Suatu saat, seorang wanita Yahudi berencana membunuh Nabi dengan memberinya racun. Waktu itu wanita Yahudi ini mengirimi masakan daging kambing kepada Nabi.
Tanpa rasa curiga pada wanita Yahudi tersebut, Nabi pun mengajak para sahabat yang lain untuk makan berayan bersama Nabi. Sahabat Nabi Bisyr bin al-Barra sudah lebih dulu melahap makanan yang dihadangkan dari Nabi dan para sahabat yang lain. Nabi memiliki firasat buruk setelah mencicipi berapa suap makanan pemberian wanita Yahudi itu. Firasat itu ternyata benar, kambing yang dihadiahi itu sudah lebih dulu diberi racun oleh wanita Yahudi tadi. Bekas racun itu pun sampai membekas berwarna merah di dalam mulut Nabi.
Allah masih menyelamatkan nyawa Nabi hingga beliau mampu membuat Islam berkembang pesat dan kita rasakan hingga saat ini. Otomatis sahabat yang sangat mencintai Nabi sangat geram dan ingin membunuh wanita Yahudi yang meracuni tadi. “Ala naqtuluha, apakah kami boleh membunuhnya, Nabi?” “La, jangan lah. Mari kita tabayun dulu,” begitu nasihat Nabi pada para sahabat. Nabi pun mendatangi wanita Yahudi itu untuk menanyakan firasatnya mengenai racun tadi. “Kalau Anda itu benar-benar Nabi pasti racun yang saya bubuhi di kambing itu tak akan membahayakan Anda,” jawab wanita Yahudi itu saat ditanya Nabi.
Karena sudah mendengar jawaban wanita itu, Nabi pun melupakan peristiwa itu begitu saja. Namun nahas, beberapa waktu kemudian, sahabat Nabi Bisyr bin al-Barra terenggut nyawanya akibat racun tersebut. Porsi kambing yang dikonsumsi sudah terlalu banyak masuk ke lambungnya. Mengetahui hal itu, Nabi pun akhirnya memasrahkan kepada keluarga Bisyr bin al-Barra atas perbuatan wanita Yahudi tersebut. Keluarga Bisyr tak memaafkan pembunuhan yang dilakukan wanita Yahudi tadi. Sebagai hakim yang adil, akhirnya Nabi pun menghukum wanita Yahudi itu dengan hukuman yang setimpal sesuai dengan perbuatannya.
Pelajaran yang perlu diteladani dalam kisah di atas, Nabi itu tidak membalas perbuatan buruk yang menyakiti dirinya, bahkan upaya pembunuhan yang dilakukan orang lain padanya, apalagi pelakunya adalah non-Muslim yang kemungkinan belum mengenal bahwa Islam itu agama yang penuh kasih sayang. Nabi lebih memilih memaafkan dan membiarkan orang yang menyakitinya sadar di kemudian hari. Kisah di atas terekam dalam beberapa kitab hadis yang satu dengan yang lain saling melengkapi. Di antara kitab hadis itu adalah Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, dan lain sebagainya.
*bisa juga dibaca di sini