Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua pelaku penyiraman air keras ke Novel Baswedan dihukum ringan oleh Majelis Hakim Negeri Jakarta Utara. Hukuman itu berupa vonis penjara selama dua tahun penjara saja atas perbuatannya telah membuat buta mata kiri penyidik KPK Novel Baswedan.
“Menurut mejelis hakim perbuatan terdakwa yang menambahkan atau mencampurkan air ke dalam mug berisi air aki tersebut adalah wujud sikap batin atau mens rea pada diri terdakwa yang tercermin di dalam pelaksanaan perbuatannya yang tidak menghendaki timbulnya luka berat pada diri saksi Novel Baswedan,” ujar hakim ketua, Djuyamto saat membacakan putusan pada Kamis petang, 15 Juli 2020.
Sontak, keputusan ini kian menguatkan dugaan publik atas ‘konglikong’ kasus penyiraman yang mengakibatkan mata kiri Novel Baswedan mengalami kebutaan tersebut. Banyak yang menilai, keputusan hakim—dan juga proses penanganan kasus ini—sarat dengan nüansa politis. Apalagi, ini terkait dengan institusi dua terdakwa yang merupakan anggota aktif kepolisian.
Salah satunya yang mengomentari adalah penulis buku Menjerat Gus Dur bernama di akun twitternya @virdikaa ketika mengomentari berita @tempodotco terkait komentar Hakim Rahmat Kadir Mahulette yang menyatakan, pelaku tidak sengaja menganiaya Novel Baswedan.
Gak niat tapi bawa air keras?
Eh bentar, emang benar dia yang nyiram? Kalau dari keterangan Novel, bukan dia deh pelakunya.
Jadi ya bisa jadi benar emang dia gak niat menganiaya, kan bukan dia pelalu sebenarnya. https://t.co/GUhFuzYQ3f
— Virdika Rizky Utama (@virdikaa) July 17, 2020
Ya, tidak niat. Sekali lagi, tidak niat tapi bawa air keras?
Novel Baswedan sendiri pernah berkomentar tentang penangkapan dua pelaku dan ini proses hukum yang menyertai keduanya. Dalam sebuah video bersama Feri Amsari, peneliti dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Novel juga mengisahkan pelbagai hal terkait jejak rekamnya sebagai penyidik yang memang penuh risiko. Ia juga menyebut, bahwa yang ia lawan bukanlah para pelaku yang saat ini dituntut 1 tahun tersebut.
“Orang itu (Para pelaku-red) mau dihukum 100 tahun pun saya tidak untung, orang itu mau dibiarkan saja saya tidak rugi,” kata Novel.
Jubir KPK, Febriadiansyah, tampaknya lebih tabah dan mengingatkan akan ‘musuh’ sebenarnya yang harus dilawan.
Saya tahu, situasi sgt berat. Tp tetaplah jaga harapan.. Saya belajar banyak dr Novel, dlm kondisi bgni ttp senyum saat ktmu.
Bhkan Ia bilang, knp saat keluar dr RS meski wajah penuh perban tp ttp lambaikan tangan?
Utk mjaga harapan & agar tmn2nya terus ikhtiar lawan korupsi. pic.twitter.com/EJgCApTGgG
— Febri Diansyah (@febridiansyah) July 16, 2020
Peristiwa penyiraman air keras ini ini bermula ketika Novel Baswedan disiram usai sholat subuh. Air keras itu berupa asam sulfat atau H2S04 dan cairan ini sangat berbahaya dan langsung disram ke muka Novel, mengakibatkan kebutaan permanen di mata kiri beliau.
Kita tentu saja masih bertanya-tanya, apakah memang hukuman itu—atau hukum apa saja, bisa dinilai dari niat atau tidaknya seseorang? Misalnya, saya tidak berniat mencuri celana dalam di toko A, tapi ya saya cuma ingin mengambilnya saja dan dipakai, maka saya ketahuan dan termaafkan dengan bilang,’Maaf enggak sengaja’.
Kemungkinannya, paling banter, saya cuma dihukum untuk rebahan di lantai dingin toko tersebut, atau mungkin ada hukuman lain bagi saya yang lebih ringan, ya karena saya kenal pemilik toko itu. Begitu. [DP]