerita saat Allah menciptakan surga dan neraka. Allah berfirman kepada surga, Aku ciptakan kamu untuk makhluk-Ku yang beriman dan takwa kepada-Ku. Maka kamu bahagiakan mereka di dalamnya. Surga pun sepakat dan bahagia.
Kemudian, Allah menciptakan neraka dan berfirman, Aku ciptakan kamu untuk makhluk-Ku yang ingkar. Maka siksa yang pedih untuk mereka. Neraka pun sepakat menerima takdir dirinya.
Lalu, malaikat berkata, tentu saja semua manusia akan menginginkan surga dan menjauhi neraka. Namun, Allah tidak berkata demikian. Sebab, Allah menghiasi perjalanan menuju surga dengan berbagai kesulitan yang berlawanan dengan hawa nafsu manusia. Sebaliknya, Allah mengiasi perjalanan menuju neraka dengan berbagai keindahan.
Kalau begitu, saya tidak yakin akan banyak manusia yang bisa menikmati surga. Justru, saya yakin akan banyak manusia yang jatuh terperosok ke neraka. Demikian kata malaikat setelah Allah menciptakan berbagai perhiasan untuk menuju dua tempat itu.
Namun, Allah tidak membiarkan makhluknya terperosok begitu saja ke dalam neraka. Dalam sebuah ayat disebutkan, Allah berfirman, “Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beriman.”
Bagi saya pribadi, ayat ini mengisyaratkan banyak hal. Salah satunya adalah ayat ini menunjukkan kasih sayang Allah kepada makhluknya. Sejatinya, Allah tidak ingin makhluknya jatuh ke dalam lingkaran kepedihan.
Akan tetapi, manusia dengan berbagai tingkahnya, selalu berbuat sesuatu yang dilarang. Sehingga terbagilah manusia ke dalam dua golongan besar. Yakni, manusia yang beriman dan manusia yang tidak beriman.
Allah memerintahkan banyak hal kepada orang-orang yang beriman demi keselamatan orang itu sendiri. Tentu saja, perintah yang Allah berikan acap kali tidak sesuai dengan keinginan hawa nafsu seseorang. Sebab, perhiasan menuju tempat bahagia (surga) memang harus melalui berbagai kesulitan.
Kenapa Allah mewajibkan? Jawabannya adalah karena orang cenderung tidak menyukai. Kalau suatu tindakan itu memang disukai buat apa Allah mewajibkan lagi kepada umat manusia? Toh meskipun tidak diwajibkan orang tersebut tetap melakukan.
Allah mewajibkan suatu amal perbuatan bukan berarti Allah tega kepada makhluk-Nya. Akan tetapi, itu adalah bagian dari cara Allah untuk menunjukkan kasih sayang-Nya.
Kita dapat menganalogikan dengan tindakan orang tua kepada anaknya. Seorang anak kecil selalu ingin bermain ke sana kemari. Mereka tidak kenal terik matahari dan betapa berbahayanya bermain suatu permainan tertentu.
Namun, orang tua mencegat anaknya untuk bermain. Orang tua memarahi anaknya yang nakal. Anak itu pun tidak senang kepada tindakan orang tuanya. Bahkan tak jarang kita melihat seorang anak berani melawan orang tuanya.
Kenapa? Karena anak tersebut tidak paham maksud baik orang tuanya. Seorang anak hanya melihat dari sisi nyaman tidak nyamannya bermain. Mereka tidak melihat bahayanya bermain di tengah terik matahari.
Demikian juga orang tua, kemarahan dan larangan yang diberlakukan kepadanya anaknya bukan untuk merampas hak anak. Akan tetapi, itu adalah sebagian dari cara orang tua untuk menjaga anaknya dari marabahaya. Itu adalah cara orang tua menunjukkan kasih sayangnya kepada anak.
Dari sinilah akhirnya saya mengakhiri perenungan terhadap ucapan Cak Nun. Meskipun saya tahu, masih banyak rahasia yang perlu diungkap dan masih banyak hal yang harus kita pahami. Semoga kita semua selalu dirahmati dan diridhai oleh Allah SWT. Amin ya rabbal alamin. Wallahu a’lam.