Berpuasa tentu tak boleh menjadi alasan bagi setiap orang untuk malas-malasan di siang Ramadhan. Memang benar bahwa Ramadhan adalah bulan ibadah. Rasul juga telah menjanjikan kepada setiap orang yang berpuasa dan menjaga malamnya (untuk beribadah) sebuah balasan yang pantang diremehkan, yaitu diampuninya dosa-dosa yang telah lalu.
Namun kenyataannya, ada beberapa orang yang selama bulan Ramadhan memang mengisi malamnya untuk beribadah. Mereka bahkan lupa tidur dan beristirahat agar malam mereka bisa digunakan untuk beribadah kepada Allah SWT, baik membaca Al-Quran, shalat malam ataupun ibadah-ibadah yang lain.
Terkait hal ini, Proklamator sekaligus presiden pertama Indonesia, Soekarno mengkritik habis-habisan seorang muslim yang berperilaku seperti ini saat bulan Ramadhan. Hal ini dituangkan Bung Karno lewat salah satu tulisannya yang dimuat dalam “Panji Islam” pada tahun 1940 yang berjudul “Apa Sebab Turki Memisah Agama dari Negara?”
Tulisan Bung Karno ini juga bisa kita temukan dalam buku kumpulan tulisan Bung Karno khusus tentang keislaman yang berjudul “Islam Sontoloyo: Pikiran-Pikiran Sekitar Pembaruan Islam”, juga bisa kita temukan juga dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi” jilid I.
Secara garis besar, pokok tulisan Bung Karno tersebut adalah bentuk persetujuannya atas gagasan Mustafa Kemal yang memisahkan negara dengan agama di Turki. Beberapa hal yang menjadi penyebabnya adalah kepercayaan masyarakat dengan ajaran Islam kolot yang diajarkan para ulama Turki pada masa itu. Ajaran Islam kolot tersebut justru malah membuat Turki, tepatnya saat itu Kesultanan Ottoman semakin menemui titik kemunduran.
Namun dalam tulisan ini sama sekali tidak akan membahas lebih jauh perdebatan pemisahan agama dan negara sebagaimana gagasan Kemal yang mungkin disetujui dan menginspirasi Bung Karno. Tulisan ini hanya akan membahas sedikit saja kejadian yang disorot oleh Bung Karno, yang menjadi beberapa faktor kemunduran Turki Ottoman.
Salah satu kejadian yang disorot oleh Bung Karno tersebut adalah ihwal puasa masyarakat Turki yang terlalu menghabiskan malam untuk begadang dan beribadah, tapi saat berpuasa di siang harinya, mereka bermalas-malasan bekerja.
Bung Karno menulis, “Kita mengetahui semua bahwa puasa di bulan Ramadhan itu, asal kita kerjakan dengan cara yang benar, tidak melemahkan kita punya kegiatan bekerja, tidak membuat kita seperti orang yang sakit TBC, tidak memadamkan perekonomian rakyat.”
Dari potongan tulisan di atas, bagian yang menarik adalah bulan Ramadhan bukanlah bulan yang melemahkan perekonomian, bukan bulan anti bekerja, dan bukan bulan tanpa aktivitas siang hari karena puasa, jika puasa dan beribadah di bulan Ramadhan dilakukan dengan cara yang benar.
“Dilakukan dengan cara yang benar”, di sinilah inti poinnya. Bung Karno hendak mengatakan bahwa orang yang bermalas-malasan di siang hari karena alasan malamnya begadang dan beribadah qiyamul lail, bukanlah orang yang mengerjakan ibadah puasa dengan cara yang benar.
Bung Karno menyoroti perilaku masyarakat Turki pada bulan Ramadhan saat itu. Mereka setiap malam begadang, menghabiskan waktu dari rumah ke rumah untuk silaturrahmi, menghabiskan makanan di malam hari, tidak tidur hingga subuh untuk beribadah, namun paginya mereka tepar, malas-malasan, terlambat datang kerja, dan lain sebagainya.
“Di dalam bulan ini telah dikatakan semua amtenar main kia-kia teledor dan pemalas, sehingga seluruh dinas negara mendapatkan kesukaran yang amat besar. Datang telat, mangkir sama sekali, lekas pulang karena sakit “pusing-kepala”, semua itu dialaskanlah kepada Ramadhan. Perdagangan dan transport seperti mendapatkan penyakit lumpuh, kaum-kaum dagang seperti duduk tidak bernyawa menjaga mereka punya toko, tak peduli barang-barangnya laku atau tidak laku,” tulis Bung Karno menggambarkan bagaimana mundurnya Turki karena orang yang salah memahami kegiatan mencari pahala di bulan Ramadhan.
“dan siapa tidak di bawah orang lain, siapa “tuan sendiri” ia tidur saja sampai sore, menunggu datangnya saat mencari lagi pahala di waktu malam,” tambahnya.
Kritik Bung Karno tersebut harusnya bisa kita ambil sebagai catatan dan pelajaran bagi diri kita. Boleh saja mengejar pahala di bulan Ramadhan, bahkan harus, tetapi jangan sampai menjadi alasan bagi kita untuk bermalas-malasan di siang harinya dan melewatkan kewajiban kita sebagai seorang manusia yang seharusnya terus bergerak dan beraktivitas.
Muslim yang baik seharusnya bisa menjaga dan membagi waktunya dengan baik. Kapan harus istirahat, mengejar pahala di malam hari, dan beraktivitas di pagi hingga sore harinya.
Wallahu A’lam.