Perdamaian merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Maka untuk mencapai kedamaian tersebut ibnu khaldun di dalam Mukaddimahnya menyebutkan bahwa setiap manusia harus menjalin hubungan yang harmonis dengan yang lain. Karena Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang senantiasa melakukan interaksi. Bahkan menurut Wahiduddin Khan di dalam bukunya The Ideology of Peace menyatakan bahwa perdamaian merupakan tanda dari eksistensi manusia itu sendiri.
Selain dipicu dari instrinsik diri manusia, nilai-nilai perdamaian juga dapat ditemukan dan diinspirasi dalam pandangan-pandangan keagamaan dan kemasyarakatan. Seperti halnya Islam adalah agama perdamaian. Banyak alasan untuk menyatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian. Dan dalam hal ini Zuhairi Misrawi setidaknya telah memberikan 3 alasan di dalam bukunya Al-Qur’an Kitab Toleransi. Pertama; Tuhan adalah maha damai, karena salah satu nama-nama Tuhan di dalam al-asma al-husna, yaitu al-sallam (yang maha damai).
Kedua perdamaian merupakan keteladanan yang dipraktikkan oleh nabi Muhammad saw. Ketiga perdamaian merupakan salah satu bentuk ukuran tingginya peradaban manusia. Selain itu, sebenarnya dari kata Islam itu sendiri berarti kepatuhan diri (submission) kepada Tuhan dan perdamaian (peace). Oleh karena itu lebih lanjut Zuhairi mengatakan bahwa perdamaian sebenarnya merupakan inti dari agama dan relasi sosial. Menolak perdamaian merupakan sikap yang bisa dikategorikan sebagai menolak esensi agama dan kemanusiaan.
Di dalam al-Qur’an sendiri telah tegas dijelaskan bahwa Allah swt. sangat menganjurkan hidup damai, harmonis dan dinamis di antara umat manusia tanpa memandang agama, bahasa, dan ras mereka. Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim (al-Mumtahanah 8-9).
Imam al-Syaukani dalam kitabnya Fathul Qadir mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah Allah tidak melarang berbuat baik kepada kafir dzimmi, yaitu non muslim yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam dalam menghindari peperangan dan tidak membantu orang non muslim lainnya dalam memerangi umat Islam.
Adapun sebab turun ayat tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya al-Musnad dari Abdullah bin Zubair. Ia berkata: “Qatilah mendatangi putrinya Aisyah binti Abi Bakar. Namun Asma’ enggan menerima hadiah dan kedatangan perempuan itu ke rumahnya. Karena itu, Aisyah menanyakan permasalahan tersebut kepada Nabi Saw. maka Allah menurunkan surat al-mumtahanah ayat 8-9. Oleh karena itu, Nabi memerintahkan Asma’ untuk menerima hadiah dan kedatangan ibunya ke rumahnya.
Rasulullah Saw. juga memerintahkan untuk tidak berbuat dzalim kepada non muslim yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam. Dalam hal ini Nabi Saw. bersabda: “Siapa yang membunuh (non muslim) yang terikat perjanjian dengan umat Islam, maka ia tidak akan mencium keharuman surga. Sesungguhnya keharuman surge bisa dicium dari jarak empat puluh perjalanan (di dunia).” (H.R Ahmad, al-Bukhari, al-Tirmidzi, al-Nasa’I, dan Ibn Majah).
Dalam implementasinya, Nabi Saw. juga bergaul baik dengan orang-orang non muslim. Nabi Saw. berinteraksi dalam masalah muamalah antara lain dengan seorang Yahudi bernama Abu Syahm. Nabi Saw. juga berhubungan baik dengan Mukhairiq seorang pendeta Yahud.bahkan Mukhairiq ketika terjadi perang Uhud antara umat Islam dengan paganis tahun 4 H., Mukhairiq ikut berperang di pihak Nabi Saw. Aisyah juga sering menerima tamu dari wanita-wanita Yahudi. Demikianlah gambaran hidup damai ditengah pluralitas masyarakat yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Sementara itu, seluruh praktik ritual keagamaan di dalam Islam pun selalu mempunyai visi dan misi untuk mewujudkan kedamaian dan perdamaian. Misalnya, setiap selesai shalat, umat islam senantiasa membaca doa atau wiridan yang bersisikan tentang harapan untuk hidup damai. Wiridan tersebut berbunyi wahai tuhan engkau adalah maha damai, darimu muncul kedamaian. Dan kepada mu kedamaian akan kembali, maka hidupkan lah kami dengan kedamaian dan masuk kan lah kami ke dalam surge rumah kedamaian.
Rasulullah Saw. juga sangat mengapresiasi umat Islam yang mendamaikan antara sesama manusia. Sebagaimana terekspos dalam kitab shahih al-Buhkari Rasulullah Saw bersabda: Setiap ruas tulang pada manusia wajib atasnya shadaqah & setiap hari terbitnya matahari di mana seseorang mendamaikan antara manusia maka terhitung sebagai shadaqah.
Saking pentingnya berdamai dan hidup harmonis, Rasulullah Saw. tidak menganggap pendusta bagi orang yang mengadu domba antara kedua orang yang bertikai dengan mengatakan hal-hal yang baik diantara keduanya, karena tujuan sebenarnya orang tersebut adalah untuk mendamaikan, bukan mengadu domba.Sebagaimana dalam hadis riwayat imam al-Bukhari Bukanlah disebut pendusta orang yg menyelesaikan perselisihan diantara manusia lalu dia menyampaikan hal hal yg baik (dari satu pihak yg bertikai) atau dia berkata, hal hal yg baik. []
Anisa Nurul Hasanah adalah Peneliti di el-Bukhari Institute