Setelah bertahun-tahun kaum Quraisy meninggalkan hidup mereka yang nomaden dan memilih untuk menetap di sekitar Kabah, mereka terjebak dalam bulan-bulanan waktu, menampung segala keburukan. Perkotaan adalah sarang kecurangan. Kemalasan dan hura-hura tersembunyi di balik dinding rumah-rumah mereka, siap setiap saat merenggut dan menghilangkan ketajaman penglihatan dan kewaspaan manusia. Segala sesuatu membusuk di sana, termasuk keindahan berbahasa, satu hal yang sangat menentukan kualitas manusia.
Mereka karena itu tetap memelihara tali ikatan dengan padang pasir dengan mengirimkan atau menyerahkan anak-anak mereka yang baru lahir ke suku-suku nomaden. Bukan saja karena udara segar padang sahara baik untuk pernafasan, lidah mereka akan fasih berbahasa Arab yang indah, tapi lebih dari itu, untuk kebebasan jiwa dan terus memelihara keindahan berbahasa.
Salah satu puak padang pasir yang memiliki reputasi baik dalam menyusui dan mengasuh anak adalah Bani Saad ibn Bakr, suku Hawazin yang terpencil, yang tinggal di sebelah tenggara Mekkah. Mereka dan para wanitanya tidak mengharapkan pembayaran tunai dari jasa yang ditawarkan karena seorang wanita dianggap tidak terhormat bila mengambil bayaran dari susu yang diberikannya kepada seorang anak. Pertukaran manfaat antara penduduk kota dengan kaum nomaden itu adalah sesuatu yang alamiah: setiap ada yang miskin pasti ada yang kaya.
Demikian pula sebaliknya. Kaum nomaden memiliki cara hdup kuno untuk ditawarkan, cara hidup Abel. Sementara putra-putra Cain, orang yang membangun desa pertama, memiliki harta dan kekuatan.
Halimah adalah salah seorang dari puak Bani Saad, suku Badui padang pasir. Dia, Haritz suaminya, dan bayi laki-laki yang baru dilahirkannya, pada suatu musim kemarau yang kering di tahun 670 Masehi yang dikenal sebagai Tahun Gajah, berangkat ke Mekkah bersama rombongan yang lain untuk mencari peruntungan mendapatkan hak penyusuan.
Mereka keluarga miskin. Hartanya hanyalah seekor keledai betina abu-abu yang kurus, seekor unta betina tua yang tak lagi mengeluarkan susu. Keledai mereka begitu lemah dan kurus, sehingga di perjalanan, mereka sering tertinggal oleh rombongan yang lain. Payudara Halimah juga tak mengeluarkan air susu untuk anak laki-lakinya.
Tapi di Mekkah, ketika rombongan lain mendapatkan hak penyusuan dari penduduk Quraisy dan segera kembali ke padang pasir, tinggal Halimah, pengasuh yang paling miskin dan hanya seorang anak termiskin yang belum mendapatkan pengasuh. Dialah bayi berusia tiga bulan, putra Aminah, yang baru beberapa bulan sebelumnya ditinggal mati oleh suaminya. Dia dan juga anaknya, yang meskipun adalah keturunan orang terpandang di Mekkah, adalah keluarga yang paling miskin di antara keluarga saudara yang lain: memiliki lima ekor unta, sejumlah domba dan seorang budak perempuan.
Halimah semula enggan mengambil anak itu, tapi dia berubah keputusan karena enggan kembali ke rombongan tanpa seorang bayi untuk disusui. “Mudah-mudaha Allah memberi kita berkah lewat anak yatim itu,” katanya kepada suaminya.
Maka dia pun pergi ke Aminah untuk mengambil anak laki-lakinya, membawanya kembali ke suaminya dan anaknya yang menunggu di tempat keledai dan unta mereka ditambatkan. Didekapnya anak itu, dan keajaiban terjadi setelahnya: payudaranya yang semula kempes mendadak penuh air susu. Bayi laki-laki itu dan juga bayi laki-lakinya meminumnya sampai kenyang. “Harits suamiku, memeriksa unta tua kami yang sudah tua, dan astaga, susunya penuh. Dia meminumnya, aku juga turut meminumnya.”
Mereka menjalani malam yang begitu menyenangkan, dan di pagi harinya, Harits berkata kepada istrinya: “Demi Tuhan, Halimah, engkau telah mengambil makhluk yang berkehati Tuhan.”
Mereka sampai di perkemahan Bani Saad dan tahu, tak ada tempat lain yang lebih gersang di muka bumi kecuali tempat tinggal mereka. Namun hari-hari sesudah dia mengambil bayi Aminah dan tinggal bersama mereka, domba-domba mereka pulang setiap petang dengan ambing penuh air susu. Mereka memerasnya, sementara domba-domba yang lain, milik para tetangga mereka tak menghasilkan susu setetes pun.
Anak laki-laki Aminah tumbuh dengan baik. Tak ada anak laki-laki lain yang dapat menyaingi pertumbuhannya. Dan dua tahun setelah itu, dia meminta kepada Aminah untukmeneruskan mengasuh anaknya, dan Aminah mengizinkannya.
Pada suatu hari, anaklaki-lakinya yang juga saudara angkat dari anak Aminah itu, berlari ke perkemahan mereka dan memberitau Halimah dan Harits tentang yang baru saja dilihatnya. “Saudara Quraisy-ku. Dua laki-laki bergamis putih mengambilnya, membaringkannya, dan membelah dadanya. Tangan mereka mengeluarkan isi dadanya.”
Halimah dan suaminya berlari menemui anak laki-laki itu, dan melihatnya berdiri dengan wajah pucat. Mereka memeluknya, mendekapnya.
“Apa yang terjadi padamu, anakku?”
“Dua orang berbaju putih mendatangiku, membaringkankan aku dan membelah dadaku untuk mencari sesuatu yang aku sendiri tidak tahu.”
Halimah dan Haritz berkeliling melihat sekitarnya tapi tak menjumpai dua laki-laki yang diceritakan oleh anaknya, dan juga anak asuhnya. Mereka juga tak melihat darah atau luka pada tubuh anak laki-laki itu. Tak ada sedikit pun goresan di dadanya atau cacat pada tubuhnya, kecuali gambaran tak biasa di antara kedua punggungnya: tanda berbentuk oval, kecil tapi jelas yang sudah ada sejak lahir. Nanti setelah dewasa, anak laki-laki itu lebih mampu menceritakan kejadian itu dengan lebih jelas dan lengkap.
“Ada dua laki-laki datang kepadaku, berbaju putih dengan sebuah baskom emas yang penuh salju. Mereka membaringkan tubuhku, membelah dadaku, kemudian mengambil jantungku. Tampaknya mereka membukanya dan mengambil segumpal darah hitam dari jantungku dan membuangnya. Lantas mereka mencuci jantungku dan isi dadaku dengan salju itu.”
Anak laki-laki itu adalah Muhammad, nabi terakhir, yang lahir pada Tahun Gajah, tahun yang penuh kekeringan dan nestapa. Dia kemudian juga berkata: “Setan menyentuh setiap anak Adam pada saat ibunya melahirkannya, kecuali Maryam dan putranya.”
Innallaha wa malaikatahu yu shalluna alan nabi, yaa ayyuhalladina amanu, shallu alaihi wa sallim mutaslimah. Selamat memperingati Maulid Nabi. Mudah-mudahan Anda mengenali dan mengerti, siapa Muhammad, siapa diri Anda.
[Dikutip dari buku “Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik” (2007). Ditulis oleh Profesor Martin Lings atau Abu Bakr Sirajuddin, asisten penjaga naskah dan buku-buku ketimuran pada British Museum, London]