Beberapa hari yang lalu, dunia menerima kabar, yang sebenarnya bukan sebuah kejutan bagi orang-orang yang belajar membaca pola dan memprediksi trajektori, bahwa Kabul, ibukota Afghanistan akhirnya kembali dikuasai oleh Taliban.
Kesuksesan Taliban untuk menguasai Afghanistan kembali dan memproklamirkan berdirinya Islamic Emirate of Afghanistan dimulai dengan perebutan wilayah-wilayah di luar Kabul yang mengalami kekosongan bantuan militer pasca penarikan pasukan AS dan sekutunya secara gradual.
Kenapa Taliban bisa dengan cepat menguasai Afghanistan? Jawabannya simple sebenarnya, dan karakteristik ini gw temukan saat bekerja dan tinggal di negara-negara yang saat ini sedang bergejolak seperti di Iraq, Suriah maupun Afghanistan.
Yang pertama dan terutama adalah ketiadaan rasa nasionalisme. Afghanistan (dan Iraq maupun Syria) adalah negara-negara di mana loyalitas individu bukan kepada negara, tapi kepada suku dan klan. Mereka minim nasionalisme. Sehingga ketika bangsanya mengalami masalah, pertama yang akan mereka lakukan adalah meninggalkan bangsanya dan kembali ke suku dan klan mereka.
Ini yang terjadi di saat ISIS masuk ke Iraq, dan pola yang sama terlihat sekarang di Afghanistan. Taliban tidak perlu untuk mengeluarkan amunisi, sama seperti ISIS tidak membutuhkan penggunaan senjata yang luar biasa saat menguasai Mosul karena para aparat militer negara secara sadar meninggalkan seragam mereka sebagai aparat negara, dan kembali ke suku dan klan mereka.
Bagi mereka, keselamatan suku dan klan lebih berharga dibanding keselamatan bangsa dan negara karena suku dan klan sudah ada sebelum negara, dan akan ada apapun model negara mereka.
Yang kedua adalah soal waktu. Seperti pengalamanku di Afghanistan hampir 10 tahun lalu. Orang Afghanistan sudah mengatakan, “Siang kita kerja untuk koalisi, malam kita kerja untuk Taliban. Siapapun yang akan jadi penguasa, kita akan terima. Rusia kita terima, Taliban kita terima, Amerika kita terima. Sekarang jika taliban kembali, kita akan terima.” Ini pernyataan yang aku dengar 10 tahun lalu.
Sekarang, apa yang akan terjadi dengan Taliban dan Afghanistan?
Yang pertama adalah pembiaran dari dunia internasional. Mereka tidak akan bereaksi secara berlebihan karena di ruang-ruang tertutup, sudah pasti ada komunikasi intelijen dengan Taliban untuk memastikan bahwa warga negaranya akan aman.
Yang kedua, Taliban akan lebih berhati-hati dalam memilih siapa musuh mereka. Sebagaimana banyak sekali analisis yang pernah saya tulis bahwa: Membaca kelompok teror itu harus dilihat dari tujuan mereka, dan bukan aksi teror, karena tujuan kelompok teror adalah berkuasa, bukan membunuh orang sebanyak-banyaknya.
Penguasaan Kabul oleh Taliban adalah buktinya. Jika mereka bisa menguasai tanpa kekerasan, kenapa harus memakai aksi teror?
Yang ketiga, Taliban kemungkinan besar akan mengambil sikap berbeda terhadap IS di Khorasan (IS-K), dengan sikap mereka ke Al-Qaida dulu. Taliban kemungkinan besar akan melakukan perang melawan IS-K karena keberadaan IS-K merupakan ancaman terhadap otoritas Taliban.
Nah, bagaimana impaknya terhadap Indonesia?
Yang pertama dan terutama adalah pembelajaran bahwa identitas nasional itu sangat penting untuk tetap dikuatkan. Ini adalah perekat bangsa, dan juga merupakan alasan bagi kita, tiap warga negara Indonesia untuk siap membela dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dari penetrasi kelompok-kelompok yang ingin menguasai Indonesia, khususnya kelompok-kelompok ideologis transnasionalis seperti HTI, IM maupun kelompok-kelompok teror yang berafiliasi ke IS maupun AQ.
Yang kedua adalah kita harus berani melawan mereka. Jangan pernah memberi ruang bagi mereka untuk dengan bebas menormalkan katidaknormalan yang mereka ciptakan. Kelompok-kelompok ini secara sadar dan terstruktur ingin menggerus nasionalisme dan identitas kolektif bangsa Indonesia dengan membuat dan/atau menormalkan praktik budaya asing. Kita harus berani melawannya.
Jangan pernah berhenti mencintai Tanah Air ini, karena hanya itu perekat yang menyatukan seluruh elemen bangsa yang sangat bhineka.