Tidak semua orang memiliki kredibilitas untuk menafsirkan Al-Qur`an. Ada banyak syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum dirinya ingin menjadi seorang mufassir, baik dari segi akhlak maupun keilmuan. Tujuannya tentu agar tidak terjadi perbuatan menafsirkan ayat Al-Qur`an secara serampangan. Salah satu pengetahuan yang harus dikuasai oleh seorang mufassir adalah pengetahuan tentang asbabun nuzul.
Asbabun nuzul sendiri merupakan peristiwa bersejarah yang disaksikan oleh sahabat, yang terkadang berupa peristiwa tertentu yang membutuhkan penjelasan, atau terkadang berupa pertanyaan mereka kepada Nabi terkait hukum suatu perkara. Dan karena peristiwa atau pertanyaan itu kemudian turunlah ayat Al-Qur`an. Demikianlah penjelasan Manna al-Qattan dalam kitab Mabahits fi Ulum al-Qur`an.
Pengetahuan tentang asbabun nuzul menjadi penting dalam proses menafsirkan ayat Al-Qur`an untuk mengetahui konteks ketika ayat tersebut diturunkan. Dikisahkan bahwa suatu hari, seorang khalifah ke-4 dari Dinasti Umayyah bernama Khalifah Marwan bin Al-Hakam (Berkuasa tahun 684-685 M) sedang membaca dan memahami Q.s. Ali Imran [3] ayat 188 yang berbunyi:
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَفْرَحُوْنَ بِمَآ اَتَوْا وَّيُحِبُّوْنَ اَنْ يُّحْمَدُوْا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوْا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa (perbuatan buruk) yang telah mereka kerjakan dan suka dipuji atas perbuatan (yang mereka anggap baik) yang tidak mereka lakukan, kamu jangan sekali-kali mengira bahwa mereka akan lolos dari azab. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih.” (Terjemah Kemenag, 2019)
Khalifah kesulitan memahami ayat tersebut karena maknanya masih samar-samar baginya. Setelah itu sang khalifah menyuruh seorang penjaga untuk menemui Abdullah bin Abbas, salah seorang mufassir kelas atas dari kalangan sahabat. Beliau menitipkan pesan kepada si penjaga kepada Ibn Abbas:
لئن كان كل امرئ فرح بما أوتي و أحب أن يحمد بما لم يفعل معذبا, لنعذبن أجمعون
“Jika setiap orang merasa senang dengan perbuatannya dan suka dipuji atas hal yang sebenarnya tidak pernah dilakukan itu dihukum, sungguh kita semua (juga) dihukum.“
Abdullah bin Abbas yang menerima pesan dari khalifah itu kemudian menyampaikan responnya kepada sang penjaga:
“Apa yang kamu risaukan dari hal itu? Ayat ini turun berkaitan dengan ahli kitab, yakni ketika Nabi Saw. bertanya kepada mereka tentang sesuatu, mereka menyembunyikan jawaban yang sebenarnya dan justru menjawab dengan hal lainnya. Mereka menunjukkan bahwa mereka telah menginformasikan jawaban dari pertanyaan Nabi. Lalu mereka mengharap pujian atas perbuatan itu dan gembira atas perilaku menyembunyikan jawaban atas pertanyaan Nabi.” (Lihat: As-Suyuthi, Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul)
Peristiwa yang terjadi pada Khalifah Marwan bin Al-Hakam tersebut menunjukkan betapa pentingnya mengetahui asbabun nuzul suatu ayat. Karena, di antara faidah mengetahuinya adalah mempermudah proses memahami suatu ayat yang sekaligus menghindarkan dari kesalahan pemahaman. [NH]