Islam memberi tuntunan tentang banyak hal yang terjadi dalam kehidupan. Salah satunya perihal barang temuan. Entah itu barang berharga seperti HP, maupun hal remeh seperti koin uang 500 rupiah. Termasuk juga hewan. Islam membicarakannya cukup rinci hingga cara bagaimana mengumumkannya dan penyelesaian andai tidak ada yang mengakuinya.
Dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah pernah ditanya perihal barang temuan. Kemudian beliau menjawab:
اعْرِفْ وِكَاءَهَا وَعِفَاصَهَا ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً فَإِنْ لَمْ تَعْرِفْ فَاسْتَنْفِقْهَا وَلْتَكُنْ وَدِيعَةً عِنْدَكَ فَإِنْ جَاءَ طَالِبُهَا يَوْمًا مِنَ الدَّهْرِ فَأَدِّهَا إِلَيْهِ
“Kenalilah bentuk tali ikatan dompetnya serta wadahnya, kemudian umumkanlah selama setahun. Apabila tidak diketahui pemiliknya, maka bisa engkau pergunakan. Dan ia menjadi barang titipan di sisimu. Apabila pemiliknya datang, maka kembalikanlah kepadanya.”
Tuntunan pengelolaan barang temuan berkaitan erat dengan etika saling tolong antar umat manusia. Sebab usaha sang penemu seperti mengumumkannya, merawatnya serta menghindarkannya dari orang-orang yang berniat jahat, maupun menggunakan barang temuan tersebut kalau memang memiliki karakter akan tersia-sia apabila tidak segera digunakan, akan memberikan rasa gembira kepada pemiliknya. Andai kata barang tersebut akan sia-sia apabila tidak digunakan seperti halnya makanan, dan sang penemu terlanjur memakannya, minimal si pemilik bahagia bahwa makanan miliknya tidak terbuang sia-sia.
Fikih Islam mendefinisikan barang temuan atau biasa diistilahkan dengan luqathah, sebagai harta yang dijaga haknya dalam syariat, ditemukan pada tempat yang tidak berkepemilikan, tidak memiliki ciri-ciri dilindungi serta sang penemu tidak mengetahui siapa pemiliknya. Sedang hukum memungutnya bagi sang penemu dirinci sebagai berikut:
- Sunnah, apabila ia yakin bahwa dirinya sendiri dapat memegang amanah, serta takut harta tersebut akan tersia-sia bila ia tidak memungutnya.
- Mubah, bila dalam poin nomer 1, sang penemu tidak merasa khawatir bila harta tersebut tersia-sia. Mubah ini artinya ia boleh memungutnya, atau meninggalkannya.
- Wajib, bila dalam poin nomer 1, sang penemu yakin harta tersebut akan tersia-sia bila ia tidak memungutnya, seperti sang penemu tahu bila di tempat tersebut tidak ada yang dapat memegang amanah selain ia.
- Makruh, apabila ia tidak yakin bahwa nantinya dirinya dapat memegang amanah.
- Haram, apabila ia tahu bahwa bila ia memungutnya ia akan mengambilnya untuk dirinya sendiri, tidak untuk mengembalikannya.
Sedang kewajiban mengumumkan barang temuan bergantung pada barang temuan tersebut. Apabila barang temuan tersebut dinilai dari kebiasaan khalayak orang sebagai sesuatu yang remeh, yang apabila si pemilik kehilangan ia tidak akan mencari serta bertanya-tanya pada orang lain tentang keberadaannya, maka si penemu bisa memilikinya tanpa mengenali atau mengumumkannya. Hal ini seperti sebutir kurma. Dan tentunya penilaian khalayak umum tersebut berbeda-beda di setiap tempat dan waktu tertentu.
Apabila sebaliknya, maka wajib mengumumkannya. Baik si penemu memungutnya dengan niat ingin memiliki maupun sekedar merawatnya. Sedang cara pengumumannya sebagai berikut:
Pertama, terlebih dahulu kenalilah barang temuan tersebut. Apa yang membedakannya dari yang lain sehingga apabila si pemilik datang dengan menyebut ciri-ciri barang yang cari, kita bisa memberikannya dengan yakin bila ia pemiliknya.
Kedua, adakan pemberitahuan kepada khalyak umum mengenai penemuan tersebut dengan menyebut ciri sekiranya si pemilik dapat mengingatnya. Jangan menyebutkan cirinya secara lengkap untuk menghindari orang yang mengaku-ngaku.
Ketiga, bila barang temuan tersebut sesuatu yang amat berharga, maka adakan berita penemuan selama setahun. Dengan langkah pemberitahuan sesuai kebiasaan yang ada. Sebatas mengingatkan si pemilik tentang barangnya yang hilang, agar ia mengambilnya.
Keempat, apabila tidak terlalu berharga, maka cukup diadakan pemberitahuan sampai batas waktu dimana kemungkinan si pemilik tidak lagi mencarinya.