Saya termasuk salah seorang yg mengapresiasi ajakan beberapa kalangan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan saya menganggap aneh bila ada sebagian umat muslim yang keberatan terhadap ajakan untuk menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan dalam berbagai dimensinya. Mengapa aneh? Karena ajakan tersebut sesuai dengan pesan Nabi shallallahu alaihi wa sallam melalui sabdanya :
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما، كتاب الله وسنتي. رواه الحاكم.
Aku wariskan kepadamu dua perkara yg kamu tidak akan tersesat bila dengan teguh kamu berpegang terhadap keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku (hr. Al-hakim).
Ajakan dan pesan tersebut bersifat umum, tidak hanya ditujukan kepada para alim, tapi juga kepada para awam yang merupakan golongan mayoritas dari umat ini.
Pertanyaannya: mungkinkah para awam selalu berpegang teguh pd Al-Qur’an dan Sunnah di dalam menjalani kehidupan mereka?
Pertanyaan ini muncul karena petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah tidak selalu siap pakai (ready for use), karena banyak teks-teks dari dua kitab ini yang masih memerlukan penafsiran dan penjabaran yang hanya bisa dilakukan oleh para ahlinya dengan bantuan beberapa disiplin ilmu.
Pertanyaan tersebut sesungguhnya sudah tersedia jawabannya di dalam Al-Qur’an, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala:
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
Bertanyalah kepada yang memiliki pengetahuan jika kamu sendiri tidak tahu.
Orang-orang yang memiliki pengetahun adalah para ulama dari kalangan shahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, para imam madzhab dan sejenisnya.
Dawuh-dawuh mereka (أقوالهم) tertuang di dalam kitab-kitab yang berjumlah ratusan ribu kitab, bahkan mungkin jutaan. Dan dawuh-dawuh itu tak lain adalah tafsiran dan penjabaran terhadap Al-Qur’an dan Sunnah.
Maka, bermadzhab dengan mengikuti salah satu dari para imam madzhab yg diyakini kedalaman ilmunya tidak menyimpang dari apa yang disebut “kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah”.