Pimpinan gerakan perlawanan Hamas, Ismail Haniyeh, tewas dalam sebuah serangan di Teheran, Iran. Dampak dari serangan yang masih dalam tahap penyelidikan ini memicu kecaman keras dari berbagai negara.
Banyak pihak mengkhawatirkan naiknya eskalasi lebih lanjut di kawasan Timur Tengah. Misalnya, Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengutuk keras pembunuhan Haniyeh.
“Kami mengutuk keras serangan ini, yang mengakibatkan kematian Bapak Haniyeh,” kata Peskov di Moskow. “Tindakan seperti itu merusak upaya untuk membangun perdamaian di kawasan dan dapat secara signifikan mengganggu stabilitas situasi yang sudah tegang.”
Pemerintah China juga mengecam pembunuhan Ismail Haniyeh.
“Kami sangat prihatin terhadap insiden tersebut, dan dengan tegas menentang serta mengutuk pembunuhan itu,” ujar Lin Jian, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China dalam konferensi pers di Beijing.
Lin Jian menekankan pentingnya penyelesaian perselisihan regional melalui negosiasi dan dialog, serta menyerukan gencatan senjata penuh dan permanen di Gaza.
Reaksi Internasional
Komunitas internasional memberikan reaksi keras terhadap pembunuhan ini. Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, menggambarkan aksi Israel sebagai tindakan pengecut dan berbahaya.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menyebut pembunuhan ini sebagai tindakan keji yang bertujuan melemahkan perjuangan bangsa Palestina.
Wakil Menteri Urusan Luar Negeri Rusia, Mikhail Bogdanov, menyatakan bahwa insiden tersebut merupakan pembunuhan politik yang tidak dapat diterima dan akan menyebabkan eskalasi ketegangan.
Kementerian Luar Negeri Qatar juga mengecam tindakan ini sebagai eskalasi berbahaya dan pelanggaran hukum internasional yang meredupkan upaya perdamaian.
Indonesia juga terlihat turut mengecam keras pembunuhan Haniyeh.
“Tindakan tersebut merupakan provokasi yang dapat meningkatkan eskalasi konflik di kawasan dan merusak proses negosiasi yang terus diupayakan,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri RI melalui media sosial X pada Rabu.
Analisis Pakar Timteng
Peneliti Pusat Studi Arab dan Islam dari Universitas Australia, Ian Parmeter, memberikan pandangan mengenai implikasi lebih luas dari pembunuhan ini terhadap perang regional.
Menurutnya, ada dua isu penting yang akan menjadi perhatian dalam beberapa jam dan hari mendatang.
“Pertama, jika Israel bertanggung jawab atas pembunuhan Haniyeh, ini menimbulkan pertanyaan apakah Iran akan membalas karena Haniyeh berada di bawah perlindungan negara tersebut saat ia terbunuh,” tulis Ian dalam artikel di The Conversation.
Kematian Haniyeh, lanjut dia, kemungkinan akan menyebabkan kemarahan besar di Iran, dan mungkin memicu pembalasan terhadap Israel selain dari Hamas.
Seperti diketahui, ketegangan antara Iran dan Israel bisa dibilang sangat keras. Pada bulan April, Iran meluncurkan lebih dari 300 misil dan drone ke Israel sebagai balasan atas serangan terhadap konsulat Iran di Damaskus. Serangan itu menewaskan beberapa pemimpin senior IRGC.
Serangan terhadap Haniyeh, dengan demikian, menunjukkan tingkat intelijen dan akses operasional yang luar biasa yang tampaknya dimiliki Israel di Iran saat ini.
Ian lalu membeberkan, dalam beberapa tahun terakhir, terdapat aliran konstan ilmuwan Iran yang bekerja pada program nuklir yang telah terbunuh, termasuk “bapak” program tersebut, Mohsen Fakhrizadeh, yang terbunuh oleh senapan mesin yang dikendalikan dari jarak jauh pada tahun 2020.
“Namun, masih ada pemimpin Hamas dalam daftar target Israel yang, sejauh dapat diketahui, masih hidup.” jelas dia. “Pemimpin politik Gaza, Yahya Sinwar, tampaknya masih mengarahkan operasi militan di sana.”
Pada bulan Juli, Israel melakukan serangan yang diyakini telah membunuh pemimpin militer yang sulit ditangkap, Mohammed Deif. Namun, Hamas belum mengakui hal ini, dan Deif telah selamat dari beberapa upaya pembunuhan sebelumnya.
Misi Balas Dendam?
Pertanyaan besar kedua, Ian menjelaskan, adalah apakah Hizbullah yang berbasis di Lebanon akan meluncurkan serangan terhadap Israel, atas permintaan Iran.
“Pembunuhan Haniyeh terjadi beberapa jam setelah serangan udara Israel di Beirut selatan, di mana pejabat Israel percaya bahwa mereka telah membunuh komandan senior Hizbullah, Fuad Shukr,” ujarnya.
Jika Iran membalas, mungkin melalui Hizbullah dari Lebanon. Serangan misil besar dari Hizbullah berpotensi membuat sistem pertahanan misil Iron Dome Israel kewalahan.
Iran juga memiliki sekutu lain yang bisa diandalkan. Termasuk di antaranya adalah kelompok militan Syiah di Suriah dan Irak. Houthi di Yaman yang sudah meluncurkan serangan drone ke Tel Aviv minggu lalu juga termasuk yang tak bisa dilewatkan.
“Namun Israel mestinya tak akan tinggal diam,” kata Ian.
Apa yang terjadi selanjutnya sulit untuk dikatakan hingga ada informasi lebih lanjut.
“Satu hal yang pasti adalah pembunuhan Ismail Haniyeh kemungkinan akan menyebabkan eskalasi signifikan dalam Perang di Gaza, dan mungkin di seluruh Timur Tengah.” Demikian Ian memungkasi.