Hampir sebagian besar orang mu’min mengenali seorang laki-laki yang bernama Luqman al-Hakim, sebab namanya diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an; tepatnya di surat Luqman.
Satu di antara kisah yang masyhur tentang Luqman adalah kebijaksanaanya dalam menjalankan perintah Tuannya untuk membawakan bagian yang paling baik dan yang paling buruk dari seekor kambing. Sebab kebijaksanaanya, Luqman mendapatkan julukan “al-Hakim”.
Selain tentang kisah tersebut, juga terdapat kisah kebijaksaan Luqman yang lainnya dan jarang diketahui orang. Kisah ini disebutkan oleh Jalaluddin Rumi dalam karyanya yang berjudul al-Matsnawi.
Banyak pendapat mengenai identitas Luqman, mulai dari keponakan Nabi Ayyub (menurut Syauqi Abu Khalil) hingga seorang budak yang saleh (menurut Ibnu Katsir dan mayoritas Ulama’).
Dikisahkan bahwa meskipun Luqman hanya seorang budak, tetapi Luqman memiliki derajat yang tinggi di sisi tuan-nya. Oleh sebab itu, sang tuan tidak pernah menerima pemberian apapun dan dari siapa pun tanpa membaginya dengan Luqman.
Suatu hari, sang tuan mendapatkan sebuah hadiah semangka dari seseorang. Sang tuan tidak langsung memakannya, tetapi memberikan irisan semangka terbaik terlebih dahulu pada Luqman. Sosok pemimpin seperti ini yang dibutuhkan oleh Negara manapun, yakni mengutamakan rakyat terlebih dahulu (baik dalam urusan kuantitas maupun kualitas). Luqman menyantap irisan semangka dari sang tuan dengan sangat lahap dan nikmat. Hal ini membuat sang tuan tergoda untuk mencicipi semangka tersebut, sebagaimana Luqman.
Ketika sang tuan mulai menggigit irisan semangka tersebut, sang tuan sangat terkejut dan langsung memuntahkannya karena rasa dari semangka tersebut sangat pahit. Sang tuan langsung bertanya kepada Luqman, “Wahai Luqman, semangka ini memiliki rasa yang sangat pahit. Apakah ini semangka yang sama dengan semangka yang kau makan?”
Luqman menjawab, “Tentu tuan, semangka yang hamba makan sama persis dengan semangka yang tuan makan”.
Sang tuan kembali bertanya, “Lalu mengapa kau justru sangat menikmatinya, sedangkan Aku merasa tersiksa karena rasa pahitnya?”.
“Sungguh tidak pantas hamba mengeluh atas kemurahan hati dan kasih sayang yang telah tuan berikan kepada hamba. Tuan memberi semangka kepada hamba atas dasar kasih sayang dan ketulusan, sehingga sangat tidak pantas jika hamba membalasnya dengan mengeluh atas rasa pahit semangka tersebut”.
Jawaban Luqman lagi-lagi membuat sang tuan terkagum-kagum dengan kebijaksanaannya. Memang, secara tampilan luar Luqman adalah budak, tetapi dalam hal ini Luqman telah menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang tuan (sayyid). (AN)
Wallahu A’lam